Mengelola uang memang gampang-gampang susah, apalagi bagi kita yang mendapatkan jatah pas-pasan dari orangtua. Prioritas pun kudu dibuat supaya kita tidak kehabisan uang di tengah bulan.
Jajak pendapat Litbang Kompas akhir Agustus lalu memotret bagaimana kebiasaan mahasiswa di berbagai kampus dalam mengelola uang saku. Tiga dari empat sobat muda masuk ke dalam kelompok penerima rutin uang saku dari orangtua. Jajak pendapat dilakukan kepada 397 responden mahasiswa yang tersebar di Jakarta, Bandung, Medan, Palembang, Surabaya, Malang, Semarang, Yogyakarta, Bali, Pontianak, dan Makassar.
Tidak sedikit mahasiswa yang menyusun prioritas penggunaan uang. Hal ini diamini tiga dari empat sobat muda. Hampir 90 persen beralasan, prioritas disusun supaya tidak boros dan bisa berjaga-jaga kalau ada kepentingan mendadak.
Setiap bulan, sebagian besar uang saku dipastikan habis untuk makan dan minum. Menariknya, pengeluaran untuk menikmati hiburan, seperti nonton film, hangout, dan sekadar nongkrong ngopi-ngopi, justru ada di urutan kedua porsi pengeluaran mereka.
Pengeluaran untuk gaul pun lebih besar ketimbang alokasi uang untuk membeli buku atau fotokopi buku. Dalam sebulan, mahasiswa rata-rata menyisihkan anggaran Rp 100.000 sampai Rp 500.000 untuk kebutuhan hiburan.
Beli ”make-up”
Dengan pemasukan yang terbatas, mahasiswa pun harus pandai mengatur keuangan. Mereka harus memilih prioritas mana yang lebih penting. Salah satunya dilakukan mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Serang, Meigaluh Lajuwon (19), yang hidup merantau di Kota Serang.
Dia lebih memprioritaskan uang sakunya untuk membeli peralatan make-up daripada buku. Boleh dibilang, ia tidak pernah membeli buku untuk keperluan kampus karena kebutuhan buku sudah lengkap di perpustakaan dan bisa didapat secara online.
Dalam seminggu, Mei mendapat kiriman uang dari orangtuanya yang tinggal di Jawa Tengah Rp 300.000. Uang tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu, dia mendapat Rp 350.000 dari orangtua untuk membayar kos per bulan.
”Kalau uang yang biasa dikasih orangtua paling awet empat hari, itu kalau aku beli alat make-up. Namun, kalau lagi enggak beli alat make-up biasanya bisa lebih dari seminggu,” ujar Mei.
Selain dari orangtua, Mei mendapat tambahan uang saku dengan mengirimkan tulisan ke koran lokal. ”Kadang-kadang, aku mengirim tulisan ke koran lokal, biasa dapat Rp 50.000 sampai Rp 100.000. Beberapa kali juga dapat uang dari gebetan. Namun, biasanya, sih, cuma diajak makan gitu, tetapi lumayan jadi bisa ngirit,” ujar Mei sambil tertawa.
Kadang-kadang uang saku dari orangtua tidak cukup untuk menutup kebutuhan sehari-hari. Nah, sebagian mahasiswa berusaha menutupi kekurangan uang saku dengan bekerja sampingan (55 persen). Ada juga yang mendapatkan uang tambahan dari saudara (22 persen) atau mendapat beasiswa (18 persen).
Separuh dari sobat muda yang disurvei punya kegiatan sampingan untuk mempertebal isi kantong. Dengan cara itu, barulah mayoritas responden (83 persen) merasa cukup dengan uang saku yang diperoleh setiap bulan.
Upaya untuk memperkuat pundi-pundi uang juga dilakukan dengan menyisihkan sebagian uang untuk berinvestasi. Lebih dari sepertiga responden mengaku melakukan kebiasaan ini. Mayoritas jenis investasi yang dipilih adalah tabungan, ada juga yang mencoba membuka usaha sendiri ataupun patungan modal, belajar bermain saham, membeli logam mulia, dan reksa dana.
Chandra Nugraha, mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Garut, menambah uang saku dengan jualan cilok buatan orangtuanya. Sehari dia dapat upah Rp 30.000. Lumayan buat modal pacaran.
Dosen Administrasi Bisnis Universitas Parahyangan Bandung, Dian Sadeli, menceritakan, ia selalu mendorong mahasiswa mengubah gaya hidup dengan menabung. Beberapa kali, Dian mendapat curhat dari para mahasiswa mengenai kesulitan mengatur keuangan. ”Yang lucu, mereka kuliah sambil magang, tetapi tetap saja uangnya seret sampai tidak bisa menabung ataupun kalau punya tabungan, ya, tidak banyak. Namun, saya lihat mereka bawa handphone bagus,” katanya.
Pastinya banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengatur keuangan sehari-hari. Semua yang dilakukan semasa kuliah bisa menjadi pelajaran berharga untuk menapaki masa depan.