Perjalanan dan Lompatan yang Berani
”Wah, rasanya enggak percaya bisa bertemu Mas langsung di sini,” kata Rio (24). Ia agak terbata-bata berjumpa dengan Bagus Dwi Danto, ”mas” yang ia sebut sebelumnya. Saat itu, Danto sedang menelusuri gang-gang kecil di kota tua Sawahlunto, Sumatera Barat, Sabtu (4/11).
Itu kali pertama Danto yang bernama panggung Sisir Tanah main di Pulau Sumatera. Ia mengobrol tak menentu dengan orang-orang yang ia temui di kota kecil itu. ”Saya senang suasana kota ini, tenang dan tidak tergesa,” katanya dalam suara yang sayup-sayup.
Berkaus hitam bertuliskan ”Jogja Ora Didol”, ia berbincang singkat-singkat dengan penjaga karcis bioskop empat dimensi, dengan uni dan uda penjual obat di Pasar Remaja, dengan Bang Tonjang pedagang bakso yang mangkal di Lapangan Segitiga sejak awal 1990-an, juga dengan Uni Merry, kapster yang menjadikan ruang tamu temaramnya sebagai salon.
Masih ada dua jam sebelum jadwal cek audio panggung. Waktunya masih senggang. Sorenya terlalu hangat untuk disia-siakan. Kotanya terlalu cantik untuk diabaikan. Rambutnya terlalu panjang—menggondrong sejak tujuh tahun silam—untuk dibiarkan lepek.
”Main jam berapa nanti malam?” kata Uni Merry, yang akhirnya mempersilakan Danto bertamu di ruang berkelir kuning kusam itu, setelah mengajak tetangganya, Uni Susy, bergabung. Jadwal tampilnya pukul 22.00, tetapi ternyata ngaret. ”Ya, nanti kami nontonlah. Siapa tahu berjumpa lagi,” kata Uni Susy.
Orang-orang Sawahlunto tak tahu- menahu siapa sosok jangkung yang mereka temui itu. Namun, dari tampilan yang nyentrik itu, mereka menduga-duga bahwa ia adalah salah satu penampil di acara Sawahlunto International Music Festival 2017 atau Simfes itu.
Berbeda dengan Rio Jo Werry. Mahasiswa Universitas Bung Hatta, Kota Padang, itu tahu betul Sisir Tanah. Ia rela melibas perjalanan empat jam berboncengan sepeda motor dengan temannya. Perjalanan mereka tak lancar, bukan karena mogok di tanjakan Sitinjau Laut yang ganas itu, melainkan harus berteduh beberapa kali didera hujan. Sepatunya masih belum kering benar.
Ia membawa kabar bahwa teman- temannya di Padang sedang gandrung pada album Woh karya Sisir Tanah yang keluar pada trimester pertama tahun ini. Rio, yang sedang mengembangkan portal Nadaminor itu, girang bukan kepalang bertemu Sisir Tanah untuk pertama kalinya. Tangannya agak gemetar ketika berjabatan.
”Lagu-lagu Sisir Tanah sering kami putar ketika ada aksi atau acara diskusi,” kata Rio menceritakan pengalaman pertamanya mendengar lagu Sisir Tanah. Acara aktivisme yang ia maksud itu umumnya mengusung isu lingkungan ataupun hak asasi manusia.
Danto, yang sehari-hari tinggal di Bantul, Yogyakarta, punya kepedulian tinggi pada isu-isu itu. Kepeduliannya terekam dalam sepuluh lagu di album Woh yang diproduseri Yayasan Kajian Musik Laras, Yogyakarta. Ia juga sering berpentas di daerah-daerah sarat konflik, seperti di Rembang (Jateng) dengan isu semennya dan Kulon Progo (Yogyakarta) dengan isu penggusuran lahan pertanian.
Pentasnya di Sawahlunto malam itu agak ”melenceng”. Ia dan musiknya hadir sebagai pemberi hiburan. Hiburan bagi warga kota yang sedang bertransisi dari kota tambang menjadi kota wisata masa lampau (heritage).
”Keelokan kota harus tetap dijaga supaya orang-orang masih tetap mau berdatangan ke Sawahlunto,” kata Danto di panggung, tepat ketika purnama berkilauan. Ia pun membawakan ”Lagu Hidup” yang lariknya mengingatkan pendengarnya untuk jadi berani. ”Jika orang-orang serakah datang, harus dihadang.”
Sisir Tanah naik panggung sebagaimana biasanya, sendirian, menyandang gitar akustik Cole Clark, yang belum lunas itu. Namun, di paruh akhir pertunjukan, ia ditemani band pop akustik/folk asal Padang, Lalang. Mereka baru bertemu ketika sesi mengecek audio. Kolaborasi itu berlangsung tanpa latihan, hanya berbincang-bincang.
Kolaborasi
Pada pentas sebelumnya, Sisir Tanah juga menjalani kolaborasi. Pentas itu terjadi di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Kamis (2/11), dalam tajuk ”Harus Berani Beragam”. Ketika itu, Danto ditemani pemain gitar Ragipta Utama, Nadya Hatta (piano, keyboard), juga Jasmine Alvinia Savitri (vokal latar). Kolaborator lainnya adalah Bambang Nurdiansyah yang bertanggung jawab untuk urusan visual panggung dan FJ Kunting dengan aksi teatrikalnya.
Pentas sekitar dua jam itu di luar pakem Sisir Tanah. Biasanya, Danto hanya tampil sendirian. Sesekali Gipta ikut menemani, mengisi sisi melodi gitar, sementara Danto menggenjreng dengan bunyi seperlunya. Penampilan paling ”ramai instrumen” terjadi ketika ia meluncurkan album, Mei silam di Yogyakarta. Musiknya yang sepi ngelangut itu jadi lebih ramai.
Namun, pentas di BBJ menyuguhkan sepi yang berbeda. Aksi gerak tubuh FJ Kunting dan permainan gambar sebagai latar oleh Bambang memberi rasa lain. Lagu ”Konservasi Konflik” yang lirik sinisnya menyampaikan banyak pembunuhan itu terasa punya banyak dimensi lain. Sementara ”Lagu Baik” yang menyiratkan optimisme jadi lebih membuai dan menghangatkan mata.
”Kolaborasi itu adalah bentuk lompatan saya yang lebih tinggi. Saya harus berani ambil risiko itu,” kata Danto. Perjalanan bermusiknya ia analogikan seperti melompat ke dalam kolam. Ia pernah berlama-lama main sendirian, merekam lagu sendiri, dan menaruhnya di Soundcloud supaya bisa diunduh lebih mudah.
Namun, cara itu tak cukup. Ada dorongan dari teman-temannya untuk membuat album. Pendokumentasian dan perluasan pendengar adalah alasannya. Lagu-lagu yang telah sering ia bawakan diaransemen ulang dengan iringan instrumen lain; ada terompet, selo, drum, sampai sitar. Maka, Danto menambah tinggi lompatannya ketika harus menjadi penata musik untuk karya yang telah lama ia simpan.
Lompatan itu bertambah tinggi ketika ia menjalani tur sebulan penuh, menyambangi banyak kota di Jawa, serta dua pentas di Kalimantan. Tur itu ditutup dengan peluncuran album di Yogyakarta, tempat dia pulang.
Ia sedang merancang lompatan lain lagi. Sisir Tanah mau ia jadikan rumah berkarya bagi para kolaboratornya. Ketika di Sawahlunto, Danto kasak-kusuk merancang pertunjukan mendadak di Kota Padang, yang terwujud pada Senin (6/11).
”Habis itu pulang ke Yogyakarta dulu, kasih makan kucingku,” ujarnya.