Industri kreatif tak terbatas oleh ruang dan waktu. Generasi milenial bisa menumpahkan segala macam idenya di mana saja. Akhir pekan lalu, dua acara di Jakarta memberikan ruang gerak yang leluasa bagi generasi milenial untuk berkreasi. Keduanya itu, Indonesia Comic Con 2017 dan Siberkreasi Netizen Fair 2017.
Selama dua hari, Jakarta Convention Center (JCC) dipenuhi para jagoan, baik tokoh komik lokal maupun internasional. Spiderman, Deadpool, Boba Fett, Ksatria Baja Hitam, Harley Quinn, Power Rangers, dan lainnya mondar-mandir berseliweran. Itulah konvensi tokoh komik dan film internasional, Indonesia Comic Con 2017.
Hall A dan B di JCC itu ibarat sebuah dunia khayal. Pengunjung dengan pakaian biasa saja, sama banyaknya dengan mereka yang berkostum. Mereka berdandan mengikuti tokoh-tokoh idolanya dalam komik ataupun film. Tak semuanya memerankan jagoan. Ada yang ”berdarah-darah” menjadi zombie, dan ada yang kesusahan memakai helm menjadi Predator, seperti dari film Alien Vs Predator.
Di panggung utama, pemeran tokoh Tommy Oliver dalam film serial Power Rangers, Jason David Frank sedang duduk sibuk menjawab pertanyaan para penggemarnya. Selain itu, hadir Daniel Logan, pemeran Boba Fett muda di film Star Wars: Episode II–Attack of the Clones.
Karakter dari Indonesia tak mau kalah, meski jumlahnya tak banyak. Komikus Is Yuniarto, yang moncer berkat komik Garudayana juga dikerubuti penggemarnya. Dalam komik yang terbit sejak 2009, Is menggabungkan karakter wayang dengan gaya manga. Maka jadilah tokoh Gatotkaca bermata belo, seperti umumnya karakter manga.
”Pada dasarnya, penggambaran Gatotkaca versi Indonesia itu menyerupai Superman. Gatotkaca sudah dikenal masyarakat Nusantara jauh lebih dulu. Saya ingin mengenalkan lagi karakter wayang kepada anak muda lewat komik,” kata Is.
Komikus asal Bandung, Ario Anindito, juga menyisipkan elemen Indonesia dalam karya-karyanya untuk studio besar DC Comics, dan Marvel. Salah satu yang sempat bikin heboh adalah karakter Macan Cisewu yang nongol di punggung tokoh Deadpool, di komik Secret Empire United #1.
”Saya waktu itu dapat berita kalau si macan bermuka baik itu mau dirobohkan. Itu bikin patah hati. Sudah banyak orang yang suka sama si macan. Jadi saya masukkin gambarnya untuk mengenang jasa-jasanya si macan,” kata Ario, yang jadi ilustrator untuk Marvel sejak 2014 ini. Dua tahun sebelumnya ia bekerja untuk studio DC.
Unsur Indonesia lainnya yang pernah ia sisipkan adalah parodi koran bernama Pikirin Rakyat dan Kompos yang menempel di sebuah panel komik Agents of Shield. ”Itu menunjukkan identitas saya sebagai komikus dari Indonesia. Cara itu juga untuk bersenang-senang ketika kerja dikejar deadline,” katanya.
Gambar-gambar yang dibikin Aryo, Is, dan komikus lainnya bisa jadi adalah rekaan semata. Namun, prestasi yang ditorehkan adalah bentuk kerja keras yang nyata. Indonesia Comic Con adalah perpaduan dua dunia itu. Tak mengherankan, panitia memasang spanduk besar di atas pintu keluar bertuliskan, ”Selamat Datang Kembali di Dunia Nyata.”
Di sisi lain, kemajuan teknologi informasi memberi ruang berekspresi lebih luas bagi generasi milenial. Gerakan Nasional Literasi Digital ”Siberkreasi Netizen Fair 2017” yang berlangsung di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, pada 27-28 Oktober 2017, menggaungkan energi positif dengan pendidikan literasi digital.
Dalam sesi Digitalk, Ketua Umum PARFI Marcella Zalianty, yang juga menjadi Komite Ekonomi Industri Nasional bidang Industri Kreatif, mengatakan, Siberkreasi sebagai tanggung jawab moral bersama bangsa untuk merespons ancaman berita hoaks yang bertebaran di media sosial.
”Pertumbuhan pengguna internet yang masif membuka ruang untuk berbagai penyalahgunaan, di antaranya, radikalisme digital, penyebaran konten-konten negatif seperti hoaks, cyber bullying, dan online radicalism. Aktor dan tokoh publik pun kerap menjadi korban hoaks. Ini disebabkan rendahnya literasi digital,” kata Marcella.
Literasi rendah
Hal senada diungkapkan pendiri Idtalent.id, Putra Nababan. Dia mengatakan, sebetulnya kesadaran akan rendahnya literasi digital bisa dilawan.
”Ajak saja pengguna internet untuk memiliki kesadaran agar tidak mudah share tanpa menyaring. Informasi yang seliweran di media sosial semestinya tidak begitu saja dipercaya sebagai sebuah kebenaran. Masih banyak kok media tepercaya yang bisa dikonfirmasi kebenaran atas segala informasi yang beredar di media sosial,” kata Putra.
Di tempat acara, kampanye literasi digital mengingatkan dengan berbagai spanduk bertuliskan, antara lain, ”Saring Sebelum Sharing”, ”Jempolmu Harimaumu”, ”Hack Your Brain with a Positive Things”, ”Banyakin Pujian. Bukan Hujatan”, ”The World Has Enough Critics. Be an Encourage”, dan ”Lebih Baik Fitness daripada Fitnah”.
Walaupun hanya berlangsung selama dua hari, Siberkreasi menjadi ajang temu dan saling berbagi ilmu ataupun informasi. Tak sedikit warganet yang berkunjung menanyakan berbagai hal, termasuk membuka jejaring kreativitas. Banyak vloger menimba ilmu untuk menciptakan dan mencari wadah agar video kreatifnya bisa semakin berkualitas. (OSA/HEI)