Argumentasi
Tidak Berani Mandi
Ahmad Viqi Wahyu Rizki, Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Imu Pendidikan Universitas Mataram
Gempa bumi yang melanda Lombok Utara pada 5 Agustus lalu banyak menyisakan cerita di daerah tempat saya tinggal. Saya yang berada 45 kilometer dari pusat gempa bumi mengalami goncangan yang cukup keras. Saya tinggal di daerah Kecamatan Gerung, Lombok Barat.
Sesungguhnya, gempa bumi yang melanda Lombok, menguak beberapa kejadian unik. Saya mendengarnya dari beberapa warga di pedesaan. Saat gempa terjadi pukul 19.28 WITA, saya sedang berada di kamar mandi. Hal itu membuat trauma bagi saya sendiri dalam menyikapi suara gemuruh gempa tersebut.
Ada beberapa gempa susulan yang terjadi beberapa hari kemudian. Terus terang, ini membuat saya enggan untuk mandi atau berlama-lama di dalam kamar mandi. Kontruksi bangunan rumahku yang tak tahan gempa membuat saya menjadi malas mandi di rumah. Keadaan tembok kamar mandi yang sudah retak membuat saya pun dalam sepekan mandi di kali dekat rumah. Ternyata, bagi saya, bersih itu indah, tetapi keselamatan tetap nomor satu.
Elvina Kezia Purba, Mahasiswi Fakultas Pendidikan Universitas Pelita Harapan
Kita tidak pernah tahu kapan gempa datang dan memporak-porandakan segalanya. Tahun 2004, saya sekeluarga baru saja pulang dari perayaan Natal, ketika goncangan gempa 9,1 SR turut menggetarkan bangunan dan juga hati kami, masyarakat Sumatera Utara.
Tidak lama setelah itu, tahun 2009, saya sedang berada di sebuah lembaga bimbingan belajar di Sumatera Utara, ketika daerah Sumatera Barat mengalami goncangan dahsyat 7,6 SR. Kebingungan melanda saya kala itu. Terus terang, saya tidak pernah mendapat edukasi yang mumpuni terhadap gempa. Saya hanya mengikuti orang-orang yang berhamburan keluar dari bangunan dan menyelamatkan diri ke lapangan terbuka. Baru keesokan harinya, saya mendapatkan edukasi mengenai gempa dan proses menyelamatkan diri ketika alarm gempa dibunyikan di sekolah.
Awal tahun 2018 kemarin pun saya mengalami goncangan genpa 6,1 SR di daerah Lebak, Banten, saat saya sedang mengikuti perkuliahan di UPH. Berbekal edukasi selama ini, saya sudah dapat lebih tenang untuk mengevakuasi diri. Lagi-lagi, tahun ini ketika saya sedang berlibur di Lombok, saya merasakan gempa pertama (main shock) yang berpusat di Lombok Timur. Kondisi kala itu menyita kesadaran saya secara penuh. Kunci dari menyelamatkan diri ketika gempa adalah tidak panik. Ketika jiwa tenang, kita dapat berpikir jernih dan bertindak cepat dan tanggap.
-------------
Negeri Cincin Api
Irfan Adi Saputra, Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas Negeri Yogyakarta
Banyak bencana alam terjadi di Indonesia. Belum selesai penanganan di Lombok, kini gempa bumi diikuti tsunami melanda di Palu, Donggala dan Sigi. Kemudian, Gunung Soputan meletus. Harus disadari, Indonesia sebagai negara kepulauan berada di atas jalur cincin api (ring of fire), yang merupakan pembentukan tiga lempeng besar dunia yakni lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik.
Mitigasi bencana merupakan hal paling penting, karena bencana di Indonesia sering memakan banyak korban. Salah satu faktor yang mendasari adalah kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya mitigasi bencana. Namum, banyak yang menganggap sebagai bahan teoritis semata. Padahal, upaya pembekalan mitigasi adalah tahapan penting dalam kebencanaan, karena dengan pemahaman mitigasi bencana yang baik, masyarakat dapat menyelamatkan diri atau mengurangi risiko buruk bencana alam.
Karena itu, kewajiban kita untuk menjadi masyarakat bijak yang hidup di negeri cincin api ini. Caranya, memahami pengetahuan tentang upaya penyelamatan diri (mitigasi bencana). Bukan sekadar teori. Selain dukungan masyarakat, pemerintah perlu memberikan sosialisasi didampingi dengan simulasi, sehingga masyarakat tahu apa yang harus mereka lakukan ketika terjadi bencana alam. Masyarakat perlu memahami sistem peringatan dini (Early Warning System), serangkaian alat yang memberitahukan akan terjadinya tanda-tanda alam, baik berupa sirine, kentongan dan perangkat lain yang bisa berfungsi mengantarkan informasi ke masyarakat. Bencana alam tidak bisa kita hentikan, namun kita bisa sigap tanggap guna mempersiapkan jika sewaktu-waktu terjadi.
-------------------
Mencari Tempat Aman
Agnes Mariana Pardosi, Mahasiswi PGSD, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Gempa bumi merupakan bencana alam yang tidak dapat diprediksi oleh masyarakat atau pemerintah, sekalipun ada alat prediksi dengan teknologi yang canggih. Masih teringat betul, Rabu (29 Agustus 2018) sekitar pukul 2 dini hari, kota Yogyakarta, tepatnya di daerah Merican, saat aku dan temanku tertidur pulas, aku masih merasakan goncangan cukup kuat.
Menyadari hal itu, aku terbangun. Ternyata, saat itu terjadi gempa. Aku pun panik dan takut. Tanpa pikir Panjang, aku bergegas untuk berlari menuju halaman bawah. Kebetulan tempat kost aku berada di lantai tiga.
Aku tidak pernah mendapatkan pelatihan menyelamatkan diri dari bencana. Berdasarkan pengetahuan yang kuketahui mengenai penanganan saat gempa bumi, apabila sedang terjadi gempa, kita harus segera mencari tempat yang aman dan jauh dari bangunan atau benda-benda yang dapat runtuh akibat goncangan gempa.
Dan, apabila kita sedang berada di bangunan tinggi, seperti apartemen atau hotel, sebaiknya kita berlindung dengan cara mencari benda yang dapat menahan reruntuhan seperti meja atau lemari, karena jika kita memaksakan turun ke lantai dasar dengan situasi panik dan berkerumunan orang, maka bisa menjadi potensi bahaya, seperti eskalator atau tangga darurat yang tidak sanggup menyangga beban yang terlalu banyak.
-------------------
Meja Penyelamat
Iin Rismawati, Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo
Letak geografis di kawasan ring of fire atau cincin api membuat Indonesia rawan terjadi bencana alam, seperti gempa dan tsunami. Karena itu, perlu adanya pengetahuan tentang mitigasi bencana.
Setahu saya, saat gempa dan berada di dalam rumah, kita harus berusaha menyelamatkan diri dengan berlindung di bawah meja. Jika di luar rumah, berusahalah menjauh dari gedung dan pohon agar tidak menimpa tubuh kita. Saya memang belum pernah mendapat pelatihan menyelamatkan diri dari bencana. Hanya saja, saat mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SMP, pengetahuan ini sedikit dibahas oleh guru saya.
Saya pernah mengalami gempa. Karena panik, saya kebingungan menyelamatkan diri. Saya bergegas lari ke luar rumah. Pikir saya, takut kalau terkena runtuhan bangunan. Padahal, di luar juga belum tentu aman. Sebenarnya, pengetahuan tentang mitigasi bencana perlu dipahami oleh masyarakat Indonesia, sehingga bila terjadi bencana, tidak memakan banyak korban. Tidak ada yang tahu, kapan bencana menyapa?
--------------
Bangku Bergetar
Chrestella Aradyea, Mahasiswi Jurusan Perhotelan STP Trisakti, Jakarta
Bencana alam memang tidak pernah dapat diprediksi. Hal ini sepatutnya menjadi perhatian masyarakat Indonesia karena keadaan alamnya yang rentan akan bencana. Saya sendiri pernah mengalami gempa dua kali.
Salah satunya dialami di kampus saya. Waktu itu saya sedang berada di ruang kelas, bersiap-siap untuk mengikuti ujian tengah semester. Awalnya, saya merasa bangku bergetar. Saya sempat mengira teman di belakang iseng dan menendang-nendang bangku saya, karena kebetulan teman saya ini berbadan besar dan suka iseng.
Namun, setelah berbalik badan, saya melihat dia sedang diam-diam saja. Beberapa detik kemudian saya merasa bergoyang ke kanan dan kiri. Saya dan teman-teman langsung kaget dan bergegas keluar ruangan menuju lantai paling bawah dan keluar dari gedung kampus. Ruangan atau gedung berpotensi roboh dan menimpa badan. Selain itu, hindari penggunaan lift karena bisa saja tiba-tiba tak berfungsi. Lebih baik menggunakan tangga darurat untuk keluar dari bangunan. Sebaiknya, kita juga tidak panik agar dapat berpikir jernih untuk menyelamatkan diri. (OSA)