Jakarta adalah kota metropolitan terbesar di Indonesia. Gedung pencakar langit, perkantoran, dan pusat perbelanjaan bertingkat tinggi dan megah menghiasi kota ini. Tak disangka, di antara pencakar langit dan hiruk-pikuk kota ini terdapat sebuah taman wisata bakau di daerah Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Taman Wisata Alam Bakau Angke Kapuk ini terletak di belakang sekolah Tzu Chi. Taman ini dikembangkan pemerintah pada 1997. Ketika dibangun, tentara terlibat dalam penanaman bakau di lahan seluas 99,8 hektar itu. Penanaman berlangsung sampai 2006, lalu dibuka untuk publik pada 2010. Kini, taman itu dikelola Badan Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta.
Keberadaan taman ini memungkinkan penduduk melihat berbagai macam tanaman hijau. Jenis tanaman di sana bernama Avicennia marina atau sering disebut warga sekitar sebagai api-api karena sifatnya mudah terbakar. Selain itu, pengunjung dapat melihat bakau rizopora. Bakau rizopora yang berdaun lebar ini tumbuh dari dasar air berkedalaman sekitar 1,2 meter, yang di titik tertentu bisa sampai 4 meter.
Selain tanaman bakau, pengunjung juga bisa melihat berbagai macam binatang, mulai dari burung, biawak, ular air, hingga aneka ikan. Menurut Ardhika Wiwit, pemandu di sana, lebih dari 10 jenis burung hidup di daerah tersebut. Burung-burung itu berasal dari daerah Kepulauan Seribu yang datang mencari makan.
Jenis ikannya pun bermacam-macam, termasuk lele, gabus, bandeng, dan kakap putih. Ikan-ikan itu terkadang loncat dan menciprati pengunjung yang sedang naik perahu. Atraksi tersebut terbilang jarang terlihat karena kebersihan sungai atau rawa di Jakarta cukup memprihatinkan.
Ajeng Arifa (17), seorang pengunjung, mengatakan jenuh jika masa liburan hanya dihabiskan di area yang padat dengan gedung tinggi. Temannya, Wulan Ariska (15), menambahkan, taman hutan bakau itu bagus bagi pelajar seperti dirinya untuk menambah pengetahuan mengenai tetumbuhan. Selain itu, dia merasa, lokasinya sangat seru sebagai latar untuk berfoto bagi kaum muda.
Pungki Adi Kusuma (16), seorang pengunjung, mengatakan baru pertama kali datang ke tempat tersebut. Ia ingin mencoba hal baru. Bagi Pungki, taman hutan bakau itu sangat menarik karena Ibu Kota yang identik dengan gedung-gedung tinggi masih menyisakan taman alami.
Meski begitu, Pungki prihatin dengan sampah yang berserakan di tempat tersebut. Sampah berupa botol dan kantong plastik berasal dari Teluk Jakarta terbawa air saat arus pasang. Ia khawatir sampah mengganggu ekosistem alami yang berdiam di kawasan tersebut.
”Iya, nih, kondisinya sedikit kotor dan banyak sampah,” ujar Pungki yang berasal dari Jakarta Timur.
Pihak pengelola menyebutkan telah mengambil langkah agar dapat menyelesaikan masalah sampah. Pembersihan menyeluruh dilakukan rutin dua kali sebulan. Petugas kebersihan taman menaiki perahu berkeliling dan mengangkat sampah plastik satu per satu dari permukaan air. Kerja keras petugas kebersihan ini patut diapresiasi.
Selain atraksi alami, pengunjung juga dimanjakan dengan sensasi berjalan melalui jembatan bambu. Sekilas, jembatan itu tampak rapuh dan berbahaya. Orang-orang yang berjalan di atasnya merasa khawatir jembatannya patah. ”Seram ya, jembatannya seperti bisa patah kapan saja. Kelihatannya rapuh dan kurang terawat,” ucap Ajeng.
Pengurus mengatakan, jembatan bambu itu dipantau terus kondisinya. Mereka memperbaiki dan mengganti bambu yang sudah rusak, biasanya sekali setiap tahun.
Di sana juga ada pondok penginapan bagi pengunjung yang berminat bermalam. Biaya sewa pondok penginapan ini berkisar antara Rp 300.000 dan Rp 20 juta untuk vila yang paling besar. Pondoknya berbahan kayu alami yang dibawa dari Sukabumi.
Taman hutan bakau yang alami ini ibarat suaka bagi kaum muda yang jenuh dari kehidupan kota. Yuk, kita melepas rindu pada alam di sini!