Nostalgia Bujang Rimba
Tukang becak tersentak dari bangku penumpang saat leyeh-leyeh di malam hari. Hampir saja becak itu terjungkal ke depan ketika dia terkesiap, kaget setengah mati, dan berdiri, melihat sekelompok orang melintas di depan becaknya. Tanpa rasa kepo alias keingintahuan lebih lanjut, dia kembali ke jok penumpang lagi, hendak melanjutkan leyeh-leyehnya.
Tak sampai satu menit, itulah cuplikan video pembuka sebuah program kreatif yang dihasilkan Komunitas Bujang Rimba. Tak lebih dari 10 jurnalis yang melihat cuplikan video itu dibikin terdiam beberapa detik. Hanya terlontar satu kata, ”Ngeselin”. Karya kreatif itu sepintas bikin kesal karena tidak tahu lebih lanjut maksud cuplikan teaser video itu.
Semua mata berpaling ke dua sosok di balik pembuatan cuplikan video itu, Adri Imad Kadifa dan Pampry Ananto. Mereka pun tertawa.
”Persis, itulah karya kami. Ngeselin ya? Tapi, teman-teman bertanya, maksud elu apa? Ya, memang, kami bikin penasaran saja. Jadi, penonton terdorong untuk mencari tahu lebih lanjut,” kata Adri saat mengukuhkan kerja sama Komunitas Bujang Rimba dengan penyedia layanan pembayaran elektronik Doku di Jakarta, Rabu (12/9/2018).
Adri dan Pampry adalah dua dari 10 anggota penggagas Komunitas Bujang Rimba. Baru-baru ini, mereka diajak untuk menggarap program kreatif bertema ”Khasiat Obat Ganteng”. Obat ganteng di sini bukan semata-mata tertuju pada penampilan, tetapi mengenai bagaimana orang mendapat kemudahan menikmati hidup seiring dengan perkembangan kemudahan pembayaran berbasis elektronik.
Komunitas Bujang Rimba pun terheran-heran bisa dipilih karena dinilai kreatif. Padahal, kreativitasnya diakui cenderung menghadirkan khazanah tempo dulu. Bukan hanya karya video kreatifnya, penampilan Adri dan Pampry pun jadul. Mereka tak sungkan mempunyai gaya rambut klimis yang berpadu dengan topi dan kacamata klasik. Bahkan, dengan wajah riang, mereka mengenakan baju bunga-bunga berwarna cerah.
Anak motor
Dari mereka, terungkap seluk-beluk tentang komunitas ini. Cikal bakal komunitas datang dari kumpulan anak-anak motor di Bandung, Jawa Barat. Dari sekadar mengetahui dan berbagi informasi tentang sepeda motor, terutama motor-motor tua, mereka mulai menyadari memiliki bekal kemahiran masing-masing di tempat kerjanya.
Di pengujung tahun 2016, mereka iseng berkunjung ke hutan pinus di Cikole, Lembang, Bandung. Dari obrolan santai, mereka membentuk kelompok kreatif yang fokus bergerak dalam pembuatan konten yang menghibur.
Kelahiran komunitas ini tidak lepas dari latar belakang para personel yang hobi berkendara, bertualang, dan berkarya. Mereka gemar menyambangi pedalaman hutan, bermain di pesisir pantai dan lautan, serta bertualang di kota-kota besar di seluruh penjuru Nusantara.
”Dari 10 penggagas, sekarang ini hanya dalam waktu singkat, kami sudah menggalang kekerabatan mencapai 50 orang di sejumlah kota,” kata Pampry.
Bujang Rimba bergerak untuk menghasilkan konten-konten di bidang grafis dan multimedia, entah berupa ilustrasi, tipografi, motion, video, ataupun musik. Pada dasarnya, komunitas ini merasa senang menyalurkan segala yang disukai dengan selera kolektif dari para personelnya. Kesenangan ini menghasilkan karya audiovisual untuk bisa dinikmati masyarakat.
Komunitas ini membuktikan, konten video tak harus menjadikan keterbatasan peralatan menjadi penghalang kreativitas. Misalnya, mereka membuat konten video dengan menggunakan gawai. Kemahiran pengambilan gambar dan pengolahan yang dilakukan desain grafis dipandang sebagai kuncinya.
Sekali lagi, kami ini memang bukan hanya anak motor, tetapi juga terdiri dari kalangan yang berkecimpung di bidang agensi periklanan dan grup band
”Sekali lagi, kami ini memang bukan hanya anak motor, tetapi juga terdiri dari kalangan yang berkecimpung di bidang agensi periklanan dan grup band. Jadi, ya, kami berkolaborasi saja,” ujar Pampry.
Komunitas Bujang Rimba beraliran retro, vintage, dan menghadirkan rasa nostalgia. Seluruh aliran itu disatupadukan dengan isu-isu dan tema vernacular atau bahasa daerah. Mereka membawakan tema lokal yang sangat relevan, mengangkat lagi nilai-nilai estetika masa lampau ke dalam karya-karya seni audiovisual.
Misalnya, menghadirkan perilaku, penampilan, ataupun kendaraan yang pernah tren pada era 1960 hingga 1990-an. Menghadirkan kembali nuansa musik, lagu, film, poster, ilustrasi, hingga seni tari Indonesia supaya turut mewarnai materi kontennya.
Bagi komunitas ini, ada kenikmatan tersendiri. Bujang Rimba ingin semua budaya pop dalam negeri bisa kembali menjadi kiblat utama dalam dunia pergaulan masa kini dan masa depan. Masyarakat diajak untuk lebih menghargai muatan lokal yang hadir di dunia hiburan, seperti mode, musik, film, dan karya seni lain.
Komunitas Bujang Rimba merasakan refleksi multimedia saat ini sudah mengarah ke kebudayaan asing. Padahal, jika ditelisik lebih dalam, Indonesia sebetulnya mempunyai literasi yang bagus-bagus dan mengisahkan banyak keragaman serta keindahan.
Komunitas ini menghadirkan nuansa nostalgia yang sangat kuat. Penampilan rambut gondrong, celana jins belel, sepeda motor dengan lampu khas motor tua, dan suara deru kendaraannya, termasuk lokasi-lokasi legendaris yang masih mudah dijumpai hampir di setiap kota.
Mengangkat budaya lokal ke ranah nasional menjadi cita-cita komunitas ini. Kelak, budaya lokal menjadi medium utama untuk bertukar pikiran dan perasaan lewat humor dan komedi.
Kami sering ditanya, tujuan besar komunitas ini apa? Tidak muluk-muluk, selalu saya jawab, kami ingin terkenal
”Ya, kami sering ditanya, tujuan besar komunitas ini apa? Tidak muluk-muluk, selalu saya jawab, kami ingin terkenal. Tentu lewat karya kreatif,” kata Adri, yang baru saja melepas masa lajangnya.
Kadang-kadang, mereka merasa terheran-heran karena tak dilahirkan di era tahun itu, tetapi bisa menggarap tema-tema jadul. Menurut mereka, selama pasar barang bekas masih tersedia, sepeda motor jadul masih dimiliki, dan ditambah kecanggihan peralatan audiovisual terjangkau, Bujang Rimba yakin bisa eksis menghadirkan karya-karya kreatif. Modalnya, kekuatan kebersamaan anggotanya.