Piknikin Jakarta Jalan-jalan Sambil Belajar Sejarah
“Taman Koningsplein itu dibuat Belanda sebagai perluasan kota Batavia. Dulunya, kan, Batavia ini pusatnya ada di daerah Kota Tua. (Tugu) Monas belum ada waktu itu,” kata Yulius Yoel kepada peserta program Piknikin Jakarta, Minggu (20/1/2019).
Yulius adalah pemandu bagi 16 peserta program jalan-jalan itu. Hari itu, mereka berkumpul pada jam 10.00 di halte bis depan Balai Kota DKI Jakarta. Tujuan pertama mereka adalah menjelajahi gedung tempat Gubernur DKI Anies Baswedan berkantor.
Piknikin Jakarta adalah sebuah program piknik berjalan kaki di ke beberapa tempat di Jakarta yang dirancang komunitas Picnichild. Pagi itu mereka akan memulai piknik dengan nama rute Koningsplein.
Obyeknya, selain balai kota, adalah gedung Perpustakaan Nasional, dan juga Taman Monas, yang dulunya disebut Koningsplein. Rutenya pendek saja. Rute itu adalah satu dari sepuluh rute yang telah mereka rancang, di antaranya adalah rute Gambir, Tjikini, Passer Baroe, dan Chinatown, yang paling favorit.
Sebelum memulai perjalanan, peserta saling berkenalan. Sebagian sudah kenal karena pernah bertemu di sesi jalan-jalan sebelumnya. Ada yang datang sekelompok empat orang, ada yang berdua, tak sedikit pula yang sendirian. Perkenalan itu diharapkan bisa mencairkan kekakuan.
Mereka tak cuma datang dari Jakarta, namun juga dari daerah sekitarnya. Zulian Fatha Nurizal, misalnya, tinggal di Bekasi. Dia janjian bertemu temannya Maudini Ardianti dari Bogor.
“Di Bekasi kebanyakan mal, nggak ada yang kayak begini,” kata Zulian. Dia terlihat antusias memandangi ruang demi ruang di dalam gedung Balai Kota. Beberapa kali dia berswafoto, tak lupa juga menyiarkan langsung kunjungannya itu lewat media sosial. Mahasiswa berkaca mata itu tak berhenti bergerak.
Hasan, peserta lainnya, juga tak kalah asyiknya. Dia minta difotokan ketika berpose layaknya gubernur sedang memberi keterangan pers. “Jadi program baru saya adalah pengentasan kaum jomblo,” kelakar Hasan. Yang lain tertawa. Suasananya mencair.
Karena Hasan datang sendiri, maka Yuliuslah yang kebagian tugas menjadi tukang fotonya. Ya, para pemandu piknik itu punya tugas lain mejadi fotografer selain tentunya menceritakan obyek yang sedang dikunjungi. Yulius dibantu oleh rekannya, Raras Ameliavitra.
Kunjungan ke Balai Kota itu dilengkapi dengan melongok ruangan Jakarta Smart City yang terletak di lantai tiga. Di ruang yang jadi pusat pemantauan dan pengawasan seantero Jakarta itu ada petugas yang menceritakan perihal Jakarta Smart City. Saban Sabtu dan Minggu, Balai Kota memang dibuka untuk umum.
Setelah puas berfoto-foto di kawasan Balai Kota, mereka beringsut ke gedung Perpustakaan Nasional, yang jaraknya hanya sekitar 100 meter ke arah barat. Yulius menjelaskan, gedung 27 lantai itu adalah gedung perpustakaan tertinggi di dunia.
Di sini, Yulius dan Raras mengajak peserta piknik membuat kartu anggota perpustakaan. Jarang-jarang ada program piknik yang menjadikan pembuatan kartu anggota perpustakaan sebagai bagian dari rangkaian perjalanannya.
Mereka berdua juga mengajak teman-teman seperjalanannya ini melongok ke lantai 24. Di lantai itu ada balkon yang menghadap ke Monas. Lagi-lagi, foto-foto jadi aktivitas yang menyenangkan di sana. Apalagi, cuaca Jakarta siang itu sedang cukup bersahabat: sejuk dan berangin.
Dari balkon, Yulius dan Raras memberi waktu bebas selama sekitar satu jam kepada peserta untuk menjelajahi gedung perpustakaan. Setelah itu, tujuan berikutnya adalah Taman Monas.
Namun rencana itu tak terwujud. Peserta mengusulkan untuk menutup acara hari itu di perpustakaan. Sebagian dari mereka berkilah sudah pernah mendatangi Taman Monas. Kebetulan juga, hari sudah menjelang sore. Sudah sekitar lima jam mereka bersama.
“Sebenarnya saya memang senang jalan-jalan. Ya, walaupun obyek tujuannya tempat yang umum, saya suka ikutan program ini,” kata Lisa Alemina, seorang guru di sebuah TK di Depok. Sudah dua kali ini dia ikutan jalan Picnichild.
Kegiatan sosial
Sebelum berpisah, peserta diminta untuk memberi donasi. Nilainya bebas, sesuai kerelaan dan kemampuan. Uniknya, uang donasi ini tidak masuk kantung pribadi para pemandu. Uang donasi akan ditampung untuk menjalankan program lain, yaitu Piknik Sosial.
Raras menjelaskan, Piknik Sosial adalah program jalan-jalan juga dengan peserta anak berusia enam sampai 17 tahun dari keluarga kurang mampu. Pada 2018, mereka membesut Piknik Sosial selama tiga kali. Jadi, program Piknikin Jakarta adalah penggalangan dana untuk Piknik Sosial.
“Kami blusukan ke kampung-kampung membuka kemungkinan mengajak anak-anak setempat. Kami dekati ketua RT untuk memilih anak-anak berusia sekolah di lingkungannya yang bisa diajak piknik,” kata Yulius. Karena dananya terbatas, mereka hanya mampu menanggung biaya untuk 15 anak dan satu wali di setiap perjalanan.
Selama ini, mereka mengajak anak-anak itu ke tempat wisata Kidzania di Jakarta. Tempat hiburan itu dipilih karena dianggap sarat edukasi. Mereka hendak menjadikan acara jalan-jalan tak melulu hura-hura, namun ada nilai pendidikan yang bisa dipetik.
“Pernah juga anak-anak dari Rumah Belajar Tanjung Priok kami bawa ke rute Koningsplein ini, termasuk ke perpustakaan. Ternyata mereka excited juga,” lanjut Yulius. Mereka pernah mengajak piknik bocah-bocah dari bantaran rel kereta api di Tanah Abang dan Manggarai, serta perkampungan di Sawangan, Depok.
Pengorganisasian Picnichild dijalankan tiga sekawan Raras, Yulius, dan M Ainul Maruf sejak 11 April 2017. Mereka bertiga sering jalan-jalan atau traveling barengan.
“Suatu ketika kami terpikir untuk bikin piknik buat anak-anak dari keluarga kurang mampu. Mereka juga punya hak untuk merasakan kebahagian ketika piknik,” kata Yulius.
Namun, karena kesibukan tiga punggawanya, kegiatan piknik itu belum bisa terjadi setiap akhir pekan. Mereka mematok target dua hingga tiga kali piknik dalam satu bulan. Jadwal dan rutenya akan diberitahu melalui akun Instagram @picnichild. Apakah Anda tertarik menengok sudut-sudut Jakarta sekaligus beramal?