Hubungan Akrab yang Semakin Cair
Air muka Prasetyo (33), dosen di salah satu sekolah tinggi di Jakarta, sontak berubah begitu membuka layar ponselnya. Saat itu sudah lebih dari pukul 21.00. Ada pesan masuk dari mahasiswanya. Setelah membacanya, dia geleng-geleng kepala.
Isi pesan itu kira-kira begini, ”Udah baca e-mailgw blom? Cek dong.”
Setiap mengajar, dosen itu berusaha mengakrabkan diri dengan mahasiswanya. Di kelas, ia bahkan enggan dipanggil ”Pak”, tetapi ”Kak” atau ”Mas”. Di luar kelas, Pras biasa nongkrong di kantin yang sama dengan mahasiswanya, bahkan duduk di meja yang sama.
”Saya kenal mahasiswa (yang kirim pesan) ini. Dia memang akrab dengan banyak dosen, termasuk saya. Tetapi ya sudah jam segini, dia masih bertanya soal tugas yang harusnya dikumpulkan sejam lagi. Tanpa ada salam pula,” katanya tersenyum kecut.
Hal itu menjadi dilema bagi dirinya. Di satu pihak, ia tidak ingin ada batas kekakuan antara pengajar dan siswanya. Namun, di sisi lain, ada etika yang semestinya dijunjung kedua belah pihak. Penggunaan kalimat di pesan singkat sering mengganjal dirinya.
Selain urusan pesan singkat, Pras sering berdecak heran menyimak kiriman tugas anak didiknya melalui surat elektronik (surel). ”Tugasnya memang terlampir. Tetapi badan surat kosong, enggak ada kalimat pengantar, atau sekadar salam, ataupun ucapan terima kasih,” katanya.
Pras dan dosen lainnya bisa jadi tidak mengharapkan sopan santun yang kaku. Namun, urusan menulis kalimat pengantar dalam badan surel adalah etika umum yang semestinya dipakai. Terlebih lagi jika penerima berposisi lebih tinggi daripada pengirim.
Pergaulan antara dosen dan mahasiswa memang tidak pernah tertulis. Namun, beberapa kampus mengeluarkan pedoman etika berkomunikasi lewat telepon genggam dengan dosen. Fakultas Teknik Universitas Indonesia adalah salah satu kampus yang mengeluarkan edaran itu.
Walau ditujukan untuk civitas kampus itu, pedoman mungkin bisa dipakai sebagai pegangan mahasiswa.
Etika pertama, memperhatikan waktu pengiriman pesan. Sebaiknya pesan tidak dikirimkan pada waktu istirahat atau jam ibadah. Batasan waktunya sampai pukul 20.00.
Etika lainnya, pesan sebaiknya diawali dengan sapaan. Menyapa dan meminta maaf karena mengganggu waktu sang dosen. Jangan lupa, sebutkan nama dan kelas karena dosen bisa mengajar lebih dari satu kelas.
Setelah itu, sampaikan tujuan menghubungi dengan singkat dan jelas. Yang terakhir, pakailah bahasa yang baku.
Tahu batasan
Dyn Anugerah, mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, berbagi tips perihal berkomunikasi yang asyik dengan dosen. Berdasarkan pengalamannya, ia sering mengajak dosennya berdiskusi tentang hal-hal akademik. Tidak cuma itu, obrolan tentang pengalaman dosen ketika menjadi mahasiswa adalah cerita seru yang bisa bermanfaat baginya.
”Seringlah memberikan 3S, yaitu senyum, salam, dan sapa kepada dosen di mana pun, baik di kampus maupun di luar. Cara itu bisa memberi kesan positif kepada kita sebagai mahasiswa. Jadi, kalau suatu saat kita ada perlu dengan dosen itu, rasanya sudah tidak canggung lagi,” kata Dyn.
Selain itu, Dyn menganggap dosennya adalah teman sekaligus orang tua. Dia sering menceritakan keluh kesahnya kepada teman-teman atau orang tua. Jika dilakukan ke dosen, keakraban bisa tercipta.
Beberapa cara di atas mungkin bisa membantu memecah kebuntuan kalian yang sedang dicuekin dosen. Pandai- pandailah mengambil hatinya, seperti kamu merebut perhatian pacar. (HEI)