Uang Saku Didapat, Pengalaman Diraih
Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada DKI Jakarta bukan hanya menarik perhatian warga Jakarta, melainkan seluruh Indonesia, bahkan dunia internasional. Untuk itu sejumlah lembaga survei pun melakukan hitung cepat Pilkada DKI.
Sejumlah tenaga survei pun direkrut. Banyak tenaga survei berasal dari kalangan mahasiswa. Selain menambah pengalaman, honornya pun lumayan untuk menambah uang saku.
Untuk pelaksanaan polling, salah satu lembaga tepercaya, yaitu Pusat Penelitian dan Pengembangan Harian Kompas (Litbang Kompas), membutuhkan 14 tenaga, sementara untuk hitung cepat, dibutuhkan lebih banyak tenaga. Dalam hitung cepat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, lembaga tersebut merekrut 400 tenaga survei yang harus ke lapangan untuk menemui responden. Di luar itu, menunjuk 70 koordinator lapangan dan menugaskan 50 mahasiswa di pusat data. Total kebutuhan mencapai 520 orang.
Salah satu mahasiswa terbilang senior di tenaga survei adalah Ryan Arti Ruswandi (25). Alumnus Jurusan Bahasa Jerman Fakultas Pendidikan dan Keguruan Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta tersebut kini menjadi koordinator daerah pada hitung cepat Litbang Kompas. Ia mulai menjadi tenaga pelaksana polling Litbang Kompas tahun 2013. ”Sejak itu saya sering dipanggil ikut polling dan survei Litbang Kompas,” kata Arti.
Arti bisa bergabung karena ada seniornya pernah menjadi tenaga surveyor. ”Kami punya grup. Apabila Litbang Kompas perlu tenaga, akan diumumkan lewat grup kampus,” kata Arti. Ia mendapat keuntungan dari kegiatannya itu. Bukan hanya mendapat tambahan uang saku, melainkan dia juga menjadi lebih tahu informasi yang benar terkait dengan sebuah isu.
”Kami menjadi tahu mana info benar dan tidak lewat hasil polling atau survei Kompas. Selain itu honornya lumayan he-he,” katanya lagi.
Diusir responden
Kawan sekerjanya, Qibti Aliyah (21), mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, awalnya mendapat info dari kawannya agar melamar ke Kompas untuk menjadi tenaga polling dan survei pada akhir 2013. Sampai sekarang ia bertahan dan mendapat banyak pengalaman unik.
”Kalau dari polling enggak seberapa, tetapi menjadi surveyor bikin kaya pengalaman dan membuat aku lebih percaya diri,” urai Qibti.
Sepanjang menjadi surveyor di Pilkada DKI Jakarta, ia pernah diusir responden yang menolak di wawancara. Tak jarang Qibti menghadapi responden rewel. ”Banyak amat pertanyaannya, begitu mereka mengeluh. Kalau sudah begitu, saya keluarkan jurus merayu agar dia tetap mau menjawab pertanyaan,” ujarnya.
Usahanya itu berhasil, tak hanya mau menjawab pertanyaan, si responden ujung-ujungnya malah curhat kepadanya.
Surveyor lainnya, Arief Kurniawan (21), mahasiswa Sistem Informatika Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Nusa Mandiri Cengkareng, Jakarta, kini lebih bisa tersenyum. ”Dulu saya juga sulit berkomunikasi, sekarang sudah lancar,” kata pemuda bertubuh besar ini.
Kesulitan menjadi surveyor terutama saat mencari alamat responden. ”Tetapi, sekarang saya biasanya langsung ke kelurahan untuk tanya alamat. Cara itu memudahkan saya,” katanya.
Nasib lebih beruntung dialami Laeli Atik (21), mahasiswi Jurusan Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Indonesia Jakarta. Sepanjang menjadi surveyor dalam Pilkada DKI Jakarta, ia tak menemui kesulitan berarti. ”Di pilkada putaran pertama, izin ke RT, ke ketua tempat pemungutan suara di Manggarai Selatan, Jakarta Selatan, lancar. Aku malah dikasih makan siang,” kata gadis asal Slawi, Jawa Tengah, ini.
Dalam Pilkada DKI putaran kedua ia mendapat tugas di Kelurahan Grogol Utara, Jakarta Barat, lancar juga. Ia bahkan mendapat kue, air minum, dan makan siang seperti petugas lain di TPS. Masalah Laeli hanya sering kesulitan mencari alamat, maklum dia bukan orang Jakarta. ”Dulu sering sekali kesasar. Berkat kesasar sekarang saya hafal wilayah Grogol, Manggarai, Petogogan, Kemang,” kata Laeli.
Menjadi surveyor tak melulu cari honor. Mereka juga menjadi sarana belajar jujur dan bertanggung jawab. Apalagi Litbang Kompas—lembaga yang sangat kredibel, tepercaya, dan berintegritas—menyaring tenaga surveinya sangat ketat. Mereka yang berhasil menjadi anggota tim survei Litbang Kompas tentu memiliki sebuah kemampuan langka yang amat penting. (TRI)