Cara Asyik Belajar Politik
Serupa belajar membaca, belajar politik itu sama pentingnya. Mengerti hak dan kewajiban, mengetahui proses dan tata cara menyalurkan hak pilih, memahami peta dan upaya para kandidat, serta menjadi jembatan bagi masyarakat merupakan tugas generasi muda. Dan, belajar politik itu bisa dengan cara yang asyik dan keren.
Gaduh. Empat anak yang bersaudara sedang ribut. Dua yang tertua berebut pengaruh. Ujung pangkalnya karena ayah mereka ingin menikah lagi. Ibu mereka sudah tidak ada.
Si sulung tidak setuju. Sang kakak misuh-misuh kedatangan perempuan itu ke rumahnya. ”Boleh tidak setuju, tetapi jangan emosi dong,” ucap sang anak nomor dua kepada kakaknya.
Sementara itu, anak yang nomor dua itu setuju dengan rencana ayah mereka. Apalagi, dia telah memakan donat pemberian kekasih ayahnya. Dua adik mereka yang ketiga dan bungsu manggut-manggut saja.
Dari situ cerita dalam film pendek pilihan Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu berlanjut. Empat saudara itu sepakat untuk voting menentukan keputusan bersama setelah tidak ada kata mufakat. Si bocah nomor dua menyelipkan amplop ketika dua adiknya akan masuk ke bilik suara untuk memilih setuju atau tidak.
Zamzam Septiana (21) mencerna cerita di atas lekat-lekat lewat layar di depannya. Mahasiswa Universitas Suryakencana Cianjur, Jawa Barat, ini sesekali tertawa. Tingkah pemain film berdurasi 6 menit lebih itu memang mengundang gelak tawa. Sebagian besar tertawa karena cerita dan akting pemain yang sangat norak.
”Di film itu ada adegan koalisi, ada politik uang, dan lain-lain. Lumayanlah pesannya masih sampai,” kata Zamzam.
Pemutaran film pendek itu adalah salah satu bagian dari agenda Rock the Vote Indonesia yang berlangsung pada Minggu (18/3). Rock the Vote merupakan gerakan pendidikan pemilih pemula di bawah naungan Central for Election and Political Party (CEPP) Fisip Universitas Indonesia. Pemutaran film adalah satu dari beragam agenda yang dilakukan sejak pagi hingga siang hari. Kegiatan lain adalah simulasi cara memilih di TPS, diskusi, dan deklarasi.
Zamzam melanjutkan, kesadaran akan proses politik dan pemahaman akan demokrasi merupakan hal yang patut dimengerti generasi muda, terutama mahasiswa. Sebab, bagaimanapun, mahasiswa merupakan penyambung estafet kepemimpinan bangsa.
”Banyak hal yang saya baru tahu. Seperti, bagaimana sih peta persaingan kandidat, dan kenapa harus menyalurkan hak pilih. Saya juga punya pengalaman money politic yang saya lihat dengan mata kepala sendiri, dan mengerti kenapa hal tersebut merusak demokrasi,” kata Zamzam.
Krida Widajati (21), mahasiswi Manajemen Bisnis, Institut Teknologi Bandung, berpendapat tidak jauh beda. ”Aku sebelumnya belum banyak tahu tentang pemilu, misalnya harus punya formulir C3 kalau mau nyoblos. Aku enggak pernah bisa memilih karena belum terdaftar,” kata Krida yang berasal dari Magelang, Jawa Tengah.
Pendidikan politik
Rock the Vote Indonesia bukan pertama kali dilakukan CEPP. Kegiatan ini telah diinisiasi sejak 2012 sebagai gerakan independen untuk memberi pemahaman akan pentingnya politik dan demokrasi kepada generasi muda.
Tahun ini, acara yang bekerja sama dengan KPU Jawa Barat ini melibatkan ratusan mahasiswa dari 30 perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta se-Jawa Barat. Kegiatan ini memang menitikberatkan pada Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat yang akan berlangsung sebentar lagi bersamaan dengan 170 daerah lainnya.
Data KPU Jawa Barat, pemilih muda di wilayah tersebut berkisar 12,2 juta jiwa. Jumlah tersebut mencapai 37,2 persen dari total daftar pemilih sementara (DPS), atau 28,3 persen dari total penduduk. Sebuah angka yang signifikan untuk sebuah proses pemilihan.
Chusnul Mar’iyah, Presiden Direktur CEPP UI, menjelaskan, acara ini merupakan bagian dari pendidikan politik yang dilakukan secara kreatif dan menyenangkan. Tujuannya agar mahasiswa mengerti dan memahami konteks, proses, dan dampak dari politik itu sendiri.
Selama lebih kurang 6 tahun, kata Chusnul, kegiatan ini telah menjadi sebuah gerakan yang berjejaring di puluhan provinsi.
”Pendidikan politik tidak bisa sekadar seremonial. Harus menjadi sebuah movement yang dilakukan banyak orang. Ini adalah gerakan yang kami lakukan secara independen,” kata Chusnul.
Menurut dia, salah satu tantangan terberat demokrasi Indonesia adalah perlunya pendidikan politik jangka panjang. Bukan cuma untuk lima tahun, tetapi satu generasi.
So, jangan ragu belajar politik, guys.... (JAL/*)