Makanan untuk Mereka yang Papa
Sebagian orang kerap membuang-buang makanan yang tidak mereka konsumsi. Padahal, banyak orang di luar sana kekurangan makanan. Hal itulah yang mendorong sekelompok anak muda bergerak untuk mengumpulkan makanan yang tak disentuh pada acara pesta atau rapat. Makanan itu lantas mereka bagikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Anak-anak muda itu tergabung dalam komunitas The Hunger Bank yang mereka bentuk sejak 2,5 tahun lalu. Gerakan ini bermula di Bandung dan kini menular ke berbagai kota antara lain, Yogyakarta, Solo, Malang, Manado, Jambi, Bogor, dan Semarang.
Selain menerima makanan berlebih dan menyalurkan ke tuna wisma, mereka juga mengedukasi masyarakat agar terbiasa menghabiskan makanannya dan tak membuang makanan yang berlebih.
The Hunger Bank biasanya menjemput makanan berlebih dari acara pesta pada malam hari. Malam itu juga makanan itu mereka bagikan kepada para tuna wisma. Mereka biasanya membagikan makanan di atas pukul 21.00. Makanan tersebut sudah dikemas dalam bentuk nasi bungkus atau nasi kotak. Kegiatan itu baru selesai jelang tengah malam.
Para volunter The Hunger Bank tak pernah mengeluh meski harus pulang malam. Mereka justru bersyukur bisa menjadi penyalur makanan kepada yang membutuhkan.
Ide dari TPA
Komunitas The Hunger Bank diinisiasi oleh Falencia Chrisshanti Naoenz (24) pada Maret 2016. Gadis yang kini bekerja di Jakarta tersebut, saat itu kuliah di Program Studi Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan Bandung.
“Waktu itu saya dan teman kampus menjadi panitia konferensi internasional tentang limbah makanan sisa. Salah satu agendanya adalah mengunjungi tempat pembuangan akhir (TPA) Sarimukti. Aku kaget, ternyata jenis sampah yang paling banyak dibuang adalah makanan,” ujar Falencia di Jakarta, Jumat (27/7/2018).
Orang Indonesia itu pembuang sampah makanan nomor dua di dunia
Tak hanya di TPA, di jalanan menuju TPA juga ada ceceran sampah makanan yang memunculkan bau busuk dengan belatung di sana-sini. Falen, panggilan Falencia baru tahu kalau orang Indonesia pembuang sampah makanan nomor dua di dunia. “Aneh ya, kita banyak membuang makanan, padahal banyak orang tidak bisa makan,” katanya.
Karena prihatin dengan kebiasaan membuang makanan, sementara banyak orang yang kurang makan, Falen tergerak untuk mendirikan The Hunger Bank. Ia tak sendirian. Di sisinya ada Imam Assovie, teman sejurusan di Unpar. Belakangan menyusul Joselyn Lesmana, mahasiswi Jurusan Hukum Unpar yang bergabung sebagai volunter. Setelah itu jumlah volunter terus bertambah.
Di awal berdiri The Hunger Bank, Falen datang ke panitia acara di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unpar untuk minta sisa makanan yang layak untuk dikonsumsi. Kawan-kawan Falen juga menghubungi pihak yang menggelar pernikahan atau pesta lain. Untuk memberitahu keberadaan organisasi mereka, The Hunger Bank punya akun Instagram. “Imam yang menangani sosial media,” jelas Falen.
Ternyata gerakan mereka direspons masyarakat. Mereka yang memiliki makanan lebih, menghubungi The Hunger Bank. Selain itu, ada pula yang memberi sumbangan dalam bentuk uang.
Charity with Smile, kumpulan para perempuan di Jakarta yang suka beramal, merupakan salah satu donator yang sering membantu para tuna wisma. Perkenalan Charity with Smile berawal dari saat mereka melihat tayangan tentang The Hunger Bank di salah satu televisi. “Itu setahun lalu. Nah sejak itu, kami sering menghubungi Falen,” kata seorang ibu, salah satu anggota Charity with Smile, yang tak ingin namanya ditulis.
Saya minta tolong salah satu warteg dekat rumah untuk membuat 100 nasi bungkus selama 15 hari di awal puasa lalu. Eh pemilik warung justru ikut menyumbang
Ia mengatakan, perkumpulan tersebut lebih sering menyumbang uang, tetapi pada Ramadhan lalu, salah satu anggotanya menyumbang uang yang kemudian dibuat nasi bungkus. “Saya minta tolong salah satu warteg dekat rumah untuk membuat 100 nasi bungkus selama 15 hari di awal puasa lalu. Eh pemilik warung justru ikut menyumbang, jadi kami dapat harga murah sekali,” katanya.
Nasi bungkus itu ia serahkan kepada Falen untuk diteruskan kepada para tuna wisma agar bisa menikmatinya saat berbuka puasa. Untuk mengetahui kondisi penerima dana bantuan, para anggota Charity with Smile juga pernah ikut Falen dan volunter The Hunger Bank membagikan makanan. Mereka pergi di malam hari ke daerah di sekitar Roxy, Jakarta Barat yang menjadi salah satu kantung tuna wisma di Jakarta. Pengalaman tersebut membuat perkumpulan itu lebih mempercayakan bantuan mereka serahkan kepada Falen dan kawan-kawan.
Saat ini Falen sudah pindah dari Bandung ke Jakarta, Imam pun sudah pindah ke Pontianak, tetapi keduanya tetap masih mengurus The Hunger Bank. “Kadang-kadang saya ke Bandung tetapi sehari-hari operasional organisasi sudah ditangani para volunter,” kata Falen.
Untuk operasional di Jakarta, Falen yang berasal dari Malang mengaku belum banyak tahu wilayah itu. Beruntung diantara volunter ada orang asli Jakarta yang tahu dengan detil wilayah Ibukota. Mereka juga yang membantu memberitahu daerah sasaran yang tepat untuk menyalurkan bantuan.
“Kami tak ingin hanya menyalurkan bantuan ke satu titik, karena tak mau membuat mereka terus bergantung kepada kami. Oleh sebab itu kami terus berpindah ke wilayah miskin lain,” jelasnya.
Pemberi sisa makanan lebih sering telepon dadakan untuk mengambil makanan dari mereka, sehingga sebenarnya kami harus posisi berjaga
Falen mengakui, aktivitasnya di The Hunger Bank kadang-kadang membuatnya kelelahan, terlebih jika banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. “Pemberi sisa makanan lebih sering telepon dadakan untuk mengambil makanan dari mereka, sehingga sebenarnya kami harus posisi berjaga. Kadang-kadang badan capek dan ngantuk tapi saya dan kawan-kawan terus bergerak. Sayang makanan dan kasihan orang yang butuh kan,” katanya.
Sesuatu yang membuat Falen terus bergiat di The Hunger Bank, saat ia mengingat senyum dan ucapan terima kasih para penerima makanan sisa itu begitu mendapat makanan bungkus. “Itu menjadi obat lelah saya,” tambah Falen lagi. Saat ini selain tetap menerima sumbangan makanan, Falen juga sering datang ke sekolah-sekolah untuk mengedukasi anak muda agar tak membuang sisa makanan yang mereka miliki.