Depok Letters, Komunitas Menulis Indah
Sabtu (12/5) sore, belasan anak muda berkumpul di salah satu kafe di kawasan Margonda, Depok. Suara riuh tegur sapa mengiringi sore tersebut. Mereka akrab padahal, usia mereka berbeda-beda. Ada yang masih pelajar SMA, ada yang sudah kuliah, bahkan ada pula yang telah bekerja. Satu kesamaan mereka, senang menulis indah.
Hari itu mereka berkumpul untuk acara silaturahmi bulanan alias pen meet up. Bukan hanya mengobrol seru tetapi sama-sama menggambar dengan satu tema tertentu. Mereka senang berkumpul dan berkarya. Karena menjelang Ramadhan, tema hari itu adalah Ramadhan Kareem.
Mereka adalah anggota Komunitas Depok Letters. Komunitas ini berdiri tahun 2015. Komunitas ini bergerak di bidang lettering, kaligrafi, dan tipografi. Intinya mereka belajar menulis huruf.
Sesuai tema, setiap anggota yang hadir mendapat satu huruf untuk mereka buat. Tidak ada patokan pasti karena semua boleh menggambar huruf sesuka hati. Sesuai kepandaian, minat, dan imajinasinya. Mewarnai huruf pun boleh sesuka hati mereka. Hasilnya adalah rangkaian huruf indah berbagai warna dan bentuk nan menarik.
Namun, selama tangan menggambar mulut mereka tetap berceloteh gembira. Saling meledek, melempar gosip, bicara apa saja, dan tertawa, sehingga suasananya meriah dengan kegembiraan.
"Setiap kali bertemu dan berkumpul, pasti ramai. Pernah pula siswa SD ikut pen meet up. Tidak ada batasan usia untuk ikut komunitas ini. Tua muda boleh ikut," kata Rhinaldy Rahadian, penggerak komunitas tersebut. Dia adalah mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta. Tahun ini. dia tengah sibuk mengerjakan tugas akhir untuk merampungkan studinya.
Selain kumpul bareng setiap bulan, mereka juga sering ikut berbagai acara. Misalnya, CREAT di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fun Art Exhibition untuk memeringati hari jadi ke-19 Kota Depok, dan Pucuk Cool Jam Festival di Taman Menteng, Jakarta, April lalu.
Pada acara tersebut mereka menggelar karya serta menjual karya. Mereka juga menerima pesanan dari peminat. Kadang kala panitia menyediakan bingkai untuk karya yang sudah jadi, tetapi sering kali tanpa bingkai.
"Hasil penjualan dari acara tersebut menjadi uang kas untuk keperluan kami juga seperti membeli kertas dan peralatan. Kertas ini kami pakai saat pen meet up," tutur Rhinaldy.
Promosi kampus
Anggota komunitas, Lutfiyana Indriani Rahma yang juga adik kelas Rhinaldy di Universitas Indraprasta PGRI mengatakan, semula orang tuanya kurang setuju dia aktif di Depok Letters. Akan tetapi, belakangan mereka mendukung karena hobi tersebut menambah teman, pengalaman serta dapat menghasilkan uang.
Dia mengenal komunitas ini melalui kampus. Saat masih mahasiswa baru setahun lalu, banyak unit kegiatan mahasiswa berpromosi. Lutfi tertarik karena kegiatannya sama dengan komunitas baca tulis di kampusnya.
"Banyak orang yang sama dan aktivitasnya menunjang kuliah saya. Saya belajar banyak hal yang kadang lebih dulu ketimbang pelajaran di kampus. Misalnya, teknik brush pen, teknik water colour,"kata Lutfi yang sejak dulu senang menggambar ini.
Dia menuturkan, selama bergabung di komunitas tersebut, banyak pelajaran dia dapat. Mulai dari teknik lettering, tipografi, teknik mewarnai dengan cat air, sampai belajar arti simbol.
"Ilmunya berguna dalam banyak hal. Tipografi penting untuk bisnis. Untuk apa logo dibuat, apa arti, dan makna suatu simbol," ucap Lutfi antusias.
Menurut Lutfi, para senior di komunitas Depok Letters tak pernah ragu membagi ilmunya. Dia belajar berbagai teknik dari mereka. "Semua gampang saja mengajarkan, tanpa memikirkan balasan," ujarnya.
Selain ilmu serta teknik baru, dia pun punya banyak teman baru. Bukan hanya dari lingkungan kampus atau Depok saja, tetapi juga banyak kampus lain seperti Universitas Indonesia dan Universitas Gunadharma. Teman-temannya pun datang dari berbagai kota antara lain Jakarta dan Bekasi.
Dia tak perlu mengeluarkan uang tambahan untuk membeli peralatan seperti kuas dan cat air karena dia telah memilikinya untuk urusan kuliah. Selain itu, dia juga kerap menjual karyanya dan menerima order dari peminat.
"Satu huruf sekitar Rp 15.000 sampai Rp 30.000. Tergantung tingkat kesulitan. Namun, buat teman kadang saya kasih gratis, he he," ujar Lutfi.
Komunitas ini kerap menggelar lokakarya di mal dan pengunjung boleh belajar dari mereka tanpa dipungut biaya. Bahkan, mereka yang ingin belajar juga boleh datang ke acara pertemuan komunitas tersebut.
"Nongkrong bareng dan lihat-lihat dulu juga tidak masalah. Mau belajar silakan, hanya menonton saja juga boleh," ujar MN Homsin S, mahasiswa tahun terakhir Polimedia Jakarta yang sekarang bekerja paruh waktu sebagai desainer grafis.
Homsin sering mengajar anggota komunitas baru. Dia mengajarkan berbagai teknik dasar. Dia selalu antusias dengan kehadiran anggota baru yang bertanya banyak hal. Selalu ada pertanyaan baru yang membuatnya berpikir dan terus memacu diri untuk terus belajar agar punya jawaban memuaskan serta tak mengecewakan si orang baru.
"Saya paling senang ketika mereka dapat berkembang jauh. Bahkan, jauh melampaui kemampuan saya. Kini, banyak di antara mereka yang punya keahlian lebih. Saya tak ragu balik belajar dari mereka," ujar Homsin tegas.