Band Lama, Penggemar Baru
Daya tahan sebuah band adalah misteri. Tak ada rumusan khusus kenapa band Rolling Stones bisa terus aktif, tanpa pernah menyandang predikat “reuni”. Indonesia juga punya beberapa band “tangguh” yang penggemarnya beregenerasi. Slank, Sheila on 7, Naif, Padi (dengan tambahan “Reborn”) adalah beberapa di antaranya.
“Waktu perpisahan SMP, ada teman yang menyanyikan lagu ‘Sebuah Kisah Klasik’. Pertama dengar lagunya saya tersentuh. Suasananya pas banget dengan perpisahan. Sampai sekarang, itu lagu Sheila yang saya suka,” kata Ikhwan Rendy, siswa kelas 12 jurusan Multimedia, SMK Negeri 6 Kabupaten Tangerang, Rabu (9/1/2019).
Rendy menyimak Sheila on 7 sejak sekitar tiga tahun belakangan. Lagu favoritnya itu ada di album Kisah Klasik untuk Masa Depan keluaran tahun 2000, alias 19 tahun lalu. Usia albumnya saja sudah lebih tua daripada usia Rendy. Dia tidak sendirian. Teman-teman sekolahnya bahkan sudah tahu lebih dulu daripada dia.
“Mereka menertawakan saya karena awalnya enggak tahu itu lagunya siapa. Saya ketinggalan, hehehe,” ujar pengumpul beberapa CD album Sheila on 7 ini. Bagi dia, Sheila on 7 bukan sekadar band, melainkan kawan bagi banyak momen hidupnya. Selain itu, para personilnya, Adam Subarkah (bas), Akhdiyat Duta Modjo (vokal), Eross Candra (gitar), dan Brian Kresna Putro(drum), adalah panutan dalam bersikap.
“Mereka menertawakan saya karena awalnya enggak tahu itu lagunya siapa. Saya ketinggalan, hehehe,” ujar Rendy.
“Mereka humble banget kepada penggemarnya. Mereka tidak besar kepala meski punya banyak penggemar,” lanjut Rendy.
Penggemar lainnya, Stanley Novena Wungkur menganggap Sheila on 7 adalah band yang setia. “Mereka setia dengan genre musiknya. Lagu favorit saya, sih, ‘Dan’. Bagus banget liriknya,” kata mahasiswa Teknik Sipil Universitas Trisakti ini.
Lagu favorit Stanley itu ada di album perdana band asal Yogyakarta yang terbentuk pada 1996 ini. Waktu itu Sheila masih diperkuat Sakti di posisi gitar, dan Anton yang main drum, selain juga Adam, Duta, dan Eross.
Album perdana Sheila keluar pada Maret 1999, atau hampir dua puluh tahun lalu. Wuih, lama banget, ya. Album dengan hits seperti “Kita”, “Anugerah Terindah yang pernah Kumiliki”, dan “JAP” itu laris besar. Penjualan kasetnya (dulu cuma ada format kaset dan CD) di atas satu juta keping. Setiap menyalakan radio, lagu-lagu Sheila selalu muncul. Ya, mungkin sama bekennya dengan lagu “Akad” dari Payung Teduh.
Dua album berikutnya juga laris manis, masing-masing juga terjual di atas satu juta keping. Dengan corak pop/rock alternative, Sheila on 7 menjelma jadi band besar, yang pantas tampil di kelas stadion.
Popularitasnya memang sempat meredup di pertengahan dekade 2000-an. Saat itu, angin tren musik memang sedang berganti. Lagu-lagu yang sering terdengar di radio adalah lagu dari band bercorak pop melayu. Mereka tak tergoda mengubah haluan musiknya. Siapa yang menduga, keteguhan mereka berbuah manis.
“Kami nggak pernah memprediksi band ini bisa bertahan lama, sampai sekarang. Kami masih nyaman bermusik bersama, dan merasa masih perlu main musik bersama-sama,” kata Eross.
Aransemen baru
Eross, yang banyak mencipta lagu untuk band, merasa tak punya resep khusus bagaimana membuat lagu yang bisa panjang umur. Menurut dia, lagu-lagu di setiap album mewakili referensi bermusik mereka di era tersebut. Referensi itu berkembang mengikuti waktu. Eross menduga, kedinamisan itu yang membuat lagu-lagu Sheila on 7 masih terdengar relevan dengan selera anak muda masa kini.
Dalam beberapa kali pentasnya, empat sekawan ini tak segan mengganti aransemen lagu mereka. Lagu-lagu lama diracik ulang dengan nuansa baru, seperti menyisipkan bebunyian synthesizer, maupun ketukan elektronik. Lagu seperti “Dan”, misalnya, jadi punya nuansa kebaruan.
Utak-atik aransemen itu rupanya memberi dampak bagus juga bagi pemain bandnya. Bayangkan saja, lagu-lagu tergolong favorit pendengar seperti “Dan”, “Sephia”, “JAP” sudah ribuan kali mereka mainkan. Andai dibawakan sama dengan versi rekaman, tentu bisa bikin bosan penonton, apalagi personil bandnya.
Lagu-lagu lama diracik ulang dengan nuansa baru, seperti menyisipkan bebunyian synthesizer, maupun ketukan elektronik. Lagu seperti “Dan”, misalnya, jadi punya nuansa kebaruan.
Lagu “Sephia” yang didengar penonton di pentas mereka sekarang mungkin berbeda jauh dengan versi rekaman di kaset. Menurut Adam, lagu ini adalah lagu yang paling banyak pilihan aransemennya, karena jadi lagu yang paling sering diminta penonton.
“Kami sering main lagu itu berganti-ganti versi di panggung. Sampai pernah ada masanya kami nggak mau memainkan ‘Sephia’ karena bingung mau diubah bagaimana lagi. Walaupun penonton minta, tetap nggak kami mainkan, hahaha,” kata Adam, yang juga berperan sebagai manajer band bersama Duta ini.
Band ini tidak punya kostum khusus. Mereka berpakaian agak rapi jika ditanggap main di acara formal, seperti kumpul-kumpul perusahaan, atau sesekali resepsi pernikahan. Jika main di acara umum, seperti konser bersponsor, atau pentas seni sekolahan, mereka berpakaian seperti keseharian mereka. Jadi, aransemen musik dan susunan pilihan lagu yang membuat penampilan mereka sering terasa segar.
Urusan memilih lagu di panggung telah jadi kewenangan Eross sejak 2010. Walau begitu, suasana acara juga memengaruhi pilihan lagu itu. Menurut Adam, Eross dan Duta sering spontan mengganti susunan lagu di tengah-tengah penampilan mereka. Spontanitas itu jadi hiburan tersendiri bagi mereka.
Leluasa pilih lagu
Selain Sheila on 7, band yang asyik dengan spontanitasnya adalah Naif. Kuartet David Danang Jaya, Jarwo, Pepeng, dan Emil ini sebaya dengan Sheila on 7. Mereka lahir di Jakarta pada 1995 dan telah memproduksi tujuh album studio. Dengan katalog lagu yang banyak, Naif leluasa memilih tembang mana yang dimainkan.
Seringnya, mereka tak lagi menyusun daftar lagu sebelum pentas. David, sang vokalis, bisa saja tiba-tiba menawarkan kepada penonton hendak mendengar lagu apa, dan dituruti.
“Lagu Naif favorit gue itu ‘Piknik 72’, dan ‘Air dan Api’. Tapi gue suka hampir semua lagunya. Terserah mereka aja deh mau bawain yang mana. Lagunya enak semua, dan menghibur. Itu yang bikin gue suka datang ke setiap konser Naif,” kata Putra Rahardian (18), salah seorang penggemar Naif, yang merasa selera musiknya ‘diwariskan’ oleh pamannya ini.
Putra menonton Naif di acara pentas seni (pensi) sekolah. Band ini memang masih sering main di acara sekolahan.
“Kami juga bingung kenapa sering main di acara pensi. Jangankan SMA, SMP juga ada yang ngundang,” kata pemain bas Emil beberapa waktu lalu. Naif senang masih ditanggap di acara sekolahan, walau dipanggil “Om” oleh panitia acaranya.
“Kami juga bingung kenapa sering main di acara pensi. Jangankan SMA, SMP juga ada yang ngundang,” kata pemain bas Naif, Emil.
Padi Reborn, seangkatan dengan Naif dan Sheila on 7 juga membuka kemungkinan tampil di acara sekolahan, juga festival yang banyak ditonton milenial. Tahun lalu, Padi Reborn tampil di acara We The Fest, festival musik yang identik dengan selera remaja.
“Grogi juga main di depan remaja, seperti mengenalkan kami sebagai band baru. Kami mengetes musiknya Padi bisa nggak terkoneksi dengan mereka. Ternyata kami masih bagus koneksinya dengan mereka,” kata Fadly, vokalis Padi Reborn.
Padi Reborn, Naif, dan Sheila on 7 adalah tiga band yang hingga hari ini masih jadi langganan jadi pemuncak acara musik. Dengan konsistensi, mereka telah berhasil merengkuh pendengar lama, sekaligus mendapat penggemar baru. Itu adalah prestasi yang mengagumkan di tengah cepatnya perubahan tren musik masa kini.(HEI/TRI)