Banyak cara untuk mengenal kebudayaan, terutama karena Indonesia begitu kaya dengan peninggalan kebudayaan di seluruh wilayahnya. Mulai dari membaca buku, menonton film, hingga berkunjung langsung ke lokasi kebudayaan tersebut. Salah satu daerah dengan hasil kebudayaan melimpah adalah wilayah Semarang, Solo, dan Yogyakarta.
Ketiga kota itulah kami, 40 peserta dari 13 universitas dan 25 SMA se-Indonesia, yang mengikuti kegiatan World Heritage Camp Indonesia (WHCI) pada 10-17 September 2017. Acara itu bagian dari program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bertema ”Warisan Industri Membentuk Peradaban”.
Kami bersama-sama menelusuri lebih lanjut mengenai kebudayaan hingga aktivitas industri dan perdagangan yang memiliki sejarah besar di Indonesia.
Acara bermula di Candi Sewu, bagian dari kompleks Candi Prambanan, Yogyakarta. Momen pembukaan kegiatan WHCI sungguh mengesankan karena berlangsung pada malam hari dengan latar belakang kompleks candi nan megah serta berkilau dengan lampu sorot.
Keesokan harinya, semua peserta melihat langsung proses rekonstruksi candi serta pengelolaan kompleks Candi Prambanan sebagai warisan dunia.
”Saya belajar mengenai sulitnya merawat candi dan betapa mahal biaya perawatan tersebut. Satu candi kecil dapat menghabiskan biaya hingga Rp 100 juta,” ujar Febriska Noor Fitriana, mahasiswa Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Industri gula
Peserta bukan hanya berkunjung ke bangunan bersejarah. Kami juga datang ke beberapa tempat yang memiliki kaitan dengan industri gula, seperti perkebunan tebu di Klaten, Jawa Tengah. Hasil dari perkebunan tersebut kemudian diangkut ke Pabrik Gula Tasikmadu di Solo, kota kedua dalam agenda kami.
Dari Solo, kegiatan WHCI berlanjut ke Semarang. Selama di perjalanan, peserta mendapat penjelasan dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) tentang perkeretaapian di Indonesia.
Peserta singgah di Stasiun Semarang Gudang, stasiun kereta api pertama di Indonesia. Pada masa lalu, stasiun ini bagian dari jalur perdagangan gula di Jawa. Stasiun Semarang Gudang kini adalah stasiun kereta api nonaktif di Tanjung Mas, Semarang Utara, Semarang. Sebelum berhenti beroperasi, stasiun ini menjadi terminal peti kemas selama berapa dekade.
Stasiun kereta api ini dibangun pada tahun 1867 oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), perusahaan kereta api Hindia Belanda. Setelah melihat langsung kondisi stasiun yang kini tidak beroperasi lagi, peserta pun ke Lawang Sewu, salah satu tenggara Kota Semarang.
Lawang Sewu dalam bahasa Jawa berarti seribu pintu. Nama tersebut berawal dari kondisi gedung ini yang memiliki sangat banyak pintu sehingga masyarakat sekitar untuk mudahnya menyebut gedung dengan seribu pintu. Di gedung ini pun kami belajar mengenai sejarah perkeretaapian.
Mencari solusi
Seusai kunjungan, kami, peserta WHCI, menjadi perwakilan kelompok atau badan tertentu bersidang. Meski sidang berlangsung dalam suasana sangat serius, semua terasa menyenangkan. Kami antara lain memberi rekomendasi usulan Kota Lama Semarang yang sebelumnya diusulkan untuk menjadi warisan budaya dunia UNESCO.
Peserta WHCI memberi poin rekomendasi zonasi atau batas wilayah pengusulan Kota Lama Semarang yang juga meliputi kawasan pesisir pelabuhan, Pekojan, Kauman, dan Pecinan. Selain itu, peserta juga mengusulkan terkait pemangku kepentingan dan faktor yang mengancam area Kota Lama Semarang, seperti rob alias banjir karena air laut pasang.
”Selama ikut WHCI, hal yang paling berkesan adalah saat sidang untuk rekomendasi Kota Lama Semarang. Saya juga bertemu dengan teman dari seluruh Indonesia yang mengajari berbagai pengalaman dan kebudayaan dari daerah mereka,” ujar Erlangga Satriadji dari SMA Negeri 10, Bandar Lampung.
Pada malam penutupan, peserta pentas membawakan tarian khas Semarang. Kami takjub karena persiapan kurang dari enam jam, tetapi kami mampu melakukannya. Sungguh, pengalaman ini memberi sejarah berarti kepada diri kami masing-masing dengan beribu pengalaman dan sejuta kenangan.
Penulis: Ramadhana Afida Rachman, Mahasiswa Jurusan Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia