Jurus Mahasiswa Antimanja
Namun, ada mahasiswa yang beruntung karena kedua orangtuanya mampu membayar puluhan, bahkan ratusan, juta rupiah demi mewujudkan impian anaknya kuliah. Bahkan, mereka masih menyokong si anak dengan memberi kendaraan pribadi, uang saku besar, uang bensin, plus membayar biaya lain yang juga tidak murah.
Meski memiliki kemudahan dari segi biaya, mereka juga sama dengan mahasiswa lain pada umumnya. Mereka tetap harus rajin kuliah, tidak dapat mengelak tugas dari dosen, giat belajar agar tak perlu mengulang kelas yang sama tahun berikutnya, dan mesti berjuang mencari peluang mencari uang.
Simak pengalaman Divina Narinder Kumar, mahasiswa Jurusan Marketing Universitas Internasional Bina Nusantara, Jakarta. Dia memperkirakan biaya kuliahnya hingga selesai sekitar Rp 330 juta.
Pada awal tahun ajaran pertama, sebagai calon mahasiswa Divina membayar biaya masuk Rp 60 juta. Tentu saja uang itu dari orangtuanya, bukan uangnya sendiri. Selain itu, dia harus membayar biaya SKS yang jumlahnya berbeda tiap semester. Mendekati tahun terakhir masa kuliah, uang SKS berkurang karena jumlah mata kuliah yang dia ambil makin sedikit.
”Biaya itu belum termasuk jika saya terpaksa mengulang kuliah. Amit-amit, jangan sampai saya tidak lulus dan harus mengulang mata kuliah tertentu,” kata Divina di kampusnya di kawasan Jakarta Selatan, Senin (2/10).
Di luar biaya per semester, Divina masih mengeluarkan biaya untuk makan dan transportasi. Dari rumahnya di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat, Divina mengeluarkan uang untuk membeli bensin dan membayar jalan tol sekitar Rp 100.000 per hari.
Untuk makan di kampus, minimal dia mengeluarkan Rp 70.000 per hari. ”Jika ada kuliah malam, berarti saya harus mengeluarkan uang untuk makan malam,” ujar Divina.
Dia memperkirakan biaya hidup sebulan dengan lima hari kuliah pada Senin-Jumat, total dia merogoh kocek sekitar Rp 3,4 juta. Semua itu belum termasuk biaya kalau dia ingin nongkrong dengan teman-temannya. Itu sebabnya perempuan berdarah India ini bekerja paruh waktu untuk mencari pengalaman dan uang saku.
”Saya bekerja sebagai event planning di salah satu restoran di kawasan Kuningan. Saat waktu luang, saya menjadi koreografer tari India. Lumayan, minimal dari kegiatan itu, saya bisa nongkrong dengan teman-teman,” kata Divina yang berpenampilan sederhana. Barang-barang yang ia pakai sebagian bukan barang bermerek.
Sebagai koreografer tari India, Divina memperoleh minimal Rp 1 juta per lagu. Tarian itu biasanya ditampilkan pada pesta perkawinan warga keturunan India. Padahal, perkawinan warga India dapat berlangsung sampai seharian penuh. Jadi, seorang koreografer dapat menerima order untuk 10 lagu sekaligus.
”Lelah, tetapi mengasyikkan,” ucap Divina yang juga kerap menerima permintaan mengajar tari privat siswa SD untuk pementasan di sekolah. Meski mendapat banyak tawaran mengajar privat, Divina tidak dapat menerima semuanya karena ingin fokus untuk menyelesaikan kuliahnya.
Transportasi umum
Mahasiswa Universitas Binus lainnya, Christian Josef Wirawan, memilih naik bus umum ke kampus. Dia beralasan, orangtuanya telah mengeluarkan biaya mahal untuk membayar kuliah. ”Saya tidak ingin membebani orangtua. Dengan naik transportasi umum, saya dapat menekan pengeluaran per hari hingga sebulan hanya habis Rp 1 juta,” katanya.
Begitu pula dengan mahasiswa Universitas Binus lainnya, Divi Rheindesan Gurtika, yang orangtuanya bekerja di perusahaan perminyakan ternama. Dia memilih naik ojek daring (online) sehingga ongkos ke kampus hanya Rp 6.000 sekali jalan. ”Uang saku selebihnya untuk makan atau kebutuhan kuliah yang lain,” ujarnya.
Agak berbeda dengan Salma Savira, mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang. Dia setiap hari ke kampus membawa kendaraan pribadi. Anak bungsu dari dua bersaudara ini tidak pernah kesulitan secara finansial. Dia pun jarang membeli sendiri bensin karena biasanya sang ayah yang membelikan tiap kali persediaan bensin di mobilnya menipis.
”Rumah saya di daerah Tidar, jauh dari kampus. Di Malang susah mencari angkot. Beda dengan ketika saya SMP, ke mana-mana naik angkot. Saat SMA, saya kadang-kadang membawa mobil ke sekolah atau diantar karena jarak dari rumah ke sekolah 30 kilometer,” tutur Salma yang setiap minggu mendapat uang saku sekitar Rp 500.000-Rp 600.000.
Belakangan ini, Salma tertarik memulai mencari penghasilan dan mencari pekerjaan sambilan seperti banyak teman kuliahnya. ”Semula saya tidak berpikir segera bekerja saat kuliah, tetapi melihat teman-teman punya kesibukan lain, saya iri. Ingin belajar kerja dan berusaha seperti mereka,” katanya.
Dia juga menahan diri tidak sering meminta tambahan uang saku kepada ayah dan ibunya. ”Kecuali untuk kebutuhan mendesak, seperti membeli kado untuk teman dekat. Tidak enak kalau hanya memberi hadiah yang biasa-biasa saja,” ujarnya.
Sukses diri
Psikolog Teman Hati Konseling, Ajeng Raviando, mengatakan, mahasiswa kaya yang tetap mau bekerja dan tidak mau berfoya-foya memanfaatkan uang orangtuanya menunjukkan orangtua berhasil menanamkan kepada anak-anaknya hidup adalah perjuangan. Mereka harus sukses karena diri mereka sendiri. Orangtua hanya memberi fasilitas dan kesempatan, tetapi mereka harus berjuang.
”Mereka beruntung datang dari keluarga mampu. Namun, orangtuanya berhasil mengajarkan mereka agar mau berusaha untuk hidup mereka kelak. Tidak bisa hanya seenaknya menghamburkan uang,” tutur Ajeng yang lulusan Universitas Indonesia ini.
Hidup berkecukupan saat ini tidak menjamin mereka akan hidup senang selamanya. Uang dan harta yang ada saat ini masih milik orangtua, bukan milik si anak. ”Tinggal si anak bisa tidak dia memanfaatkan semua fasilitas dan kesempatan untuk bekal hidup mereka kelak. Jika dia tetap mau berusaha dan bekerja sekalipun punya uang melimpah, dia akan sukses menjadi diri mereka sendiri. Berani menghadapi tantangan hidup,” papar Ajeng.
Apa pun kemampuan finansial orangtua, sebagai mahasiswa tetap harus berjuang untuk masa depan mereka sendiri. Bagaimanapun, masa depan mereka, ya, ada di tangan mereka sendiri, bukan di tangan orangtua atau orang lain. (TIA/OSA)