Menjaga Gairah Penonton
Kondisi sekarang bertolak belakang dengan kondisi awal tahun 2000-an. Saat itu film asing, terutama film Hollywood, lebih mendominasi layar bioskop Indonesia. Pada 2007, penonton film Indonesia mulai bersemi lagi dan meledak pada tahun 2008 ketika Laskar Pelangi meraup 4,6 juta penonton.
Setelah itu (kecuali 2011), makin banyak film Indonesia yang meraup jumlah penonton 1 juta, bahkan 2 juta. Pada 2012, misalnya, film Habibie & Ainun berhasil menggaet 4,5 juta lebih penonton. Tahun 2013, ada dua film yang merebut lebih dari 1 juta penonton. Pada 2014, ada dua film Indonesia yang merebut lebih dari 1,4 juta penonton. Tahun 2015, ada tiga film Indonesia yang merebut lebih dari 1,2 juta penonton.
Tahun 2016, penonton film Indonesia melonjak tajam. Rekor jumlah penonton film Indonesia yang bertahun-tahun dipegang Laskar Pelangi, dipecahkan Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 dengan 6,8 juta lebih penonton. Di luar itu, ada dua film yang meraup 3 juta penonton lebih, tiga film merebut 2 juta penonton lebih, dan empat film membetot 1 juta lebih penonton.
Sebagian penonton adalah anak-anak muda, seperti terlihat antre di bioskop-bioskop.
Penonton muda
Apa yang membuat film Indonesia merebut kembali hati penonton Tanah Air, terutama anak muda? Laras, mahasiswa Jurusan Komunikasi Massa Universitas Bina Nusantara, Jakarta, merasa mendapat hiburan saat nonton film lokal.
”Alur ceritanya mudah dipahami, dan karena ikutan teman,” tutur Laras yang mengaku awalnya kurang suka nonton film.
Gracia Rosa Putri, mahasiswi Digital Communication Fakultas Green Economy and Digital Communication Surya University, Tangerang, Banten, punya alasan berbeda. Menurut dia, tema cerita yang beragam membuat ia tertarik nonton film Indonesia. ”Aku lihat dulu film apa yang lagi booming, baru deh nonton,” kata Gracia.
Dosen Kajian Film dan Televisi di Program Studi Film dan Animasi Fakultas Seni dan Desain Universitas Multi Media Nusantara, Makbul Mubarak, mengatakan, penonton, terutama anak muda, menonton film Indonesia karena ajakan teman, pengaruh media sosial, dan keinginan untuk melihat artis, penyanyi, atau Youtuber A, B main di sebuah film.
Latar belakang pemain film Indonesia masa kini yang sebagian komika, penyanyi, Youtubers, menurut Mubarak, ikut menjadi pertimbangan anak muda untuk nonton film. ”Para Youtubers, penyanyi, komika itu, kan, punya banyak pengikut. Nah, mereka mau lihat idolanya main film. Bahkan, ada yang nonton hanya untuk melihat, misalnya, Bunga Citra Lestari pakai hijab di film,” lanjut Mubarak.
Lebih dari itu, nonton film sekarang juga menjadi bagian dari kebiasaan anak muda untuk kongko. Mereka biasanya memilih gedung bioskop yang di dekatnya ada tempat makan dan nongkrong.
Mubarak mengatakan, soal mutu film sering tak jadi pertimbangan penonton muda. Asal yang mereka cari, umpamanya, soal bagaimana menjadi seorang traveler terpenuhi, cukuplah itu. ”Mutu film produksi dalam negeri tidak jelek. Banyak juga yang bagus, tetapi sering jumlah penonton tak berkorelasi dengan kualitas film,” kata Mubarak.
Ia mengingatkan, ke depan, para pembuat film Indonesia perlu terus meningkatkan kualitas karyanya agar bisa sebagus film Barat. Dengan cara itu, gairah menonton film Indonesia yang sedang bagus-bagusnya bisa dipertahankan. Syukur-syukur bisa ditingkatkan.
Saat ini cerita dalam film Indonesia, terutama yang ditujukan kepada penonton muda, sering lebay atau melow banget. Pembuat film sering terjebak membuat cerita yang isinya menghakimi, benar atau salah, hitam atau putih. Padahal, kehidupan yang sebenarnya, kan, kompleks.
Nah, bikinlah film yang bagus dengan cerita menarik. Penonton, termasuk anak muda, pasti mau datang ke bioskop untuk nonton. (TRI)