Kota Batu di Jawa Timur pada bulan Juli—kabarnya sampai September—bisa jadi sedang dingin-dinginnya. Anggapan bahwa pentas musik bisa menghangatkan suasana adalah isapan jempol belaka. Walau begitu, sekitar 6.000 penonton betah duduk di atas lapangan rumput area Kusuma Agrowisata, tempat perhelatan Folk Music Festival (FMF) 2017 pada Sabtu (15/7) siang sampai tengah malam.
Elda Suryani, penyanyi dari duo Stars and Rabbit—yang baru naik panggung sekitar pukul setengah dua belas malam—mungkin lebih merasakan kehangatan di panggung. Ia dan teman-temannya disorot lampu panggung. Walau begitu, tetap saja ia mengaku kedinginan. ”My brain is freezing,” ujar Elda.
Band Payung Teduh yang main sebelumnya juga kedinginan. Is, sang vokalis dan gitaris, mengucapkan bahwa jari-jemarinya kaku. Comi, pemain bas yang berdiri di sebelah kanannya, sesekali merentangkan kedua tangannya seperti gerakan pemanasan olahraga.
Di bawah panggung, hawa dingin itu lebih meresahkan, apalagi kalau hanya melindungi diri dengan jaket poliester tipis. Aplikasi penunjuk suhu di ponsel menunjukkan angka 18 derajat celsius kala Payung Teduh melantunkan lagu ”Untuk Perempuan yang Sedang dalam Pelukan”. Lagu romantis itu tak membuat hangat.
Sebagian penonton di barisan belakang memutuskan untuk berdiri, melompat-lompat kecil, atau menggosok-gosokkan dua bilah telapak tangannya. Sementara penonton di baris depan hanya berdiri pada masa jeda pergantian penampil. Begitu mulai, mereka serempak duduk lagi. Memang, sih, kebanyakan lagu yang disuguhkan tidak membuat badan bergoyang.
Tembang Stars and Rabbit, ”Man Upon the Hill”, mengubah pemandangan festival itu. Orang-orang sontak berdiri menyongsong tembang terakhir dari Elda dan Adi itu. Sebagian orang menggoyangkan badannya mengikuti irama. Sedikit goyangan saja sebenarnya bisa membuat tubuh agak hangat. Apalagi disimak sambil menyesap minuman sari apel yang hangat itu.
Penyelenggara, kelompok organisator acara Soledad & The Sisters Co dari Surabaya, membuka gerbang bagi penonton sekitar pukul 11.00. Para pemegang karcis yang dijual dengan harga termahal Rp 150.000 per orang itu mulai antre memasuki arena.
Arena itu memang menempati lapangan sepak bola yang dikelola resor Kusuma Agrowisata. Panggung berukuran 14 meter x 12 meter bertengger di sisi terlebar lapangan. Latar belakang panggung adalah Gunung Panderman.
Bin Idris, bernama asli Haikal Azizi, berseloroh bahwa panggung seukuran itu pantas untuk menjamu Kantata Takwa, band rock legendaris beranggota banyak itu. Bin Idris tampil sendirian menjelang sore ketika matahari tak terlalu terik lagi. Ia membawakan lagu-lagu dari dua albumnya. Sebelum dia, Sandrayati Fay dari Bali juga bernyanyi dan main gitar sendirian.
Selepas Bin Idris, Iksan Skuter asal Malang naik panggung. Ia juga main hanya berteman gitar akustik buatan Bandung. Iksan membawakan balada nasib petani yang sawah maupun kebunnya makin tergusur akibat pembangunan vila demi industri pariwisata.
Dari mal
Itu adalah pengalaman pertama Iksan, Sandra, dan Bin Idris main di FMF. Sementara penampil lainnya, Float dan Silampukau, tak pernah absen dari perhelatan ini. ”Kami ingat pertama kali main di FMF waktu masih di mal di Surabaya. Sekarang sampai bisa seramai ini ya. Ini mimpi-mimpi para pembuatnya semakin terwujud,” kata Hotma Roni Simamora, vokalis Float.
FMF pertama pada Desember 2014 bertempat di pelataran mal Surabaya Town Square. Musik folk yang banyak bercerita tentang alam itu coba dikembalikan ke ”habitatnya”. Area danau buatan di Lembah Dieng, Kota Malang, dipilih jadi arena FMF kedua pada Mei 2016. Arena itu disesaki sekitar 5.000 orang, jauh melebihi dugaan panitia. Untuk perhelatan ketiga kali ini, penyelenggara mencari tempat yang lebih pas.
Bukan cuma dapat tempat yang lega, acara ini juga memanggungkan lebih banyak penampil. Dua di antaranya dari Pulau Kalimantan, yaitu duo Manjakani dari Pontianak dan Sugiarto Irine dari Samarinda. Selain itu, harga tiket jadi lebih mahal, tapi penontonnya tambah banyak. Sayang, penonton masih harus mengantre lumayan lama untuk buang air karena toilet terbatas. Padahal, hawa dingin, kan, bikin ingin bolak-balik ke toilet, ya.… (HEI)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.