Komunitas Biodiversity Warriors Mendata Satwa Untuk Melestarikan Alam
Oleh
Maria Susy Berindra
·5 menit baca
Komunitas Biodiversity Warriors (BW) mengajak generasi muda untuk menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati. Untuk itulah, dalam rangka Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia, BW mengumpulkan para relawan sebanyak 14 untuk mendata, mengidentifikasi dan mendokumentasikan keaneragaman hayati di Taman Dadap Merah, Pasar Minggu, Jakarta, Sabtu (12/5/2018).
Para relawan yang sebagian besar mahasiswa, dibagi menjadi tiga kelompok. Mereka berpencar mengelilingi taman untuk mengamati aktivitas keanekaragaman hayati, seperti capung, burung, dan tumbuhan. Selama dua jam, mereka mengamati aktivitas keanekaragaman hayati yang ada di antara pepohonan dan sungai yang berada di tengah taman.
Dalam setiap kelompok, setiap relawan mendapat tugas masing-masing. Sebagian mengambil foto, dan ada yang menulis aktivitas satwa dan tumbuhan. Selain itu, ada beberapa anggota yang bertugas mencari nama jenis keanekaragaman hayati, sesuai dengan informasi di buku katalog komunitas BW.
Seperti yang dilakukan oleh tiga mahasiswa Universitas Nasional (UNAS) yaitu Annidita Haryanti, Ayu Tantri, dan Muhammad Fathir Mulki. Mereka menelusuri taman dari ujung ke ujung hingga mencari capung di tepi danau.
Fathir, yang baru pertama kali menjadi relawan, mengatakan, kegiatan ini menarik lantaran bisa belajar secara langsung di luar teori yang diajarkan di kelas. Mahasiswa Jurusan Biologi UNAS ini mengaku mengetahui komunitas BW dari kedua kakak kelasnya, Annidita dan Ayu.
“Sebelumnya enggak tahu kalau ada komunitas seperti ini. Tapi banyak kakak kelas yang sudah lama gabung komunitas BW. Secara langsung, kegiatan ini juga mendukung jurusan yang saya ambil di kampus,” ujarnya.
Fathir bertugas untuk mencari dan mencatat aktivitas satwa maupun tumbuhan melalui buku katalog yang ditemukan oleh Annidita dan Ayu. Salah satu tugas yang agak sulit, adalah menangkap momen satwa liar yang sedang beraktivitas. Jika tidak segera difoto, satwa yang ditargetkan bisa berpindah tempat.
Adapun hambatan lainnya adalah pada satwa yang bermigrasi dari daerah atau taman lain. Ayu mengungkapkan, beberapa kali ia mendapatkan satwa yang baru dilihat dan sebelumnya tidak ada dalam buku katalog komunitas BW.
“Tahun lalu, di taman ini juga pernah melihat burung migrasi. Mungkin karena di tempat asalnya itu sudah tidak nyaman lagi, misalnya hutan yang dibabat atau banyak pemburu,” paparnya.
Seusai semua tugas selesai, mereka menulis dalam bentuk artikel, jurnal yang dilengkapi dengan foto atau video. Semua hasil itu diunggah ke media sosial sehingga bisa membantu pelestarian keanekaragaman hayati.
Pelestarian dan perburuan
Penggagas komunitas BW Akhmad Baihaqi atau Abay menyatakan, aktivitas komunitas diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akan keanekaragaman hayati dengan cara yang sederhana, namun memiliki dampak yang besar. Komunitas yang terbentuk tahun 2014 oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI) ini terbentuk lantaran menurunnya jumlah keanekaragaman hayati di Indonesia oleh perburuan satwa liar.
Abay memaparkan, hingga kini komunitas BW lingkup Jabodetabek sudah memiliki 50 anggota tetap dan 2.850 relawan. Adapun, BW sudah tersebar di 52 kota dan telah bekerja sama dengan lebih dari 30 universitas di Indonesia.
Perburuan tersebut tidak hanya terjadi di hutan, tetapi juga di taman kota. Hal itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan komunitas BW di 30 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Jakarta selama empat bulan dari April hingga Juli 2015.
Abay bercerita, perburuan tersebut tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Adapun hewan yang paling banyak diburu adalah burung liar yang ada di taman. Mereka berdalih bahwa burung tersebut diburu untuk dipelihara, namun nyatanya untuk dijual atau diikutsertakan dalam lomba burung berkicau.
Dengan kondisi seperti itu, berdasarkan data dari BW tahun 2015, ada 130 jenis burung, 50 jenis capung, dan 36 jenis kupu-kupu yang masih tersisa di Jakarta. Abay mengatakan, faktor lainnya yang mengakibatkan populasi burung menurun adalah adanya konversi lahan dari RTH menjadi ruko, perumahan, pusat perbelanjaan, maupun perkantoran.
“Apalagi burung-burung yang mereka buru sebagian besar termasuk dalam kategori burung yang harus dilindungi. Ancaman tersebutlah yang membuat kita sering kali miris dengan keanekaragaman di Jakarta,” ujar Abay.
Kampanye pelestarian keanekaragaman hayati sangat diperlukan, salah satunya dilakukan melalui media sosial. “Maka dari itu, para relawan mempromosikan keanekaragaman hayati yang ada di RTH di Jakarta melalui aksi langsung maupun media sosial. Alhasil, melalui kegiatan ini, kesadaran masyarakat meningkat dari apa yang diunggah para relawan,” lanjut Abay.
Harapannya, keberadaan taman dan hutan kota, sungai, serta danau, bisa menjadi sarana belajar untuk anak sekolah maupun mahasiswa tentang keanekaragaman hayati. Dengan fasilitas yang terawat, guru maupun dosen bisa mengajak siswa dan mahasiswanya belajar secara langsung dengan mempratekkan teori yang dipelajari di kelas.
“Mereka yang suka unggah status galau, sekarang mulai mengunggah jenis-jenis pohon dan capung. Artinya, ada peningkatan. Tetapi kita juga butuh dukungan banyak pihak pengelola taman dan pemerintah,” ungkapnya.
Upaya pelestarian keanekaragaman hayati, diungkapkan Abay, bukan hanya menjadi tanggung jawab masyarakat saja, melainkan juga akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan pemerintah daerah untuk saling bersinergi.
Maka dari itu, kata Abay, komunitas BW kini sudah bekerja sama dengan pemerintah daerah Jakarta untuk menugaskan petugas keamanan dan membuat papan aturan di setiap RTH. Kendati demikian, petugas keamanan diharapkan bisa bertindak tegas kepada masyarakat yang menyalahi aturan.
“Masih ada petugas yang merasa tidak enak menegur warga yang berburu satwa liar. Harusnya kan tidak pandang bulu dan kita mengajak pemerintah untuk berani bertindak tegas,” cetusnya geram. (SIE/*)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.