Argumentasi, Bahasa Campur Aduk
Kurang Cakap
Mifthanzi Ariana Sarashanti, Jurusan Astronomi, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Bagi saya, berbahasa campur aduk memperlihatkan cara berpikir tidak selaras dan kurang cakap dalam berbahasa. Saya lebih suka berbahasa Indonesia terutama ketika menulis agar ide lebih tersampaikan.
Penggunaan bahasa campur aduk secara perlahan akan mengikis kemampuan kita dalam berbahasa Indonesia. Artinya, dapat pula mengikis identitas sebagai bangsa Indonesia.
Lihat Jepang dan Korea yang konsisten dengan satu bahasa saja, yaitu bahasa mereka sendiri. Kondisi itu membuat orang asing sungkan dan menjadi terdorong untuk mempelajari bahasa mereka. Jadi, identitas mereka menjadi lebih kuat dan punya nyali lebih untuk bersaing di kancah internasional.
Hanya dengan Teman
Veren Afsha Restanardi, Program studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Muria Kudus, Kudus.
Sisi positif berbahasa campur aduk, dapat lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan bahasa komunikasi. Sisi negatifnya, banyak kosakata bahasa asli yang perlahan-lahan akan tergantikan, dan kesalahan dalam menggunakannya.
Saat berbahasa campuran perlu perhatikan lawan bicara. Jika kepada mereka yang lebih tua dan mereka tidak paham, jelas tidak sopan. Bahasa ini juga tidak tepat jika di lingkungan formal.
Bahasa campuran tidak malah jika dipakai di lingkungan teman sebaya. Hanya saja perhatikan pula apakah mereka benar-benar paham. jika tidak, gunakan saja bahasa yang sama-sama dipahami. Jika berbicara terhadap anak kecil, hendaknya tidak berbahasa campuran. Berikan contoh berbahasa yang baik dan benar.
Kurang Pas
Sean Setio Haliman, Jurusan Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok.
Saya sering berbahasa campuran seperti keminggris. Di kampus saya belajar fenomena code switching ini terkait dengan identitas diri. Identitas sebagai anak muda perkotaan yang terlihat lebih prestisius jika menyelipkan kosakata Inggris. Dari segi pergaulan, lingkungan pertemanan "memelihara" keadaan ini, karena pada dasarnya setiap orang membutuhkan tempat untuk bergaul.
Saya menyelipkan kata berbahasa inggris bukan agar terlihat keren. Ada beberapa kosakata yang lebih cocok diucapkan dalam bahasa Inggris, baik dalam percakapan sehari-hari maupun situasi formal. Bahasa Indonesia memang cukup, tetapi ada beberapa kata yang kurang pas diucapkan. Hal ini mungkin terbentuk dari sosialisasi kuat arus media seperti video dan film yang suka menyelipkan kata dalam bahasa Inggris. Kemudian hal ini tertanam di pikiran dan diperkuat faktor lingkungan.
Citra Buruk
Khadijah Arum Hasanah, Program studi Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta, Jakarta.
Banyak orang belum menguasai berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Beberapa teman sering berbahasa campuran Inggris dan Indonesia. Bahkan, siswa les saya pun ada yang seperti itu. Mereka berbahasa campuran karena tidak mengetahui padanan kata yang tepat dan lebih terbiasa berbahasa Inggris sehari-hari.
Adanya bahasa Indonesia bercampur bahasa Inggris ngawur memberikan citra buruk untuk teman-teman dan siswa saya yang terbiasa berbahasa Inggris karena tidak tahu istilah dalam bahasa Indonesia. Mereka ini pihak yang terpaksa mencampur kedua bahasa karena pengetahuan kosakata masih kurang, bukan untuk terlihat keren.
Akan lebih baik jika tidak mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing mana pun dalam satu kalimat. Kurang pantas pula jika membuat hal itu sebagai tren dan ajang gengsi. Apalagi, jika padanannya tidak sesuai seperti berbicara subyek manusia tetapi memakai which is di semua kondisi.
Rasa Cendol
Juliana Engelina Manullang, Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Mereka yang mencampur bahasa mungkin sedang memamerkan mereka telah mengerti benar bahasa asing. Itu juga seolah untuk mempertontonkan strata sosial mereka. Sayang, hasilnya sering kali malah anggapan negatif.
Mencampur bahasa sekaligus menurut saya seperti es cendol. Sebagai keturunan Batak, saya lebih suka mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa Batak. Selain lebih familiar, sekaligus untuk memperkenalkan bahasa ibu saya. Saya senang karena banyak yang tertarik dengan bahasa Batak.
Nah, jika mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris, menurut saya termasuk menghina. Sebagai bangsa dengan identitas bahasa Indonesia, kurang tepat jika menyampaikan pendapat dengan mencampur bahasa.
Lagi pula, bahasa bukan hanya alat komunikasi semata. Bahasa menentukan martabat bangsa. Negara lain menghargai bahasa Indonesia. Mengapa kita malah menjatuhkan bahasa sendiri dengan sengaja?
Dampak Buruk
Krisnomi Nainggolan, Teknik Informatika Fakultas FTIE Institut Teknologi Del, Laguboti, Sumatera Utara.
Sering mendengar banyak orang berbicara dalam bahasa campuran. Padahal, kata yang dipakai kurang tepat. Si penutur dan pendengar menganggapnya hal umum termasuk dalam forum formal.
Pernah saya menulis teks foto di media sosial dengan kata dalam bahasa Inggris yang kurang tepat. Ternyata, tetap banyak yang menyatakan suka, tetapi tidak satu pun berkomentar tentang teks yang salah tersebut.
Hal itu meyakinkan saya fenomena keminggris dapat berdampak buruk kepada anak muda. Mencampur bahasa bukan hal baik sebagai kebiasaan. Hal itu tidak menjadikan kita fasih berbahasa Inggris dan tidak memberikan pengetahuan berbahasa Inggris yang baik dan benar. Tidak ada buruknya terbiasa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Gunakan bahasa asing pada tempatnya dengan tepat. (TIA)