Pilih Olahraga atau Mengatur Pola Makan
Salah satu masalah yang menghinggapi anak muda adalah obesitas. Hal itu terjadi karena sekarang ini anak-anak jarang berolahraga selain saat jam pelajaran olahraga di sekolah. Selain itu, gaya hidup tak sehat sekarang menjadi lazim, seperti terbiasa menyantap hidangan cepat saji berkalori tinggi, kurang bergerak, lebih suka menonton melalui internet dan bermain gim dengan telepon pintarnya.
Hasil riset berjudul ”Penanganan Obesitas di ASEAN: Prevalensi, Dampak, dan Pedoman Intervensi” dari Asia Roundtable on Food Innovation for Improved Nutrition (ARoFIIN), yang disusun The Economist Intelligence Unit, menyebutkan, Indonesia salah satu negara dengan masalah kurang gizi sekaligus obesitas di Asia Tenggara.
Hasil studi itu menunjukkan, meski prevalensi obesitas dan kegemukan di Indonesia 5,7 persen dan 24,5 persen, atau di posisi keempat di antara enam negara yang diteliti, Indonesia menghabiskan 2-4 miliar dollar AS untuk mengatasi dampak obesitas, atau setara 8-16 persen dari pengeluaran kesehatan. Jumlah itu yang terbesar di antara negara lain di ASEAN yang diteliti. Prevalensi obesitas diukur dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 30, sedangkan kegemukan diukur dengan IMT di atas 25.
Sekretaris ARoFIIN Bruno Kistner menyadari, tak ada formula ajaib yang berlaku di semua tempat untuk mengatasi obesitas. Jadi, semua pihak harus berperan menanggulangi obesitas. (Kompas, Sabtu, 10 Jun 2017).
Meski menurunkan berat badan bukan perkara mudah, ada anak-anak muda yang sukses mengupayakan hal itu. Mereka tidak mengeluarkan biaya mahal, tetapi bermodal kemauan keras menjadi lebih sehat.
Revan Pasha Kautharnadhif (16), siswa SMA Negeri 7 Jakarta, berhasil menurunkan berat badan dari semula 97 kilogram menjadi 83 kilogram dalam waktu tiga bulan. Dia mengurangi asupan karbohidrat pada malam hari, mengurangi makanan manis dan tinggi kalori, serta rajin berolahraga.
Dia berusaha keras menurunkan bobot tubuhnya setelah melihat orang yang berperut besar dan buncit. Kemudian, dia pun bertanya kepada ayah ibunya guna mengetahui penyebab perut buncit itu dan apakah dia berpeluang seperti itu kelak.
”Ayah-ibu saya bilang, jika saya pandai menjaga asupan makanan dan rajin olahraga, tubuh saya meramping. Sejak itu, saya rajin olahraga, seperti lompat tali dan push up,” kata Revan yang mau menurunkan hingga 75 kilogram agar ideal dengan tinggi badan 180 sentimeter.
Olahraga dan mengatur pola makan juga dilakukan Davito Pratama Winarto (15), pelajar kelas XI IPS SMAN 12 Tangerang. Dia sukses menurunkan berat badan hingga 25 kilogram dari semula 96 kilogram menjadi 71 kilogram dalam tiga bulan. Berat badannya cukup ideal untuk tinggi badan 170 sentimeter.
Dia termotivasi menurunkan berat badan karena malu dengan teman-temannya yang bertubuh kecil dan ramping. ”Saya juga mudah capek dan bernapas pun engap. Saat mulai olahraga, rasanya berat sekali, terutama selama tiga minggu pertama. Ingin menangis rasanya,” tutur Vito.
Vito memilih olaharaga kardio, seperti bersepeda dan lari, setiap sore sepulang sekolah setiap hari, kecuali hari Minggu. Akhir-akhir ini, dia juga sering diajak futsal bersama teman-temannya.
”Makan nasi juga hanya sekali sehari, makan malam cukup buah satu porsi. Misalnya pisang atau mangga. Semangka atau melon biasanya untuk empat malam. Saya juga mengurangi makanan dan minuman manis,” kata Vito.
Makan dan emosi
Titik Setiati Hananto yang berprofesi sebagai life coach yang sering membantu seseorang melangsingkan tubuh mengatakan, untuk mengurangi berat badan, orang paling sering metode mengurangi porsi makanan dan memperbanyak porsi olahraga.
”Namun, untuk mengatasi kegemukan, perlu dilihat pula akar masalahnya. Ada orang yang makan karena emosi dan pikiran,” ujar Titik.
Dia menjelaskan, orang yang makan karena emosi, misalnya, mungkin semasa kecil terlalu cepat punya adik dan dia kehilangan perhatian. Si anak mengingat pernah mengalami saat menyenangkan kala bertubuh gemuk sebelum adiknya hadir. Dia sering dipeluk dan mendapat perhatian penuh.
”Emosi dan ingatan itu akhirnya terbawa hingga dia besar dan tubuhnya merespons dengan ingin makan terus agar gemuk dan mendapat perhatian seperti dulu,” ujar Titik.
Titik menyarankan, jika ingin berat badan turun, perintahkan tubuh karena tubuh mengikuti pikiran. Saat berolahraga, Titik menyarankan jangan sambil menonton televisi karena tubuh akan bingung. ”Sering-sering mengajak tubuh bicara. Saat ingin makan makanan tertentu, tanya tubuh apakah perlu makanan itu. Jangan-jangan hanya lapar mata,” ujarnya. (TIA)