Seru-seruan Nge-vlog
Kalau beberapa tahun lalu anak muda bikin tulisan pribadi untuk blog, sekarang banyak anak muda keranjingan rekam sana-rekam sini untuk bahan vlog. Awalnya sekadar untuk seru-seruan atau eksis di dunia virtual. Belakangan, sebagian anak muda mengincar pendapatan dari vlog. Mau mulai bikin vlog? Yuk, dengerin cerita pengalaman beberapa teman mahasiswa.
Yudhistira Udd Sondakh, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, mulai nge-vlog sejak tahun 2000-an. Dengan modal telepon pintar, dia merekam kegiatan harian atau saat liburan. Lama-lama, Yudhistira makin jago dan mulai berani ikut lomba vlog. Salah satunya lomba vlog dan esai bertema #100TahunIndonesia yang digelar harian Kompas pada periode Agustus- September 2017.
Ketika diumumkan pemenangnya, Yudhistira menjadi juara satu lomba vlog. Sayangnya, dia tidak bisa datang untuk menerima hadiah. Mungkin dia lagi sibuk nge-vlog untuk lomba lainnya.
Vlog yang menang di lomba #100TahunIndonesia itu bercerita tentang korupsi di Indonesia. Kisah vlognya dipotret dari kehidupan. Dia merekam tukang sapu jalanan yang meski giat bekerja sulit mempunyai rumah sendiri. Kehidupan si tukang sapu berbanding terbalik dengan para koruptor yang mewah.
Yudhistira mengaku selalu melakukan riset sederhana sebelum membuat vlog. Dari situ, dia bisa menemukan pesan yang kuat dalam vlog.
”Kalau materi vlognya belum matang, jangan buru-buru diunggah ke media sosial,” kata Yudhistira, Rabu (10/1).
Devina Susanto (22), mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, juga lagi senang-senangnya ng-vlog setahun terakhir. Dia biasanya me-review produk-produk kecantikan dan kuliner di tempat-tempat tertentu. ”Habis itu, ya di-share ke Youtube,” kata Devina yang Instagram-nya diikuti 16.000 pengikut.
Tak pernah ada yang salah dalam menggarap vlog sejauh tidak menyangkut hal-hal yang sensitif. Bisa saja kita membuat vlog demi mengejar sebanyak-banyaknya viewer atau subscriber. Namun, juga bisa memilih jalur berbeda. Pilihan kedua inilah yang diambil Ridwan Hanif (26), vloger yang lebih banyak mengangkat hal-hal bertautan dengan otomotif. Maklum, usaha sampingan orangtuanya dulu adalah rental mobil untuk berbagai perusahaan ataupun pribadi.
”Soal vlog, saya bicara seputar mobil. Basic saya bukan cari ¬subscriber, tetapi sekadar berbagi pengetahuan. Apa yang saya tahu dan ngerti banget, ya saya sharing dalam bentuk vlog,” ujar Hanif di Jakarta yang nge-vlog sejak 2014.
Dari usaha rental mobil, Hanif menggali plus dan minus bisnis mobil rental, bagaimana hitung-hitungan membeli mobil untuk disewakan agar balik modalnya cepat. Dia juga pernah nge-vlog soal cara-cara ikut lelang mobil. Dari sekadar iseng-iseng nge-vlog, dia bisa merintis usaha media online AutonetMagz.
”Enggak perlu kok ikutin tren bikin vlog. Dengan berbagi pengetahuan yang dibahasakan secara visual, jumlah subscriber di Youtube udah mencapai sekitar 360.000, sedangkan Instagram mencapai sekitar 270.000. Yang penting, kita konsisten dan kontinuitasnya terjaga. Cara penyajiannya juga mudah dicerna penonton,” kata Hanif.
Tak puas dengan hasil itu, Hanif pun mulai mengembangkan vlog pribadinya pada awal tahun 2017. Lumayan, sudah ada lebih dari 200.000 subscriber. Untuk membedakannya, vlog pribadi memang berisi seputar otomotif. Namun, Hanif mengangkat hal sederhana, seperti keberadaan mobil-mobil tua yang diyakini tetap ada penggemarnya. Juga, jalan-jalan ke ruang pameran mobil dan barang elektronik.
Bagi Hanif, sudah banyak vloger mengangkat genre seputar mobil baru dengan segala kecanggihannya. Nah, mobil tua semestinya tetap bisa menarik dibagikan sebagai pengetahuan untuk masyarakat.
Seperti Hanif, Audi Rahmantio (24), lulusan International Management di Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang, memanfaatkan keahliannya nge-vlog. Audi yang jago berbahasa Jepang membuat vlog bernuasa Indonesia dan Jepang. ”Vlog saya pertama kali tentang sebuah kampung di Medan, Sumatera Utara. Itu kampung bapak saya. Kebetulan sudah empat tahun enggak pulang ke Medan. Saya hanya mau menunjukkan, Sumut itu lingkungan yang toleran dan alamnya indah,” katanya.
Isi vlognya seputar travelling, dokumentasi kegiatan pelestarian seni dan budaya Indonesia. Makanya, Audi menamakan vlognya Audinesia26. Ia iseng-iseng nge-vlog mulai November 2016. Yang membedakan vlog Audi dengan lainnya adalah ada terjemahan bahasa Inggris dan Jepang-nya. Audi juga sering ikut menari ketika memamerkan kekayaan budaya Indonesia.
Pada vlognya, ada adegan Audi menari tarian Sunda di kolong Jembatan Tiga, Pluit, Jakarta Utara. Pernah juga dia menari tarian Sunda di pusat perbelanjaan Revo Town Bekasi, Jawa Barat.
Nah, kalian mau bikin vlog seperti apa? (OSA)