Kala sedang berpacaran, dunia serasa lebih indah. Kekurangan si dia dianggap imut dan lucu. Kelebihannya membuat si dia terlihat makin hebat. Namun, jalinan kasih itu mendadak buyar ketika sepotong foto si dia bersama orang lain di media sosial terpampang atau selentingan kabar si dia dekat dengan yang lain. Padahal, statusnya masih menjadi pacar kita. Duh, sakitnya hati ini.
Ridho Taufiq Kurniawan, mahasiswa Jurusan Hospitality Management, Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, mempunyai pengalaman diduakan pacarnya.
”Saya pernah menjadi korban diduakan cinta. Sakit sekali saya dan patah hati,” kata Ridho. Akan tetapi, Ridho enggan memelihara kepedihan dan cepat menemukan cara menyembuhkan hatinya.
Dia pun banyak berdoa untuk menenteramkan hati. Peristiwa itu menyadarkan Ridho bahwa di luar sana masih banyak calon pasangan yang lebih baik dan setia. Bahkan, luka tersebut membuka hati Ridho untuk lebih menghargai teman-teman yang membantu melupakan kejadian itu.
”Pengalaman itu membuat saya lebih dewasa, tidak melulu peduli urusan cinta. Punya banyak teman dan sahabat membuat saya dapat melalui momen susah. Mereka benar-benar menghibur,” ujar Ridho tenang.
Berbeda dengan Lau Gra Isma Putri Manalu, mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pelita Harapan, Tangerang. Dia pernah mendua dan menyusahkan orang lain.
”Waktu itu, saya gampang luluh dengan wajah tampan. Namun, wajah menawannya itu sirna karena dia terlalu cuek. Saya tidak meninggalkan dia, tetapi malah mendua saat hadir sosok laki-laki yang juga berwajah rupawan. Selain wajah tampan, dia begitu perhatian sehingga saya nyaman bersamanya,” kata Isma.
Namun, dia tak dapat menyembunyikan hal tersebut lama-lama. Keduanya tahu dan akhirnya Isma pun tak dapat memiliki mereka.
”Pengalaman itu mengajarkan saya, menduakan cinta adalah pilihan yang salah besar. Setampan atau sejelek apa pun rupa pasangan kita, kalau tidak merasa nyaman, harus mengatakan perasaan yang sejujurnya. Setiap kesalahan pasti ada risiko yang ditanggung. Sama halnya dengan pendua hati, pasti akan menerima pembalasannya,” ujar Isma.
Menjadi dewasa
Psikolog dan pengajar Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Komang Rahayu Indrawati, menjelaskan, konflik, seperti menduakan atau diduakan, dalam berpacaran sangat lazim terjadi. Konflik, seperti menduakan cinta pada remaja dan anak muda, umumnya sesuai dengan karakter mereka yang masih labil.
”Fase putus cinta bagi mereka yang siap dewasa menjadikan mereka lebih bisa memilih dan makin tahu tipe orang yang lebih tepat untuk dirinya. Misalnya, mereka makin tahu, penampilan atau kekayaan bukan lagi pertimbangan utama, melainkan nomor sekian karena ada yang lebih penting daripada sekadar kedua hal itu. Mereka menganggap konflik dalam hubungan cinta bagian dari proses menjadi dewasa,” ujar Rahayu.
Menurut dia, mereka umumnya cepat melupakan karena bagi mereka masih banyak pengalaman baru menanti. ”Kesibukan sekolah, kuliah, mengejar cita-cita, memperbanyak teman dan sahabat, serta pengalaman lain yang lebih seru menunggu mereka. Jadi, tak perlu lama-lama memendam sedih dan luka, mengalami diduakan bukan kiamat dan menduakan juga belum tentu berakhir bahagia,” ucap Rahayu.