Kampanye tentang Toleransi Ala Kawan Bhinneka
Paparan paham radikal belakangan ini menyebar ke berbagai lini--termasuk sekolah. Komunitas Kawan Bhinneka mencoba membendungnya dengan mengampanyekan sikap toleransi kepada orang yang berbeda kepada siswa sekolah.
“Berbeda bahasa, berbeda budaya, kita di sini semua sama
Berbeda suku, berbeda agama, kita di sini semua sama
Marilah kawan-kawan
Saling menyayangi, saling menghargai, saling melengkapi
Marilah kawan-kawan
Kita bergandeng tangan, walau kita berbeda, kita tetap bersatu”
Kevin dan Bella mencoba mengajarkan pelan-pelan bait demi bait lirik lagu di atas kepada 26 anak yang hadir di Sono Creative Space, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Minggu (21/10/2018). Lirik itu dinyanyikan dengan irama lagu "Di Sini Senang, di Sana Senang".
Kevian dan Bella yang memiliki nama lengkap Kevin Wahyu Setiawan adalah adalah mahasiswa semester 3 Program Studi Manajemen Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad), sedangkan dan Fauzia Bella Cahya Ramdhania adalah alumni Fakultas Psikologi Unpad Angkatan Tahun 2014.
Anak-anak yang duduk dalam posisi melingkar, pun dengan riang berkumpul di lantai 3 dalam acara Kawan Bhinneka Bercerita yang digelar oleh komunitas Kawan Bhinneka. Mereka merupakan anggota dari Sekolah Mengaji Jatinangor Educare dan Sekolah Minggu Muda-Mudi Katolik Santo Paulus Jatinangor.
Setelah bernyanyi, Kevin dan Bella memberikan waktu dan tempat kepada Yulia Syahirah Umar untuk membawakan cerita yang diambil dari buku cerita bergambar berjudul Christopher dan Teman-teman Barunya.
Anak-anak mendengarkan cerita itu dengan tenang. Mereka makin antusias ketika Yulia, yang juga mahasiswa semester VII Prodi Manajemen Komunikasi Unpad itu, bercerita menggunakan media boneka kertas. Penyampaian cerita merupakan acara inti yang digelar oleh komunitas yang didirikan pada September 2018 itu.
Christopher dan Teman-teman merupakan karya pertama dan orisinal dari tim Kawan Bhinneka. Buku tersebut mengisahkan Christopher Santoso, siswa Kelas II SD Negeri 2 Manukan Kulon, Kota Surabaya, Jawa Timur yang pindah ke Bandung mengikuti tugas ayahnya.
Awalnya, Christopher yang berasal dari etnis China dan non-Muslim mengalami hambatan dalam beradaptasi dengan kawan-kawannya yang memiliki latar belakang agama, suku, bahasa, dan budaya berbeda. Namun, akhirnya ia dapat berbaur dengan teman-teman barunya, apalagi setelah ia menjadi kapten tim dalam lomba sepak bola untuk peringatan 17 Agustus di lingkungan sekolahnya. Tim itu menjadi juara.
Pesan sederhana
“Pesan utama dari setiap cerita mendorong anak-anak agar saling menyayangi dan bermain bersama walapun berbeda suku dan agama. Perbedaan itu dapat menjadi kekuatan dalam sebuah kebersamaan,” kata Project Officer Kawan Bhinneka, Adhia Rana Kayungyun, mahasiswa semester VII Manajemen Komunikasi Unpad, yang juga salah seorang pendiri komunitas ini.
Adhia menuturkan, panggilan untuk mendirikan komunitas Kawan Bhinneka berawal dari keprihatinan mendalam atas merasuknya paham-paham radikal dan anti-toleransi di kalangan anak-anak dan pelajar. “Kasihan anak-anak tak berdaya terhadap infiltrasi paham radikal. Anak-anak ini harus dilindungi,” ujar Adhia.
Adhia kemudian bersama-sama dua rekannya, yaitu Bethania Bella Brigitta Manalu, mahasiswa semester VII Manajemen Komunikasi Unpad yang kini sedang mengikuti pertukaran pelajar di Universitas Rikkyou, Jepang; serta Arumdriya Murwani Putri, mahasiswa semester VII Prodi Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) mendirikan Kawan Bhinneka pada September 2018. Basis komunitas ini di Bandung dan Jatinangor. Anggotanya terdiri dari mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.
“Misi utama komunitas ini untuk menyebarluaskan semangat Bhinneka Tunggal Ika kepada anak-anak di Indonesia. Saat itu saya, Bella, dan Arum memutuskan media yang digunakan adalah buku cerita bergambar,” ucapnya.
Buku cerita itu, lanjut Adhia, akan dibagikan gratis kepada peserta anak-anak yang hadir. Harapannya, nilai-nilai dalam cerita itu dapat disebarkan kepada teman-teman sebayanya. Selain itu, ada sekolah-sekolah yang memesan buku cerita tersebut.
Head of Public Relations & Media Relations Kawan Bhinneka, Biyanda Annisa menuturkan, pemilihan kawasan Jatinangor sebagai tempat kegiatan Kawan Bhinneka Bercerita itu karena karakteristik masyarakatnya secara umum homogen. Mayoritas warga beragama Islam dan merupakan etnis Sunda.
Di kawasan Jatinangor ini juga ada masyarakat dari agama dan suku yang lain, tapi umumnya mereka tidak saling mengenal
“Padahal di kawasan Jatinangor ini juga ada masyarakat dari agama dan suku yang lain, tapi umumnya mereka tidak saling mengenal. Lewat acara ini anak-anak yang beragama Islam dan Katolik dipertemukan agar mereka saling mengenal dan menumbuhkan semangat toleransi dalam diri mereka,” katanya.
Kegiatan serupa, lanjut Biyanda, kemungkinan akan digelar di kota lain. “Kami mengupayakan peserta anak-anak dari berbagai agama dan suku yang lebih beragam,” ujar Biyanda, mahasiswa semester III Prodi Manajemen Komunikasi Unpad
Ike Maris (35), warga Desa Raharja, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, yang mengantarkan anaknya ke acara ini mendukung Kawan Bhinneka. “Bagus acara seperti ini karena mendidik sejak dini pada anak-anak untuk mempunyai sikap toleransi kepada sesama. Mereka juga dapat berbaur dengan teman-teman yang beragam suku dan agama,” ucap Ike.
Sesudah Yulia bercerita tentang kisah Christopher, ia meminta anak-anak memberikan kesan-kesannya, termasuk soal semangat Bhinneka Tunggal Ika. Gracia, siswa kelas 1 SD dari Sekolah Minggu Muda-Mudi Katolik Santo Paulus Jatinangor, maju ke depan.
“E…(Bhinneka Tunggal Ika) beda agama, beda budaya tapi tetap bersatu…” jawab Gracia sedikit malu-malu.