Demikian pula dengan Dinia Yuliani (19) dan Fathin Chalid (19), mahasiswa semester 3 Jurusan Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi, Jakarta. Mereka memfavoritkan salah satu dosen yang saat mengajar selalu santai dan terlihat ceria, terlebih lagi dalam menjelaskan materi. Ia selalu menyelipkan guyonan supaya mahasiswa tidak merasa bosan.
Tak hanya itu, dosen tersebut juga menjelaskan dengan cara yang berbeda dengan dosen lainnya. Biasanya ia selalu menjelaskan dengan cara memutar video atau menggunakan poster yang menarik. ”Dia itu ngajar-nya asyik, enggak bikin ngantuk, apalagi dia mengajar menggunakan video. Jadi mudah dipahami,” kata Dinia saat ditemui di kampus Universitas Yarsi, Jakarta, Rabu (27/9).
Dinia mengakui dosen favoritnya itu sedikit nyeleneh dan terbuka. Misalnya saja ketika menyindir tentang mahasiswa yang memiliki indeks prestasi kumulatif (IPK) tinggi. Sebab, menurut dosennya itu, mahasiswa yang punya IPK tinggi adalah orang yang jarang bergaul. ”Terkena” sindiran itu, Dinia pun pada keesokan harinya bergabung ke dalam organisasi kampus Tim Darurat Medis.
Tak hanya itu, dari segi berpakaian juga dirinya berbeda dari dosen lainnya. Ia selalu menggunakan pakaian santai, seperti menggunakan sepatu sneakers dan kemeja lengan pendek. ”Jadi kalau ngobrol sudah enggak canggung lagi,” kata Dinia sambil tertawa.
Sementara Fathin menyenangi dosen favorit yang selalu menyelipkan tausiahdalam setiap materinya. ”Jadi, selain belajar ilmu kedokteran, ilmu agamaku juga bertambah,” kata Fathin.
Dosen yang difavoritkan itu juga selalu memperhatikan setiap mahasiswanya. Selain selalu bersikap baik terhadap mahasiswa, dia juga tidak pernah membeda-bedakan mahasiswa. Terhadap mahasiswa pintar ataupun yang kurang pintar, dia selalu membantunya.
Berbeda dengan Zilla Meifanza (18) yang lebih memfavoritkan dosennya yang umurnya relatif masih muda. Ia juga selalu menjadi perwakilan Universitas Yarsi dalam setiap kompetisi kedokteran. ”Menurutku, dia lebih berwibawa ketimbang dosen lainnya. Dia itu punya aura yang lebih berwibawa ketimbang dosen lain,” kata Zilla.
Dosen interaktif
Banyak kriteria mahasiswa untuk dosen favorit. Selain seperti diceritakan di atas, dosen yang interaktif kini semakin menjadi favorit. Tommy Gunawan, mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Padjadjaran, Bandung, yang sedang magang di sebuah perusahaan swasta di Jakarta, Selasa (26/9), mengatakan, ”Walaupun sudah berumur, dosen yang humoris dan nyambung dengan gaya anak-anak muda ternyata masih ada, lho. Padahal, dosen itu mengajar mata kuliah Penelitian Kualitatif yang sebetulnya susah.”
Rugi rasanya kalau tidak masuk ke kelas dosen itu. Mendengarkan materi yang susah menjadi terasa gampang. Mahasiswa diajak mendalami teori-teori penelitian kualitatif, tetapi dengan pendekatan riil. ”Bayangkan saja, setiap materi kerap diselingi pengalamannya mewawancarai anak-anak jalanan,” kata Tommy.
Dibandingkan dosen lain, Tommy melihat dosen terfavoritnya itu bisa bersikap adil dalam memberikan perhatian di kelas. ”Enggak pilih-pilih. Banyak dosen masih cenderung memperhatikan anak-anak yang pintar atau suka mengajukan pertanyaan. Sementara dosen favorit saya ini bisa adil. Semua mahasiswa dibikin aktif berpendapat. Juga humoris banget,” ujar Tommy.
Daniel Pradina Oktavian, mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, mengatakan, dosen favoritnya cerdas. Materinya enggak hanya diberikan kaku dari teori-teori di buku, tetapi juga diperkuat dengan kejadian-kejadian aktual.
”Nah, dosen saya ini bisa ’memaksa’ mahasiswa untuk berpikir dan berbicara, aktif di kelas. Maklum dosen ini mantan aktivis kampus. Orangnya heroik, jadi materi yang dikasih bisa lebih hidup. Enggak bikin ngantuk,” kata Daniel.
Lain halnya bagi Carolina Septia Yuka, mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. ”Semua dosen, sih, sama saja. Enggak ada, tuh, yang bikin saya nge-fans atau serasa (dosen ini) aku banget,” kata Yuka.
Menurut Yuka, dosen favorit itu tergantung personalitasnya. Banyak dosen cerdas, tetapi cara mengajarnya tidak relevan dengan kondisi zaman sekarang. Itu bisa jadi dosennya kurang bergaul. Akibatnya, dosen terus-menerus tergantung pada buku-buku teks.
Punya dosen favorit atau tidak, mahasiswa tetap harus semangat, ya! (OSA/**)