Film Posesif yang disutradarai oleh Edwin itu menceritakan serunya pacaran di masa SMA. Ceritanya, Lala (Putri Marino) adalah atlet loncat indah yang berlaga untuk Pekan Olahraga Nasional. Namanya beken di sekolahan. Itu adalah hasil gemblengan keras pelatihnya, yang juga ayahnya sendiri. Lala ditaksir oleh anak baru di sekolahnya, Yudhis (Adipati Dolken). Cara PDKT-nya Yudhis ini seru banget. Mereka berkencan di tempat-tempat seru, seperti taman kota sampai kolam renang.
Lala yang semula merasa hidupnya berpusing antara sekolah dan latihan loncat indah di kolam renang tiba-tiba menemukan dunia baru: Yudhis. Mereka tampak klop, cocok, dan saling mencinta. Namun, belakangan hubungan mereka penuh konflik karena Yudhis posesifnya minta ampun.
Edwin dan penulis skenario Ginatri S Noer tidak berhenti sampai di situ saja. Sampai akhir film, dibeberkan akar dari perilaku Yudhis yang menyeramkan itu. Sebenarnya tak cuma Yudhis saja yang ”bermasalah”. Sikap permisif Lala juga memberi ketegangan pada cerita ini.
Karakter-karakter lainnya rupanya berkontribusi membentuk sikap Yudhis dan Lala ini. Ada guru yang senangnya menghukum dengan cara mempermalukan. Ada anak yang menjadi bagian dari skenario obsesi orangtua. Ada dendam yang dilampiaskan orangtua kepada anaknya. Ada hubungan kekuasaan yang menindas di situ.
Konflik yang muncul karena penindasan juga terekam dalam karya musik. Misalnya pada lagu ”Kisah Kakek dan Cucu” ciptaan penyanyi folk asal Malang, Iksan Skuter. Lagu tersebut menceritakan seorang cucu yang sedang ditimang-timang kakeknya, Salim Kancil, pada sebuah pagi yang sial. Sang kakek, petani yang menolak tambang pasir di Lumajang, Jawa Timur, ”dijemput” paksa oleh segerombolan orang.
”Pagi itu menuju siang, mereka mulai bergerak datang. Memecah heningnya desa, membawa batu, kayu, dan parang. Menggiring paksa menyeret kakek itu ke balai desa. Dan memaksa untuk melepaskan pelukan mesra untuk cucu tercinta,” begitu Iksan menyanyi, seperti menahan duka. Salim Kancil pun tewas dikeroyok massa yang terdiri dari orang-orang dewasa.
Iksan berterus terang tentang kejahatan yang dilakukan orang-orang dewasa di hadapan anak kecil. Bisa jadi, pengalaman menyaksikan kekerasan brutal itu membekas di benak sang cucu.
Perilaku buruk orang dewasa dalam perilaku koruptif juga menjadi sorotan penyanyi dan pencipta lagu Bona Puputungan. Ia geram melihat penggelap pajak Gayus Tambunan bisa berlibur ke Bali sementara statusnya adalah narapidana. Ia tuangkan kegeramannya itu dalam lagu ”Andai Aku Jadi Gayus Tambunan” pada tahun 2011.
Perilaku kekerasan fisik dan korupsi adalah bentuk ”kenakalan” orang tua yang sepertinya tidak kunjung berhenti. Berdasarkan survei Litbang Kompas yang diadakan pertengahan November ini, kenakalan orang dewasa lainnya yang sering terjadi adalah pelanggaran lalu lintas, konsumsi narkotika, pelecehan seksual, dan juga perselingkuhan.
Jadi ingat lagu Anggun C Sasmi zaman dulu yang judulnya ”Tua-tua Keladi”. Lagu tersebut bercerita tentang om-om yang genit kepada perempuan belia. Aduh, sudah diingatkan Mbak Anggun berpuluh tahun lalu, kok masih terjadi aja sampai sekarang, ya? (HEI)