Argumentasi Ngemplang di Kantin
Teman Jahil
Andrian Chandana, Jurusan Business In Creative Industry, Kalbis Institute, Jakarta
Saya tidak pernah ngemplang di kantin karena tidak ingin punya utang apalagi berbohong. Namun, saya pernah mengalami hal menyebalkan terkait ngemplang.
Suatu hari, sebelum kuliah dimulai saya memesan segelas kopi panas di kantin kampus. Sembari menunggu kopi dingin, seorang teman sekelas datang. Dia sebetulnya bukan teman dekat dan terkenal jorok di kampus.
Begitu tahu kopi di meja milik saya, dia membuka tas dan mengeluarkan roti bekal lalu mencelupkan rotinya ke dalam kopi saya. Dengan seenaknya, dia mencelupkan roti ke kopi dan memakannya dengan enak. Terus begitu hingga roti habis. Bahkan, dia menyeruput kopi saya juga.
Selesai menyantap roti dan minum kopi, dia pergi seraya mengucapkan terima kasih telah membagi sedikit kopi saya. Emosi saya campur aduk apalagi melihat sisa roti mengambang di kopi. Akhirnya, saya tetap membayar kopi dan membeli segelas air lagi.
Kena Karma
Ega Danendra Hartanto, Jurusan Perhotelan, Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Jakarta
Ngemplang mungkin tindakan kriminal kecil. Saya melakukannya saat SMP. Membeli gorengan sebagai hidangan makan siang kala tanggal tua. Ngemplang bisanya dilakukan diam-diam, beli tiga mengaku hanya dua.
Namun, sehari kemudian, biasanya saya mendapat kesialan. Misalnya, tiba-tiba terpeleset di toilet sekolah atau celana robek, atau tugas sekolah tertinggal di rumah dan saya disetrap.
Mungkin ini yang namanya karma, melakukan hal buruk akan mendapat keburukan dan kesialan pula. Jadi, sejak saat itu saya berusaha membayar kala ada uang lebih di awal bulan sebagai permintaan maaf. Saya mengaku beli lima padahal hanya mengambil tiga. Saya sadar ngemplang tidak baik dan tidak mau lagi melakukan hal tersebut.
Dompet Tertinggal
Putri Lioda Vebrina, Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang
Tiap kali kuliah pukul 07.00, saya memilih sarapan di kantin, agar tidak terlambat tiba di kelas. Suatu kali saya terburu-buru berangkat ke kampus dan langsung sarapan di kantin.
Saat ingin membayar, saya panik mengetahui dompet tak ada dan tertinggal di rumah. Setelah beberapa menit saya tak juga pergi ke kelas, ibu kantin menghampiri saya. Menahan malu saya mengaku harus berutang pagi itu.
Ibu itu malah tersenyum dan menjawab saya tak perlu berutang dan jika saya menganggapnya sebagai utang, dia ingin saya membayarnya setelah sukses nanti.
Dari teman-teman saya akhirnya tahu anak ibu kantin kuliah di kota lain dan dia selalu menganggap mahasiswa seperti anak sendiri. Ibu kantin senantiasa bersikap baik kepada siapa pun. Saking baiknya dia, tak ada yang berani berutang apalagi ngemplang di kantinnya.
Hanya Sekali
Bella Aprialim, Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Seumur hidup saya baru sekali ngemplang, saat SMP. Bukan iseng tetapi karena saat itu lapar banget dan uang tak cukup. Godaan makin berat karena pisang goreng dan bakwan jagung dengan sambal buatan ibu kantin terkenal enak banget.
Saya takut jika mengaku berutang, ibu kantin bakal menolak. Terpaksa saya ngemplang, makan lima bayar dua. Sampai beberapa hari kemudian saya tak berani mengaku dan mencari cara menebus dosa.
Seminggu kemudian saat punya uang jajan lebih, saya menebus utang waktu itu. Makan dua mengaku lima. Walau hanya sekali, pengalaman itu membuat saya kapok karena ngemplang berarti mencuri dan merugikan orang lain. Kasihan si penjual yang bersusah payah mencari uang untuk keluarganya.
Darmaji
M Daniel Rexa Faraz, jurusan Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat
Di daerah saya ngemplang sama dengan darmaji, singkatan dalam bahasa Sunda dari dahar lima ngaku hiji. Artinya, makan lima mengaku satu.
Di kampus, saya belum pernah melakukannya. Namun, kala SMA pernah. Saya ke kantin paling mahal di sekolah, tetapi membayar harga seperti di kantin lain yang lebih murah.
Saat itu ada teman yang sering darmaji sampai semua pemilik kantin hafal, muak, serta berang. Bahkan, nama anak yang sering darmaji itu tertulis di tembok kantin.
Bukan hanya itu, para pemilik kantin menyebarkan perilaku si anak itu kepada semua yang mampir di kantinnya. Makin menarik digosipkan karena anak yang suka darmaji itu perempuan. Cara itu ampuh karena menjadi topik gosip semua orang termasuk ke para pengajar.