Argumentasi Memilih Pemimpin Yang Ideal
Mau Mendengar
Rida Angelina Damayanti, D-4 Perhotelan, Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti
Pemimpin yang baik adalah yang amanah. Janji manis tak akan berarti apa-apa jika tidak diwujudkan. Terkadang, ada pemimpin yang tidak ingin mendengarkan keluh kesah rakyatnya sendiri.
Pemimpin yang baik bukan yang menggusur pedagang kaki lima tanpa memberikan lapak usaha yang layak. Pemimpin yang baik tidak akan tega memakan uang rakyat. Pemimpin yang baik bukan yang tidak mau terjun langsung merasakan bagaimana penderitaan rakyat yang lingkungan hidupnya jauh dari kata layak.
Janji itu adalah hutang yang harus dilaksanakan. Jabatan tidak akan ada artinya jika tidak diimbangi rasa bertanggung jawab. Buatlah Indonesiaku berjaya dengan tanggung jawabmu.
Manusia Biasa
Sa’ad Fajrul Aziz, Hubungan Internasional, Universitas Sebelas Maret
Saya sangat ingin dipimpin oleh manusia biasa. Sudah, itu saja cukup. Tidak perlu dipimipin oleh Superman, ataupun Thanos. Saya mau dipimpin manusia biasa yang pernah salah dan lupa.
Manusia yang pernah salah dan lupa akan cocok memimpin negara ini. Bagaimana tidak? Dengan kesalahan dan kealpaannya sebagai manusa, sang pemimpin akan senantiasa melibatkan rakyat dalam perjalanannya sebagai pemimpin. Rakyat dapat berpartisipasi langsung dalam pemerintahan dengan mengingatkan pemimpinnya saat salah dan lupa.
Kerja sama yang apik antara rakyat dan pemimpinnya akan membuat Indonesia menjadi negara yang semakin baik. Saat pemimpin salah, rakyat yang membuatnya benar. Saat pemimpin benar, rakyat memberi dukungan. Alangkah indahnya jika hal itu dapat terwujud.
Kalangan Muda
Aji Setiawan, Ilmu Agama Islam, Universitas Negeri Jakarta
Dengan bonus demografi penduduk Indonesia yang mayoritas adalah kalangan muda, sudah saatnya pemuda ambil peran menahkodai bangsa ini. Kalangan tua diharapkan memberi masukan dan dorongan agar pemuda Indonesia berani maju serta tampil memimpin.
Pemimpin harus siap menerima kritikan dan saran, menjauhi sifat otoriter. Ketika memimpin, pikirkanlah kepentingan bangsa ketimbang golongan.
Pemimpin juga harus memiliki wawasan kebangsaan yang memadai. Negeri ini memiliki beragam agama, suku, dan ras. Kita butuh pemimpin yang dapat mengayomi dan merangkul semua kalangan, sehingga setiap potensi konflik bisa diredam. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang melihat segala sesuatu dengan rasa optimistis.
Menjunjung Keberagaman
Gabriel Dibya Panata Lumanto, Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana, Malang
Seorang pemimpin harus menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila yang semakin meluntur. Fenomena yang terjadi, khususnya peristiwa pengeboman, merupakan bukti nyata berkembangnya benih radikalisme. Radikalisme adalah penyebab disintegrasi bangsa.
Seorang pemimpin tak boleh mengabaikan keberadaan minoritas. Tak jarang kaum minoritas mengalami rasa tertekan, ketidakadilan, pembatasan hak sehingga hanya dapat berkata “iya”.
Keberagaman menjadi realitas bangsa Indonesia tidak dapat disangkal. Di berbagai tempat, khususnya perkotaan, penduduknya heterogen dari segi suku, agama, dan bahasa. Pemimpin harus memperlakukan mereka secara adil karena mereka semua adalah warga negara Indonesia. Sikap primordialisme dan etnosentrisme harus diberantas habis.
Setengah Dewa
Mediana Dewi Sartika, Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Pelita Harapan
“Manusia setengah dewa” adalah pemimpin yang tahu kebutuhan rakyatnya, bertindak dan mengambil kebijakan dengan memikirkannya terlebih dahulu. Ia akan merasakan apa yang rakyatnya rasakan. Ia tidak bisa tinggal diam bila rakyatnya tak mendapat tempat tinggal, sekolah, dan pelayanan kesehatan. Ia tak mau melihat rakyatnya selalu dinaungi kemiskinan bahkan kematian akibat gizi buruk.
Ia sadar betul bahwa semua rakyat Indonesia adalah tanggung jawabnya. Maka dari itu, pemimpin seperti ini akan mengupayakan kesejahteraan seluruh rakyat. Pengalaman ketatanegaraan yang tidak baik pada era sebelum reformasi tidak boleh dibawa sebagai acuan kepemerintahan.
Sebagai rakyat Indonesia yang baik, kita juga harus ambil bagian dalam upaya memperbaiki Indonesia. Kita tidak boleh hanya menuntut para pemimpin kita melakukan dan menyediakan fasilitas ini dan itu tanpa melakukan kewajiban sebagai warga negara.