Menjadi Bermanfaat, Amalan Pun Didapat
Menjalani Ramadhan berarti menjalani bulan penuh berkah. Bagi mahasiswa Muslim, Ramadhan juga berarti waktu untuk meningkatkan amalan sekaligus menjadi bermanfaat. Dari mengurus masjid hingga menjadi penceramah. Mahasiswa ngasih ceramah, siapa takut!
“Bapak-bapak, ibu-ibu, pernahkah kita merasa, sudah beribadah, sudah berzikir, tetapi rezeki kita masih terhalang? Itu karena kita masih melakukan dosa besar,” ujar Maula Asyari (23) dari atas mimbar Masjid Al-Falah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
Rabu (23/5/2018) malam, Maula didapuk mengisi ceramah sebelum shalat Tarawih di masjid yang berada di kompleks perumahan warga itu. Mahasiswa Jurusan Sastra Arab Fakultas Adab Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengangkat tema tentang dosa-dosa besar yang masih sering dilakukan oleh orang-orang.
Selesai shalat Tarawih, Maula lalu masuk ke kamar yang terletak di bagian belakang masjid tersebut. Dia mengganti kemeja gamis lengan panjangnya dengan kemeja lengan pendek yang lebih santai. Bersama tiga rekannya, lulusan pesantren di Cirebon ini tinggal di masjid tersebut. Dia mengurusi segala keperluan masjid selama lima tahun terakhir.
”Jadwal (ceramah) saya sebenarnya masih lama. Namun, penceramahnya tidak hadir, saya menggantikan. Nah, itu yang paling bingung, panik di situ. Kayak tadi,” ujar Maula.
Sulung enam bersaudara ini menceritakan, Ramadhan menjadi ajang yang tepat untuk memaksimalkan ibadah, tidak terkecuali bagi para mahasiswa dan generasi muda. Di masjid tempatnya mengabdi juga dilakukan tadarusan dan kajian kitab.
”Alhamdulillah, kami punya Komunitas Pengurus Masjid Rempoa yang kebanyakan pengurusnya anak muda. Itu penting, menurut saya, karena yang tahu selera anak muda ya anak muda juga. Jadi, kalau mau mengajak anak muda ke masjid, ya sebaiknya pengurus dan penceramah dari anak muda,” kata Maula.
Aktivitas Maula dan rekan-rekannya di Ramadhan jauh lebih sibuk dibandingkan hari biasa. Sejak sore dia sudah sibuk mempersiapkan buka puasa. Setelah berbuka, dia lalu jadi imam atau muazin. Sehabis membereskan sisa berbuka, dia segera mempersiapkan untuk Tarawih. Begitu selama lebih kurang satu bulan.
Langganan imam
Azan Isya menjadi pengingat Muhammad Ubaidillah untuk segera menuju ke masjid. Ia bergegas mengambil gamis di lemari pakaian. Tak lupa, peci berwarna putih ia kenakan di kepala. Dengan berkendara sepeda motor, ia melaju ke Masjid Al-Barokah, Ciputat, Tangerang Selatan.
Lima menit segera berlalu. Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah ini segera turun dan langsung masuk ke dalam masjid. Di sana, ia berperan sebagai imam shalat Tarawih dan Witir. Tak hanya itu, ia juga menjadi penceramah kultum—kuliah tujuh menit—dalam waktu jeda antara shalat Tarawih ke Witir.
Sejak setahun lalu, Ubai—sapaan akrabnya— sering kali mendapat panggilan untuk menjadi imam shalat Tarawih. Ubai yang sehari-hari mengurus Masjid Al-Falah, Ciputat, sudah wajib untuk menjadi imam shalat di masjidnya. ”Jadi imam shalat tak hanya di hari Ramadhan saja, tetapi di hari biasa pun saya kebagian menjadi imam,” katanya selepas shalat, Sabtu (19/5/2018).
Sama halnya dengan Ubai, mahasiswa UIN Walisongo Semarang, Muhammad Ulul Albab, juga berlangganan jadi imam shalat Tarawih. Ceritanya bermula pada 2014 ketika dosennya menawarkan Ulul untuk menjadi pengurus mushala. Ulul pun tak menolak ajakan dari sang dosen.
”Mushala itu tidak ada pengurusnya, seolah telantar gitu. Jadi, saya mau jadi pengurus di mushala sana. Sampai sekarang, saya sering dipanggil untuk jadi langganan imam mushala,” kata mahasiswa asli Gresik itu.
Tarmizi Kadir Dalimunthe juga menjadi langganan imam shalat Tarawih pada Ramadhan kali ini. Santri yang menempati Pondok Pesantren Sabilussalam ini sering memenuhi panggilan ketika namanya dipanggil oleh pengurus pondok. ”Saya sering dipanggil untuk jadi imam, tiga hari sekali tepatnya,” katanya.
Sejak kelas tiga SMP, ia memulai untuk menjadi imam shalat. Awalnya dimulai ketika Tarmizi menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Al-Ansor, Medan. Setelah kuliah dan menjadi santri mahasiswa, Tarmizi juga masih menjalankan ilmu agamanya lewat jadi imam. ”Melatih tanggung jawab juga,” kata mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah ini.
Tidak beda dengan lainnya, mahasiswa lulusan Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Ciputat, Amirullah Syahputra (23), juga menjadi langganan imam shalat Tarawih di beberapa masjid sekitar tempat tinggalnya. Pada 2015, ia sempat tinggal di Masjid Fatullah yang berada di depan kampus UIN Syarif Hidayatullah. ”Saya jadi pengurus masjid di sana ketika masih awal kuliah bersama teman-teman juga,” ujar Amir yang lulus pada November 2017.
Lulusan Pendidikan Agama Islam PTIQ ini bercerita, jadwal pemanggilannya untuk menjadi imam shalat Tarawih mencapai 15 kali tiap bulannya. Untuk bulan ini, Amir membagi jadwal pemanggilan imam shalat. Pada tiga minggu Ramadhan, Amir masih sering menjadi imam di sekitar Ciputat. Sementara di minggu terakhir, Amir meluangkan waktunya untuk pulang ke kampung halaman, Riau, sekaligus menjadi imam shalat di sana.
Bermanfaat
Para anak muda ini menjalani kegiatan yang layaknya seperti ustaz. Selepas shalat Tarawih, Ubai, misalnya, langsung duduk melingkar bersama remaja di sekitar Masjid Al-Falah. Mereka lalu membuka Kitab Sulumun Najat yang isinya adalah kitab tentang panduan shalat.
”Saya, kan, di sini pengurus masjid, jadi ikut bantu para ustaz untuk mengajar mengaji juga. Selain itu, saya juga menjadi bilal, imam zikir, juga penceramah ketika shalat Tarawih,” kata Ubai.
Tak jauh beda dengan Ubai, Ulul juga langganan untuk memimpin ceramah ketika shalat. Menurut dia, itu jadi nilai plus tambahan ketika ia dipanggil menjadi imam. Sementara Amir, ia mengambil peran dalam memimpin zikir jemaah Masjid Fatullah. Pemuda ini juga sering memimpin pengajian tiap malam Jumat.
Menjadi imam shalat memang bermanfaat untuk menambah bekal rohani sekaligus tanggung jawab kepada masyarakat. Para pemuda ini sepakat bahwa imam adalah peran penting dalam kegiatan beribadah. Selain mengisi kegiatan pada bulan Ramadhan, mereka juga sepakat bahwa hasil dari ilmu yang dipelajari menjadi bekal untuk terjun di lingkungan masyarakat. (**)