Tugas liputan Synchronize Fest tahun ini enggak cuma dikerjakan wartawan harian Kompas. Ada empat orang beruntung yang mendapat akses gratis masuk ke arena. Kami memilih magangers Kompas Muda yang memang sudah biasa menulis di Kompas Muda dan mahasiswa yang menjadi rajin menulis di situs muda.kompas.id.
Enggak cuma mengerjakan tugas dari kami, mereka juga bisa menikmati semua panggung musik di Sync Fest. Jangan ditanya deh bagaimana rasanya, yang pasti seru banget.
”Selama tiga hari meliput acara ini, saya dapat pelajaran berharga. Menjadi seorang wartawan bukanlah pekerjaan mudah. Seorang wartawan harus tekun, disiplin, tetapi juga bahagia,” kata Benediktus Tandya Pinasthika dari SMA Kolese Kanisius Jakarta yang ikut meliput Synchronize Fest.
Ito, panggilannya, bisa menonton langsung penampilan band favoritnya, seperti Kahitna dan Payung Teduh. Dia juga terkagum-kagum dengan Ebiet G Ade yang, meski tak muda lagi, tetap semangat tampil bagi penonton yang seumuran Ito.
”Penonton bisa merasakan kebersamaan dengan musisi idolanya. Atmosfer baru seperti itulah yang saya rasakan,” lanjut dia. Ia sempat mewawancarai band Voice of Baceprot, pendiri Demajors David Karto, bahkan ”mencegat” Yovie Widianto untuk obrolan singkat.
”Menikmati festival sambil liputan adalah kombinasi terbaik yang pernah saya alami.”
Faizah Diena Hanifa, dari SMA Negeri 2 Cibinong, Kabupaten Bogor, baru pertama kali menonton duo Kimokal. Diena, panggilannya, ternyata suka dengan penampilan Kimo dan Kalulla itu. Maka, dia bertekad mewawancarai mereka.
”Pertamanya nervous banget, sampai nge-blank dengan nama mereka. Gue berusaha tenang, tuh. Akhirnya beres juga, sih. Ada satu reporter dari media lain yang nasehatin gue untuk selalu inget nama narasumber yang sedang diwawancarai,” kata Diena.
Gregorius Aldi Bagaskoro dari Universitas Bina Nusantara sempat kena macet lima jam ketika menuju lokasi acara ini. Kejenuhan selama macet itu ia anggap sandungan kecil belaka. Sebab, ia begitu gembira bisa berada dekat Presiden RI Joko Widodo yang sama-sama menyaksikan Ebiet G Ade.
”Di hari terakhir (Minggu), gue ajak adik dan keluarga gue untuk nonton Kla Project. Keluarga gue penggemar Kla Project. Bahkan nama belakang gue sama dengan nama belakang vokalisnya (Katon Bagaskara),” kata Aldi. Wah, sepertinya dia bersua dengan ”saudara” beda nasib, ya.
Gregorius Bernardino Saragih dari SMA Kolese Gonzaga Jakarta tergopoh-gopoh datang arena karena kejebak macet. ”Naik kereta walau murah ternyata bukan pilihan tercepat. Hampir semua acara gue telat, he-he-he,” katanya.
Ia sangat menikmati atmosfer acara. Saking asyiknya, pada hari ketiga, Ben, panggilannya, kecapekan. ”Lama-kelamaan jadi hambar walaupun pada saat tertentu masih ada keseruannya juga. Serunya adalah dapat kesempatan lihat artis-artis idola dari jarak dekat dan berbagi pengalaman itu dengan teman-teman,” tuturnya.
Kalau kata Ben, festival ini adalah acara yang tepat buat anak muda. Nah, tahun depan, siapa tahu kamu yang terpilih. Oh, ya, jangan lupa, kalau kamu-kamu mau baca tulisan dan foto hasil liputan mereka, silakan baca di situs muda.kompas.id. (HEI/SIE)