Anak Muda, Bingung Saat Terjadi Bencana
Tepat dua pekan lalu, goncangan gempa bumi diikuti likuefaksi dan digulung kedahsyatan ombak air laut tsunami memporak-pondakan Palu, Donggala, dan Sigi di Provinsi Sulawesi Tengah. Apa pelajaran yang bisa diambil oleh kita, anak-anak muda?
Gempa yang belakangan melanda beberapa kota di Tanah Air membawa ingatkan Bening Damaijiwa Nadhilla, mahasiswi Jurusan Manajemen Universitas Padjadjaran, Bandung, pada pengalamannya di sekolah dasar. Saat itu, ada pelajaran cara menyelamatkan diri menghadapi bencana alam, terutama gempa. Rasanya, masih amat membekas.
Ingat banget waktu kelas 4 atau 5 SD, guru geografi mengajari cara menyelamatkan diri, kalau terjadi gempa bumi. Salah satunya yang aku hafal banget, berlindung di bawah meja
“Ingat banget waktu kelas 4 atau 5 SD, guru geografi mengajari cara menyelamatkan diri, kalau terjadi gempa bumi. Salah satunya yang aku hafal banget, berlindung di bawah meja,” kata Bening di Jakarta, Minggu (7/10/2018).
Saat itu, lanjut Bening, sang guru juga mengajarkan praktik penyelamatan diri.
“Jadi, pura-puranya, ada gempa. Lalu kita diberi aba-aba harus melakukan apa. Yang aku ingat sekali, guruku menekankan, kalau kita tidak boleh panik. Soalnya, begitu panik, bisa kacau semua,” ujar mahasiswi semester 7 ini.
Ketika belum lama ini, Bening harus menjalani KKN, dia dan rekan-rekannya memilih topik tentang pelatihan dasar evakuasi bencana alam, terutama gempa bumi. Pelatihan tersebut berlangsung di SDN 1 Kayu Ambon, Lembang, Jawa Barat.
Sepengetahuan Bening, Lembang merupakan daerah rawan gempa. “Kalau enggak salah, menurut sejarahnya sudah empat kali kena gempa yang lumayan besar. Atas dasar itulah, aku dan teman-teman mengajarkan cara evakuasi kepada anak-anak kelas 5 dengan tenang. Harapannya, sebisa mungkin sejak dini mereka sudah tahu cara menyelamatkan diri, jika menghadapi gempa,” jelas Bening.
Saat itu, dia juga menghadirkan seorang ahli dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Munasari, untuk menyampaikan materi dan simulasi tentang bencana gempa.
Bening membagikan tipsnya, jika terjadi gempa. “Yang paling penting, kita harus tenang. Cari tempat untuk berlindung, contohnya di bawah meja. Lalu kalau berada di gedung tinggi, turun pakai tangga, jangan pakai lift,” kata Bening.
Dimas Budi, mahasiswa semester 5 jurusan Hukum Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, secara terpisah mengisahkan pengalamannya saat mengalami gempa. Waktu itu, dia masih duduk di bangku SMP. “Enggak gede sih gempanya, tapi terasa banget. Saking paniknya, saya lari ngibrit ke halaman sekolah,” kenang Dimas sambil tertawa.
Tapi begitu kejadian, rasanya kok lupa semua. Suasana panik
Padahal, guru geografinya saat SD sudah pernah mengajarkan cara menyelamatkan diri jika terjadi gempa bumi. “Tapi begitu kejadian, rasanya kok lupa semua. Suasana panik,” kata Dimas yang ditemui di sebuah kafe di Jakarta.
Dimas tetap menyebutkan, pentingnya ketenangan saat menghadapi gempa. Berupayalah mencari tempat untuk berlindung, di bawah meja, misalnya. Atau, lari ke halaman luas, yang tidak terdapat pohon besar dan tiang listrik.
Sikap tanggap
Dengan banyaknya bencana alam yang datang tanpa dapat diprediksikan, pemahaman tentang mitigasi bencana wajib menjadi pengetahuan dasar bagi seluruh masyarakat, termasuk anak muda. Jechandrik Leatemia, Mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas UPN Veteran, Yogyakarta, Senin (9/10/2018), menuturkan, ketika terjadi gempa dan berada dalam ruangan, sebisa mungkin kita mencari tempat terbuka. Jika kondisi tidak memungkinkan, berlindung di tempat yang aman, lindungi area tubuh yang rawan seperti kepala.
Pengetahuan Jechandrik terhadap langkah awal penyelamatan diri dari gempa berasal dari pelajaran yang ia pelajari di bangku kuliah. Sejauh ini, dirinya yang termasuk orang yang belajar ilmu kebumian yang sering diselingi dengan pengetahuan tentang penyelamatan diri saat bencana alam.
Jechandrik mengaku pernah mengalami gempa, tetapi skala goncangannya kecil. “Cara menghadapinya ya berusaha untuk tidak panik dan melakukan penyelamatan diri sesuai dengan SOP yang saya ketahui,” kata Jechandrik.
Feren Saragih, Mahasiswi Jurusan Kedokteran, Universitas Hassanudin, Makassar, juga secara teoretik paham tentang cara menyelamatkan diri saat gempa terjadi. Sebisa mungkin, kata Feren, keluar dari dalam bangunan menuju daerah terbuka. Jika terjebak di dalam ruangan, cari perlindungan di tempat yang aman, seperti di bawah perabotan yang bisa melindungi dari kemungkinan reruntuhan.
Namun, ia sendiri belum pernah mendapat pelatihan penyelamatan diri dari bencana. “Informasi yang saya dapat tentang langkah awal penyelamatan diri dari bencana berasal dari internet,” ujarnya.
Menyusul musibah gempa bumi yang terjadi akhir-akhir ini, berbagai instansi gencar mengadakan simulasi atau pelatihan penyelamatan diri dari bencana gempa bumi. Salah satunya lembaga yang mengadakan simulasi gempa adalah Universitas Bina Nusantara.
Pepen Darwanto selaku Staf Bagian Building Management, Universitas Bina Nusantara yang ditemui di Jakarta, Senin lalu, menyatakan, simulasi praktis merupakan program yang telah diadakan sejak lama, seperti simulasi menghadapi gempa bumi dan kebakaran.
Simulasi penanggulangan bencana gempa merupakan hasil kerja sama kolaboratif antara Building Management Binus dengan beberapa instansi, seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Pemadam Kebakaran dan melibatkan semua pihak secara umum yang berada di lokasi Binus.
“Simulasi di kampus Binus lumayan meriah, karena kita sudah susun sedemikian rupa,” ujar Pepen tentang simulasi yang berlangsung hanya sekitar 15 menit dan evakuasi yang berlangsung sekitar setengah jam.
Para pelatih simulasi juga sebelumnya telah diberikan pelatihan khusus berkali-kali. Pepen berharap dari hasil beberapa simulasi yang telah diadakan di Universitas Binus, setidaknya semua pihak akan mengingat dari hasil simulasi dan sudah sigap.
Nina Dwi Handayani, Praktisi dan Staf Pengajar Program Interior Arsitektur Departemen Arsitektur FT Universitas Indonesia, mengatakan, dari sisi interior bangunan, penggunaan dan penemuan material tertentu seperti kaca perlu diwaspadai. Material semacam ini berbahaya jika hancur terguncang gempa. Namun, sekarang ada semacam tempered-glass (yang mampu mengikat partikel pecahan kaca). Teknologi ini bisa menjadi solusi pengganti kaca biasa.
Saat terjadi gempa, kata Nina, ada kalanya obyek di sekitarnya akan berfungsi sebagai elemen yang dapat membantu untuk bertahan di situasi darurat atau bahkan malah akan membahayakan.
Meja dengan konstruksi yang kokoh dalam kondisi darurat gempa menjadi alternatif pertama untuk tempat berlindung
“Meja dengan konstruksi yang kokoh dalam kondisi darurat gempa, tentunya akan menjadi alternatif pertama, apabila kita kesulitan mencapai akses keluar gedung atau rumah, menjadi tempat berlindung. Sebaliknya, obyek furnitur lepas yang tergantung atau melekat di dinding justru menjadi area yang harus kita hindari,” kata Nina.
Gempa memang datang tak terduga. Karena itu, kita perlu belajar bagaimana menyelematkan diri jika bencana itu terjadi. (*/**)