Argumentasi
Makan Bubur Bersama
Muhammad Naufal Hafizh, Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Selain itu, rasa kekerabatan, saling menghargai, serta sikap sopan santun tumbuh dan terjaga lewat kebersamaan ini. Melalui cara ini pula, peran saya sebagai individu terus dilatih untuk bisa berkomunikasi dengan siapa pun dalam posisi apa pun. Pertemuan secara langsung adalah cara terbaik untuk berkomunikasi yang masih kami jaga walau hanya sepekan sekali.
Umi Karisma Khoirunisa, Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muria Kudus, Kudus
Selain tradisi, hal itu juga menjadi kebiasaan kami sehari-hari. Untuk mempertahankan nilai tersebut, kami cukup mengingat peran dan kewajiban serta pahala yang akan dapatkan jika kami berlaku sopan terhadap orang yang lebih tua. Jika kami terus berpegang teguh pada nilai-nilai baik ajaran pesantren, dinamika pergeseran nilai keluarga tidak akan menjadi ancaman berarti bagi kami.
Ade Oktavia, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung
Keluarga saya sangat demokratis. Tidak ada satu pendapat anggota keluarga pun yang tidak berarti. Setiap anggota keluarga berperan penting. Untuk menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam keluarga, kami menolak diskriminasi, termasuk kepada anggota keluarga yang belum mencapai usia dewasa. Keluarga saya selalu menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah untuk mencapai mufakat.
Musyawarah dan mufakat adalah cara terbaik dalam mengambil keputusan. Tidak penting kalimat keluar dari mulut siapa, yang penting adalah bagaimana menghadapi setelah kalimat itu keluar, pertimbangan demi pertimbangan pun akan dirumuskan. Kita tidak hanya belajar dari orang yang lebih tua. Kadang kala kata-kata dari yang termuda dapat bernilai tinggi dalam memecahkan suatu masalah.
Diskriminasi hanya akan mempersempit peluang yang begitu besar. Jadi, baik tua maupun muda, selama itu bermanfaat dan mempunyai nilai yang berarti, kita harus tetap menganggap sebagai terobosan. Tugas kita adalah bagaimana memilih yang terbaik di antara semua pilihan yang baik.
Norma Agama
Mohammad Zainuri, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama, Madiun
Di keluarga saya, seluruh anggota wajib menjalankan perintah agama. Karena kami beragama Islam, wajib bagi kami untuk selalu shalat lima waktu dan membaca Al Quran selepas Maghrib. Ayah selalu mengabsen agar kami tidak lupa shalat.
Bagi yang masih SD, tidak boleh keluar malam setelah pukul 21.00. Selain itu, kami harus selalu menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Jadi, kami diminta berbahasa yang sopan lagi santun. Tidak boleh menyebut nama tanpa kata sandang penghormatan, seperti kak, mbak, dan adik.
Kami pun dilarang meminjam barang milik anggota keluarga yang lain tanpa izin. Setiap anggota keluarga tidak boleh berbohong dan wajib menjaga nama baik keluarga. Bagi kami, keluarga ibarat negara, ada wilayah, penduduk, pemimpin, dan tata aturan yang jelas agar keharmonisan senantiasa terjaga.
Nama Baik
Melpa Manullang, Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Negeri Medan, Medan
Kini, mayoritas orang mungkin sibuk dengan urusan masing-masing dan kurang mau peduli dengan kondisi orang lain di sekitar. Mungkin hal ini terbawa dari pendidikan keluarga di rumah. Keluarga tempat pertama kita belajar nilai-nilai kehidupan, sikap, dan perilaku baik. Ayah dan ibu berperan memberi contoh dan dalam memberi nasihat di keluarga.
Sebagai anak perantauan yang tinggal jauh dari orangtua, saya selalu ingat pesan ayah ibu untuk senantiasa menjaga nama baik keluarga melalui sikap yang baik dan peduli dengan orang lain. Kedua orangtua saya memberi contoh dengan peduli kepada tetangga-tetangga dan semua orang.
Hal itu juga yang selalu terbawa-bawa di kehidupan saya meski jauh dari mereka. Ketika kita menjaga perilaku baik kita, kita juga akan menunjukkan dan dapat menjaga nama baik keluarga.
Berbahasa Jawa
Nufush Chalida Ziaulkhaq, Program Studi D-3 Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang Kampus V Magelang.
Sejak dulu kami harus menghormati yang lebih tua. Kepada mereka, kami juga harus berbahasa Jawa walau selalu berbahasa Jawa krama inggil. Jadi, walau kurang fasih, saya terbiasa berbahasa Jawa kalau berbicara dengan ayah-ibu. Ibu selalu mengingatkan, hidup saling berdampingan dengan orang lain sehingga sikap hormat-menghormati selalu saya jaga. Saya selalu menyapa tetangga apabila berpapasan di jalan. Selain itu, di keluarga, kami pun menjaga budaya jujur mulai dari hal terkecil.
Saya pernah berbohong, uang untuk membeli buku malah saya pakai membeli mainan. Berhari-hari saya menutupi kejadian itu. Namun, ibu akhirnya tahu. Mulut saya diberi cabai agar kapok berbohong. Sejak itu, sulit bagi saya untuk berdusta.
Norma Keluarga
Ade Ginanjar Oktavian, Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Ajaran orangtua, selalu bersikap baik di mana pun berada. Hidup bermasyarakat berarti mampu berperilaku baik, sopan, dan santun kepada yang lebih tua. Walau diajarkan di rumah, ajaran itu berlaku di lingkungan lain, seperti di kawasan pendidikan. Selain itu, hal yang wajib adalah memenuhi norma agama, seperti melaksanakan shalat lima waktu dan membaca Al Quran. Kami juga tidak boleh berbohong, apalagi melawan perintah orangtua.
Hal lainnya, tidak boleh berbicara saat makan dan dilarang berbicara kasar kepada orang lain. Kami pun tidak boleh mengambil barang milik orang lain tanpa izin serta bermain di rumah teman sampai terlalu malam. Kami berusaha agar ajaran dan nilai-nilai yang ditanamkan orangtua tidak bergeser, apalagi hilang. (TIA)