Memprovokasi Tersangka Utama, Tiga Tersangka Baru Kasus STIP Ditetapkan
Ketiga tersangka baru diduga bekerja sama melancarkan aksi kekerasan terhadap Putu, termasuk memprovokasi pelaku utama.
Penanganan kasus penganiayaan yang menewaskan Putu Satria Ananta Rustika (19), taruna tingkat 1 Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran, Jakarta Utara, berlanjut. Rabu (8/5/2024) malam, polisi menetapkan tiga tersangka baru sehingga kini total ada empat tersangka.
Ketiga tersangka baru diduga bekerja sama untuk melancarkan aksi kekerasan terhadap Putu, termasuk memprovokasi pelaku utama Tegar Rafi Sanjaya (21) untuk menganiaya korban.
Ketiganya adalah taruna tingkat dua Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Jakarta Utara, yakni AK, WJP, dan FA. Kapolres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Gidion Arif Setyawan, Rabu malam, mengatakan, penetapan tiga tersangka baru ini didasari atas hasil gelar perkara yang telah dilakukan sebelumnya. Nama lengkap dan usia para tersangka belum dirilis resmi oleh polisi.
Dari gelar perkara tersebut, penyidik sudah meminta keterangan dari 43 saksi. Mereka terdiri atas taruna tingkat satu hingga tingkat empat sebanyak 36 orang. Lainnya adalah pengasuh STIP, dokter di klinik STIP, dokter di Klinik Tarumajaya, ahli bahasa, dan ahli pidana.
Penyidik juga mengumpulkan sejumlah barang bukti berupa visum et repertum, kemudian pakaian korban, pakaian tersangka, serta melakukan analisis digital pada rekaman kamera pemantau (CCTV) di sekitar lokasi kejadian.
Dari hasil gelar perkara itu, ketiga tersangka diduga turut berperan dalam terjadinya penganiayaan. Tersangka FA berperan memanggil korban Putu dan teman-temannya taruna tingkat satu dari lantai 3 turun ke lantai 2.
Mereka dipanggil karena mereka menggunakan pakaian olahraga saat memasuki kelas dengan mengatakan, ”Woi, tingkat satu yang pakai PDO (pakaian dinas olahraga), sini!” kata Gidion menirukan FA.
Baca juga: Satu Siswa STIP Tewas Dianiaya Seniornya, Pelaku Diduga Lebih dari Satu Orang
FA juga menjadi pengawas ketika kekerasan eksesif itu. Dia berjaga di pintu toilet. Hal itu dapat dibuktikan dari rekaman CCTV. Peran WJP diduga melakukan provokasi dengan berkata, ”Jangan malu-maluin CBDM. Kasih paham.”
Mendengar perkataan itu, tersangka utama, TRS, memukul Putu. Setelah melayangkan pukulan, TRS pun berkata, ”Bagus enggak parade rise (istirahat di tempat). Artinya masih kuat.”
Lalu tersangka ketiga adalah KAK. Dia berperan menunjuk tersangka TRS menganiaya korban.”Adekku aja nih mayoret tepercaya," ujar Gidion menirukan perkataan KAK.
Dalam kejadian tersebut, keempat tersangka menggunakan bahasa yang memiliki makna tersendiri. ”Bahasa itu hanya diketahui di kalangan mereka sendiri,” ucapnya. Karena itulah dalam mengungkap kasus, penyidik melibatkan ahli bahasa.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan pasal pokok kemarin 351 Ayat 3,dan Pasal 55 juncto 56 KUHP karena turut serta, turut melakukan dalam konteks ini, orang yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut melakukan penganiayaan itu.
Dari pasal ini, ketiga tersangka diduga bekerja sama agar pelaku utama, yakni TRS, bisa menjalankan aksi kekerasan eksesif itu. ”Mereka (tersangka tambahan) memberikan kesempatan kepada TRS untuk melakukan tindak pidana sehingga peristiwa kekerasan eksesif itu pun terjadi,” kata Gidion.
Saat ini ketiga tersangka sudah ditahan. Apabila terbukti, ketiga tersangka bisa dijerat hukuman penjara paling lama 15 tahun.
Baca juga: Perjelas Konstruksi Kasus, Polisi Gelar Perkara Tewasnya Siswa STIP
Gidion menuturkan, saat ini penyidik terus melengkapi berkas sampai dinyatakan lengkap dan diterima oleh jaksa penuntut umum (JPU). Dalam waktu dekat, pihaknya juga akan melakukan rekonstruksi dengan melibatkan JPU.
”Mungkin JPU ada penilaian lain terhadap kasus ini,” katanya.
Tumbur Aritonang, kuasa hukum keluarga korban, mengapresiasi penetapan ini. Menurut Tumbur, sejak awal, pihak keluarga meyakini, penganiayaan tidak hanya dilakukan oleh satu orang.
”Tidak mungkin ini hanya pertarungan one by one. Pasti ada pihak lain yang turut membantu,” kata Tumbur.
Dirinya akan terus berkoordinasi dengan penyidik untuk menelusuri adanya pihak lain yang harus bertanggung jawab. Dia meminta agar saksi dari pihak taruna STIP dilindungi agar bisa memberikan keterangan dengan lebih leluasa.
Menurut Tumbur, aksi kekerasan ini dilatarbelakangi adanya tradisi senioritas yang terbiasa memelonco yuniornya.
Kami akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas. Kejadian ini diharapkan jangan lagi terulang.
Sebelumnya, kakek korban Ketut Lilia Murti menduga penganiayaan ini disebabkan oleh kecemburuan para senior di STIP terhadap cucunya. Di sekolahnya, menurut Lilia, Putu dikenal sebagai siswa berprestasi dalam bidang akademik dan memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Satria pun ditunjuk sebagai mayoret utama. Satria juga disebut akan mengikuti program pertukaran pelajar ke China.
”Kami akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas. Kejadian ini diharapkan jangan lagi terulang,” kata Tumbur.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menuturkan, investigasi internal terhadap kasus ini sedang berjalan. Tujuannya adalah untuk melacak kemungkinan adanya unsur kelalaian atau ada prosedur standar operasi (SOP) yang tidak diterapkan.
Pengamat kebijakan pendidikan sekaligus Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia Cecep Darmawan prihatin peristiwa memilukan ini bisa terjadi lagi. Menurut dia, tradisi perpeloncoan, termasuk kekerasan di sebuah lembaga pendidikan, sudah seharusnya ditinggalkan.
Agar kejadian ini tidak terulang, ujar Cecep, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi harus berkoordinasi untuk meramu regulasi yang tepat. Di sisi lain, pengajar dan pembimbing juga harus turun langsung ke siswa untuk mengimbau mereka menghilangkan tradisi perpeloncoan tersebut.