Argumentasi
Argumentasi
Yang Pergi Bukanlah Yang Terbaik
Siti Ika Fatmawati, Mahasiswi Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
Seperti angin lalu yang hanya singgah sementara, seperti senja yang hanya mengantarkan keindahan sekejap, seperti itulah kamu datang, lalu pergi hanya untuk menaruh hati. Kamu yang mungkin saja hadir untuk mengujiku, tetapi selalu kuaminkan untuk menjadi takdirku. Kamu harapan yang masih belum pasti, tapi tak henti kusemogakan di balik malam-malam yang sunyi. Lantas, apa alasanmu datang, kemudian pergi begitu saja? Kamu tahu, kepergianmu sungguh membuat diri ini tersiksa, tersiksa akan tak sanggupnya menahan tetesan air mata.
Kamu tahu pelangi? Dia indah, karena dihiasi oleh warna. Aku kira kamu akan memberikan warna yang sama. Ternyata, itu semua layaknya awan mendung yang kelam. Rasa yang kamu tinggalkan ini membuat hati menjadi tak karuan. Bayangkan saja olehmu, aku harus menjalani aktivitas di saat hati terluka. Bibir dan mata boleh saja berkata bohong, namun hati tak sedikitpun bisa dibohongi.
Aku terluka, iya. Dan kini, luka harus kupulihkan sendiri. Aku masih belum percaya kamu pergi dengan beribu janji yang kamu ingkari. Namun, akupun yakin akan takdirNya. Yang pergi akan terganti dan yang pergi bukanlah yang terbaik. Aku percaya rencanaNya lebih indah dari apa yang aku rancang selama ini. Mungkin kamu adalah perantara yang membuatku lebih kuat, meskipun sakit. Dariku perempuan yang telah memperjuangkanmu.
Pacaran Sebatas Mengenal
Agustinus Gunadin, Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero-Maumere, NTT
Berpacaran selalu mengandaikan kesetiaan dua hati yang ingin menyatu. Adanya komitmen kesetiaan karena keterikatan saling mencintai. Namun, hukum berpacaran anak muda selalu memiliki penilaian yang berbeda. Dan penilaian itu tentunya berambivalensi dengan yang namanya kesetiaan. Di satu sisi ingin selalu bersama, tetapi, di sisi lain, hanya ingin mencobai hati seseorang.
Proses mencoba dan dicobai pernah saya alami saat masa SMP-SMA dalam hal berpacaran. Maklum, masa-masa itu saya seringkali menyelir hati perempuan dengan satu alasan, dia terima atau tidak perasaan cinta dari saya. Dari pemahaman mencoba seperti ini, mengantar perasaan saya untuk selalu menggaet hati perempuan.
Seringkali, perempuan menerima perasaaan saya saat ingin berpacaran dengannya. Namun, hukum timbal-balik penolakan dan diputuskan oleh perempuan pun pernah saya rasakan. Tentunya pengalaman diputus dan ditolak adalah kegetiran hati dan mematahkan hati dalam meruncing perasaan cinta saat berhadapan dengan perempuan pujaan yang tidak ingin ditinggalkan begitu saja. Pernah suatu kali perempuan yang saya dambakan memutuskan untuk meninggalkan saya dan meramu dengan lelaki lain, teman sekelas saya. Saya merasa disembilu oleh caranya memutuskan hubungan. Itu mengantar saya pada kesadaran, ternyata membangun relasi berpacaran pada masa SMP-SMA hanya sekedar untuk mengenal dan dikenal. Bukan memiliki dan dimiliki oleh dua hati.
-------------------
Mengatasi Patah Hati
Ni Made Anggita Purnama Sari W, Mahasiswi Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta
Pasti semua orang pernah merasakan jatuh cinta. Pasti tahulah, apa risikonya jatuh cinta, apalagi kalau bukan sakit hati. Aku sendiri pernah merasakannya. Enggak tahulah ya berapa kali. Intinya, lebih dari sekali. Kalau lagi patah hati itu, pasti bawaannya melulu sedih. Enggak mood berbuat apa-apa. Rasanya itu kayak udah enggak ada kebahagiaan lagi di hidup kita. Lebay banget memang, tetapi memang begitu kenyataannya.
Biasanya, kalau lagi patah hati, pasti suka mendengarkan lagu-lagu galau atau film yang sedih. Pokoknya, apapun itu yang sendu-sendu. Terkadang bisa sampai menangis gara-gara baper sendiri. Kalau aku sih belum pernah ya sampai menangis. Paling-paling cuma mendengarkan lagu galau.
Awalnya memang susah untuk bangkit lagi, tetapi enggak mungkin kita bakalan bersedih terus-menerus. Caraku untuk bangkit lagi itu, pertama-tama, kita mesti mempunyai niat untuk move on. Kalo enggak ada niat, mau sekeras apapun berusaha, ya bakalan gagal. Setelah itu, penuhi kegiatan sehari-hari kita dengan kegiatan positif. Misalnya, aktif di organisasi atau sekedar hangout bareng teman. Intinya, bagaimana caranya biar enggak ada pikiran buat galau lagi.
Dunia Serasa Hancur
Amanda Ditya Pratomo, Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Patah hati, kata-kata yang membuat kita takut membaranya, apalagi mengalaminya. Entah kenapa, saya ternyata harus mengalaminya juga. Kalau ditanya “Bagaimana rasanya patah hati?”, seperti tidak ada kata-kata yang enak dirasakan.
Yang pasti, dunia serasa hancur luluh-lantak, seperti jatuh yang tidak bisa bangkit lagi. Kedua, air mata tidak bisa dibendung. Cucuran air mata begitu deras mengalir, seakan stok air mata tidak ada habisnya. Semua perasaan hancur akan melebur menjadi satu. Dari rasa kecewa, sedih, tersakiti yang seperti tidak ada obatnya lagi, marah dan seperti tidak ada harapan hari esok. Seakan-akan si dia adalah segalanya buat kita, dengan rasa patah hati ini seperti si dia adalah orang asing yang tidak pernah kita kenal.
Apa dia masih ingat hal-hal yang pernah kita lakukan bersama? Yang bersikap tidak adil kepada kita. Itu semua aku alami sampai beberapa hari, tetapi dengan kadar yang semakin besar muncul rasa untuk bangkit dan mulai mencari-cari “kenapa”, apa salah kita saat itu dan bagaimana ini bisa terjadi?
Ibarat nasi sudah menjadi bubur, patah hati tetap membuat kita merasa paling sakit di dunia ini. Aku sudah mengalami sakitnya itu dua kali. Tak ingin terulang lagi. Bagaimana kita bisa bangkit? Timbul logika di dalam pikiran, buat apa aku terpuruk dan buat apa pula aku menangis? Di situlah awal kita berusaha bangkit dan menyembuhkan luka patah hati. Membuka diri dengan hal-hal baru. Terkadang aku mengisi dengan kegiatan baru yang mungkin kemarin terlewatkan, seperti menulis kegiatan sehari-hari di buku harian agar kita bisa mencurahkan rasa-rasa benci, kesal, sedih yang hanya diri kita yang tahu saja, jalan-jalan, menekuni hobi baru, bertemu dan berinteraksi dengan teman-teman, sahabat yang mungkin kemarin tidak sempat aku dekat dengan mereka, bahkan berdoa kepada Tuhan supaya ke depannya menemukan kejadian yang membuat aku tersenyum lagi, tertawa lagi.
-------------------
BUKAN AKHIR
Yuni Mantana Nainggolan, Mahasiswi Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Medan
Saya pernah mengalami patah hati terhebat sekali hingga saat ini. Saat itu, saya mengutarakan perasaan suka kepada dia. Namun, harapan pupus. Ini lebih menyakitkan dari patah hati biasa orang pacaran. Coba bayangkan saja, belum juga menjalin hubungan dengan status pacaran, ternyata sudah dipaksa harus move on. Baru menyampaikan rasa suka, sudah harus berakhir patah hati.
Rasanya gimana ya? Terluka, tapi tidak berdarah. Hingga waktu terus berlalu. Satu tahun, 2-3 tahun hingga tahun keempat saat ini, saya masih menyukai dan tetap menunggu pria itu. Saya tahu rasanya bagimana menjalani hari-hari dengan menunggu seseorang yang tidak tahu pasti, kapan datang bahkan mau datang kembali?
Saya memilih jalan untuk bangkit dari rasa sakit itu. Namun, tetap bertahan di perasaan sayang itu. Karena saya yakin, perasaan bukanlah suatu candaan. Rasa sakit itu yang membuat saya bertahan menunggu dan berharap hingga selama ini. Semua penantian itu terjawab. Dia datang dan kembali. Patah hati bukanlah akhir, melainkan awal untuk mendewasakan diri.
------------
Bukan Hanya Percintaan
Erica Swandi, Mahasiswi D4 Usaha Perjalanan Wisata, Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Jakarta
Sejujurnya saya belum pernah mengalami patah hati dalam urusan percintaan. Patah hati justru saat saya ingin mengikuti suatu kegiatan atau organisasi. Diberikan alasan yang menurut saya tidak masuk akal membuat saya lebih patah hati. Rasanya sangat kecewa saat ditolak dari kegiatan atau organisasi itu.
Saya serasa ingin menangis setiap hari, tetapi melakukan hal itu tidak akan membuat sesuatu yang diinginkan tercapai. Itu malah memperburuk suasana hati. Menurut saya, jika tidak diterima atau ditolak, itu bukanlah rezeki yang dihadiahi Tuhan kepada saya. Mungkin itu rezeki orang lain, seperti urusan dalam hal cinta.
Mungkin saya termasuk orang yang sudah terlatih, karena sudah mengikuti banyak pengalaman. Untungnya, sebagian besar saya dapat mengikuti atau berpartisipasi dalam menyukseskan kegiatan tersebut. Sesuatu hal yang tidak cocok, bukanlah rezeki. Janganlah memaksakan kehendak. Itu akan membuat hati menjadi sakit dan membuat kenangan buruk bagi jiwa dan pikiran kita. (OSA)