Hikmah Cinta Pertama
Amanda Ditya Pratomo, Jurusan Keuangan dan Perbankan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Tergoda Kawanku
Annisa Lufi Ningtiyas, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah
Cinta pertamaku hadir saat aku kelas II sekolah menengah atas. Dia menyapa lewat media sosial dan kami kian akrab. Kami kemudian bertemu dan dia mengirim surat cinta. Aku menerima dengan mengajukan syarat percobaan seminggu karena belum pernah berpacaran. Perilakunya selalu baik dan seminggu berselang, dia lulus percobaan.
Tiga kali seminggu kami bertemu masing-masing selama dua jam. Aku takut berkencan berdua sehingga selalu mengajak kawan. Dia cepat akrab dengan kawanku. Setelah enam bulan, aku baru tahu si dia suka menggoda kawanku. Rupanya, dia menyukai kawanku yang bertubuh seksi.
Aku membaca pesan yang dikirimya kepada kawanku sembari menangis. Aku tak menyangka pria yang di depanku berperilaku baik, lembut, dan hangat setega itu. Akhirnya, aku memutuskan dia. Cinta pertama menyadarkanku tak selamanya yang terlihat baik itu sungguh baik.
Ungkapkan Perasaan
Sri Pujiati, Program Studi Al-Ahwal Asy-Syakhsiyah (Hukum Keluarga), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara, Jawa Tengah
Pengalaman cinta pertama berbeda bagi tiap orang. Buatku, pengalaman itu antara lain menjadi diri yang lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Cinta pertamaku hadir kala aku masih SD. Aku hanya mampu memandangnya tanpa keberanian mengungkapkan perasaan.
Waktu itu aku masih kecil dan terlalu malu untuk menyampaikan perasaan. Hingga kami lulus dan melanjutkan sekolah di tempat berbeda. Saat itulah aku menyesali satu hal, yakni menjadi pengecut dan tidak berani menyatakan perasaan kepada orang yang kusukai.
Dari situ aku tidak mau mengulangi kesalahan yang sama. Minimal harus berani mengungkapkan perasaan kepada orang lain. Mendapat penolakan jauh lebih baik ketimbang memendam perasaan tanpa tahu jawabannya. Paling tidak, ketika ditolak, kita dapat langsung melupakan dan mulai menata hati kembali dan memperbaiki diri. Kala ditolak, hati juga lebih lega karena perasaan sudah tersampaikan.
Cinta Tak Harus Memiliki
Benediktus Jonas, Jurusan Sastra, Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana, Malang, Jawa Timur
Cinta pertama hadir saat di SMP. Aku jatuh cinta dengan teman angkatan di Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Kami sering bersama dalam berbagai kegiatan. Benih cinta pun tumbuh. Tanpa keberanian menyatakan, saya meminta bantuan teman menyampaikan kepada si dia. Betapa gembira hati ini saat dia menyatakan memiliki perasaan sama.
Sejak menjalani hubungan itu, aku mengalami banyak perubahan. Mulai dari penampilan, cara bicara, cara berkomunikasi, dan setiap hari selalu bersemangat ke sekolah. Tentu saja hadir pula cemburu dan sakit hati kala si dia asyik mengobrol dengan teman lain.
Kami akhirnya berpisah karena aku masuk sekolah ternama di kota kami. Kami kehilangan kontak, apalagi aku tak boleh membawa telepon seluler ke sekolah. Walau benih cinta itu masih ada, aku sadar cinta tak harus memiliki. Aku yakin membiarkan orang yang kita cinta bahagia dengan pilihannya lebih mulia dari semuanya.
Setiap Orang Istimewa
Fia Rusmiyanti, Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Setiap orang lahir dengan berbagai keistimewaan tersendiri. Namun, tak banyak orang yang menyadari hal itu. Beruntung jika ada orang lain yang membuatnya tahu. Pada akhir masa SMA, saya bertemu laki-laki yang selalu mencuri perhatianku.
Kehadiran dia membuat hati ini bergejolak. Ketika dia jarang terlihat, perasaan tak nyaman menyelimuti. Perlahan aku tahu cinta telah hadir. Kami pun bertemu dalam organisasi yang sama di sekolah. Kami menjadi dekat dan sering berkomunikasi. Bagiku dia istimewa karena sangat terbuka, berani menjadi diri sendiri, mudah bergaul, dan pandai membangun semangat. Dia mengingatkan akan keistimewaanku, yaitu mudah memahami situasi. Dia berpesan agar aku menjadi diri sendiri.
Kami putus komunikasi setelah lulus. Namun, aku selalu ingat pesan dia. Dari situ aku mengubah cara berpikir dan bersikap. Dua tahun lalu kami mulai kontak lagi. Kami menjadi teman baik. (TIA)