Argumentasi
Menambah Wawasan
Semakin Akrab
Nurul Yunita, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung
Bagi aku, menggunakan bahasa Indonesia ataupun berbahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari bergantung pada konteks dan lawan bicaranya. Biasanya, aku menggunakan bahasa daerah jika berkomunikasi dengan teman-teman yang sudah kenal dekat. Apalagi, banyak kata dalam bahasa Sunda yang sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Berkomunikasi dalam bahasa daerah rasanya menambah keakraban dengan teman-teman. Biasanya, dengan teman yang tidak terlalu kenal canggung berbahasa daerah. Tentu saja, lebih nyaman dengan bahasa Indonesia.
Hal yang jadi penting diperhatikan adalah tempat di mana menggunakan bahasa daerah itu. Jangan sampai, karena asyik berkomunikasi dengan bahasa daerah, malah bikin orang lain enggak nyaman. Contohnya, aku pernah ikut kumpul dengan teman-temanku yang enggak menggunakan bahasa daerah yang sama denganku. Lalu, mereka menggunakan bahasa daerah mereka. Risi juga sih, aku kan enggak ngerti, jadi malah ngerasa dicuekin.
Lebih Nyaman
Afifah Wahda Tyas Pramudita, Jurusan Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang
Sehari-hari, saya terbiasa berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa. Selain membuat saya nyaman, hal itu juga merupakan ciri khas yang tak bisa saya tinggalkan, baik bahasanya maupun dialek yang digunakan.
Kalau bertemu dengan orang baru, awalnya berniat berbahasa Indonesia, jadinya malah campuran dengan bahasa Jawa. Selalu ada kata-kata bahasa Jawa yang terselipkan, misalnya yang tak bisa ditinggalkan ketika menyapa bukan mengatakan ”silakan”, melainkan ”monggo”.
Namun, saya berusaha tetap menghormati lawan bicara yang berbeda daerah ketika mereka tidak paham saya mencoba menerjemahkan bahasa saya ke bahasa Indonesia yang universal.
Merasa Bangga
Bella Islami, Manajemen Perhotelan Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Bintaro, Jakarta Selatan
Saya berasal dari Kepulauan Bangka Belitung yang memiliki bahasa daerah, yakni bahasa Melayu. Meskipun tinggal di luar Bangka Belitung, saya sering bertemu dengan orang-orang yang berasal dari daerah yang sama. Kalau sudah bertemu mereka, otomatis saya langsung menggunakan bahasa Melayu.
Saat itulah, saya merasa mendapat kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri untuk menunjukkan bahasa dan identitas yang kami miliki. Secara tidak sadar, percakapan kami akan membuat orang lain penasaran dengan bahasa apa yang kami gunakan. Mau tidak mau, bahasa daerah menunjukkan identitas dari mana kami berasal.
Sesungguhnya, dengan menggunakan bahasa daerah biasanya orang-orang akan lebih nyaman dan leluasa berbicara. Namun, kami juga menghargai orang-orang di sekitar kami yang memiliki bahasa daerah yang berbeda. Tentunya, bahasa Indonesia yang bisa menyatukan kami semua.
Memahami Situasi
Silfanus Harefa, Jurusan Filsafat Fakultas Filsafat dan Teologi STFT Santo Yohanes, Pematangsiantar, Medan
Sebagai perantau, satu kesulitan yang aku alami adalah keterbatasan bahasa. Penggunaan bahasa sangat menentukan keberadaanku dalam menjalin pertemanan. Meski demikian, kesulitan ini tidak membuatku putus asa. Sebaliknya menjadi motivasi dan pendorong bagiku untuk mengerti bahasa lain.
Aku tidak bosan bertanya. Dengan bertanya, terjalin relasi dengan orang lain. Di sisi lain, aku segan karena bertanya dalam bahasa Indonesia yang jarang digunakan masyarakat sekitar.
Dalam waktu yang cukup lama, akhirnya aku mampu menyesuaikan diri. Walaupun demikian, bukan berarti aku melupakan identitas diriku. Kerinduanku untuk berbahasa daerah sangat tinggi. Suatu kebahagiaan besar bagiku ketika berjumpa dengan orang yang berasal dari daerah atau suku yang sama sebab aku lebih senang berbicara dalam bahasa daerah. (JAL)