Rasa Kangen yang Enggan Pergi
Segala hal yang terkait dengan era 90-an pasti menarik untuk dibicarakan, dikenang, dan diulang kembali. Saat ini, banyak komunitas yang mengangkat tema tersebut. Bukan hanya mereka yang merasa tumbuh besar di generasi 90-an, melainkan juga generasi milenial yang menyukai hal-hal jadul.
Sekelompok anak muda berkumpul di Lapangan Tega Beriman, Bogor, Minggu (1/4/2018). Dilihat dari cara berpakaian, mereka memiliki kesamaan, yaitu memakai celana model cutbray yang terkenal di era 1980-an sampai 1990-an. Model celana dengan bagian bawah yang melebar memang terlihat unik. Mereka yang menamakan dirinya Cutbrayers Kota Hujan sedang mempersiapkan diri untuk peresmian logo dan banner.
Gaya berpakaian zaman dulu (jadul) membekas di hati banyak orang. Baju gombrong dan celana cutbray menjadi salah satu ikon busana yang eksis hingga kini. Bahkan, generasi muda masih banyak yang memakai cutbray.
Mereka mengenakan celana cutbray dalam berbagai warna, yang didapatkan dari berbagai tempat. ”Kami biasanya bikin sendiri, celana panjang biasa dibuat lebar bawahannya pake bahan tambahan, warnanya menyesuaikan aja. Malah, kadang tambahan bahannya beda warna,” kata pendiri Bogor Cutbray Smith (BCS) dan Cutbrayers Kota Hujan, Ody Hidayat (22).
Bahkan, mereka rela berburu celana cutbray sampai Tanah Abang, Pasar Senen, atau ITC Mangga Dua, Jakarta. Mereka juga mau membeli celana bekas dengan harga Rp 80.000 sampai Rp 160.000. Selain membeli dan
membuat sendiri, ternyata mereka juga masih senang menggunakan pakaian bekas orangtua.
”Ya, kalau mau gampang, bisa pakai celana bekas orangtua. Kebetulan banyak anggota yang orangtuanya juga suka pakai celana cutbray,” ujar Ody.
Bukan hanya berkumpul dengan mengenakan celana yang sama. Mereka juga membuat kegiatan sosial. ”Kami udah mulai penggalangan dana dari bulan Januari, setiap 2 minggu sekali kami aksi sosial,” kata Ody.
Cutbrayers Kota Hujan terbentuk dari gabungan 10 komunitas pengguna celana cutbray se-Kota Bogor. Anggotanya berumur sekitar 14 tahun sampai 25 tahun.
Ody mengatakan ingin melestarikan pakaian dari masa lalu, ”Saya hanya ingin melestarikan pakaian keren dari masa lalu.” Ia menyukai celana cutbray karena desainnya menarik, membuat pemakainya terlihat lebih tinggi, dan ngikutin gaya The Beatles, The Sigit, Warkop DKI, dan Koes Plus.
Generasi keren
Gaung kehidupan generasi 1990-an hingga kini masih membekas di hati banyak orang, tak terkecuali generasi muda. Dari hasil jajak pendapat Kompas, pekan lalu, menunjukkan, lebih dari dua pertiga responden muda mengaku mengetahui informasi berkaitan dengan aktivitas generasi 90-an. Sebagian besar dari mereka (78 persen) berpendapat, berbagai aktivitas generasi 90-an keren, unik, atau bahkan lucu.
Kehidupan jadul di era 90-an bisa dibilang jauh dari gadget. Karena teknologi masih terbatas, banyak aktivitas keseharian yang dilakukan secara kolektif, baik di sekolah maupun di rumah. Permainan, seperti perang-perangan menggunakan pelepah pisang sebagai senjata, mobil-mobilan dari kulit jeruk bali, main karet, dan petak umpet, menjadi permainan sehari- hari.
Masih terbatasnya jangkauan teknologi juga menjadikan generasi 90-an mempunyai cara yang berbeda dalam mengembangkan pergaulan. Merangkai kedekatan pertemanan saat itu biasa diikuti dengan mengisi buku biodata teman.
Permainan, luasnya pergaulan, serta musik itulah yang menurut sekitar separuh responden muda merupakan hal-hal yang paling mereka sukai dari generasi 90-an. Hal-hal unik tersebut juga menyebabkan mereka tertarik mencoba kebiasaan generasi 90-an tersebut.
Lebih kurang 9 dari 10 responden muda tertarik mencoba kegiatan-kegiatan yang dulu biasa dilakukan generasi 90-an ini. Sebanyak 51 persen responden mengakui banyaknya permainan tradisional menjadikan generasi 90-an berbeda dengan yang lain.
Nostalgia warganet
Di dunia maya, unggahan yang bertema nostalgia 90-an banyak sekali. Di Facebook ada grup Hits From The 80’s & 90’s yang diikuti 1,2 juta orang. Setiap hari ada saja yang mengunggah hal-hal yang mengingatkan kita pada masa lalu, sekitar 20 tahun yang lalu.
Misalnya, salah satu anggota grup, dengan akun Mustdin’s S O P membuat status dengan mengutip lagu ”Tenda Biru” milik Desy Ratnasari, ”Tak sengaja lewat depan rumahmu, kumelihat ada…”. Lalu, dalam sekejap, komentar dari anggota grup lain pun bermunculan dan disukai sebanyak 155 kali. Masih banyak lagi status yang mengingatkan kenangan 1990-an.
Pendiri komunitas Hits From The 80\'s & 90\'s Nicko Khrisna menceritakan pertama kali membentuk grup di Facebook tahun 2014. Saat itu, kondisi bangsa Indonesia sedang hiruk pikuk pemilu presiden.
”Saya ingat sekali, saat itu tanggal 29 Agustus 2014 saya bikin grup dengan mengundang teman-teman untuk menjadi anggota. Saya bikin itu karena banyak orang sudah jenuh dengan pilpres,” kata Nicko.
Lalu, dia mengunggah status mengenai main perang-perangan dengan senjata dari pelepah pisang. Tak disangka, berbagai komentar dilontarkan anggota grup menanggapi statusnya. Dia pun memperhatikan, semua orang dari seluruh pelosok Indonesia punya pengalaman hampir sama.
”Bahkan, ada seorang bapak-bapak yang mengirimkan foto berpose dengan celana model tentara sambil membawa senjata pelepah pisah,” kata Nicko.
Antusiasme warganet yang luar biasa terhadap grup membuat Nicko semakin bersemangat. Saking senangnya, dia bikin janji apabila sampai satu minggu bisa mencapai 10.000 anggota, maka akan digelar pertemuan kopi darat. Benar-benar mengejutkan, dalam tiga hari, target terlampaui jauh dengan mencapai 60.000 anggota.
Akhirnya, Nicko pun bertekad mengadakan acara kopi darat dengan menghadirkan bintang tamu, seperti Iwa K. Anggota komunitas yang hadir sampai ratusan orang, bukan hanya dari Jakarta, melainkan juga dari kota-kota besar lainnya. Hingga kini, kopi darat anggota grup masih sering dilakukan, seperti pekan lalu diadakan di Bali.
Bukan hanya lewat Facebook, Nicko juga menulis buku Yang Nge-trend di Tahun 80 & 90an tahun 2016. Buku itu memuat segala jadul, dari mulai permainan, gaya pakaian, musik, sampai film dan telenovela. Jadi, siapa yang tertarik dengan hal-hal jadul? (SIE/**/MB Dewi Pancawati/Litbang Kompas)