Lebaran Trah dan Pertanyaan Kapan Nikah
Lebaran selalu menyisakan cerita. Salah satunya cerita tentang pengalaman mengikuti Lebaran Trah atau pertemuan keluarga dan kerabat dalam satu keturunan besar. Di acara itu, anak muda punya kesempatan untuk mengetahui silsilah keluarga. Tapi anak muda--terutama yang jomblo--juga mesti siap-siap mendapat pertanyaan "mengerikan", "Kapan kamu nikah?"
Lebaran Trah adalah salah satu tradisi Jawa yang sampai saat ini masih bertahan. Pada acara ini keluarga-keluarga dan kerabat dalam satu garis keturunan, mulai yang balita sampai mbah-mbah, berkumpul untuk bersilaturahmi dan bermaaf-maafan.
Dalam tradisi Jawa, garis keturunan itu ada 18 tingkat ke bawah yakni anak, cucu, cicit, canggah, wareng, udhek-udhek, gantung siwur, cicip moning, petarangan bobrok, gropak senthe, gropak waton, cendheng, giyeng, cumpleng, ampleng, menyaman, menya-menya, dan trah tumerah. Nah, kalian bisa membayangkan bagaimana ramainya Lebaran Trah jika sebagian saja dari 18 garis keturunan itu hadir. Yang hadir bisa beberapa "batalyon" sekaligus alias ratusan.
Sejumlah keluarga di kampung-kampung di Yogyakarta dulu mengadakan Lebaran Trah di lapangan agar bisa menampung ratusan peserta yang hadir. Belakangan, Lebaran Trah lebih sering digelar di rumah, gedung, masjid, atau restoran. Biasanya acara terdiri dari pembacaan silsilah keluarga besar, pengumuman, sungkeman, makan-makan, dan acara bebas.
Tahun ini, keturunan Mbah Amat Winangun menggelar Lebaran Trah di pelataran rumah keluarga Sukarno di Gupit, Karangsewu, Galur, Kulonprogo, DIY, Sabtu (8/6/2019). Amin Tri Rahayu, generasi ke-4 trah Mbah Amat, mengatakan, peserta yang hadir 450-500 orang, termasuk anak-anak. Tetamu duduk di kursi-kursi plastik seperti yang sering dipakai di hajatan perkawinan di kampung-kampung.
Di antara tamu yang hadir ada Nurin Nusratina (24), generasi ke-4 trah Mbah Amat. Gadis yang tinggal di Jakarta itu, setiap tahun mudik ke Yogyakarta dan Solo untuk ikut di Lebaran Trah. Seingat Nurin, sejak SMP ia sudah diajak orangtuanya untuk ikut Lebaran Trah. "Mungkin saya sudah ikut sebelas kali," katanya.
Bagi Nurin, acara Lebaran Trah itu sangat penting. Di acara itu, ia bisa menelurusi silsilah keluarganya, bertemu dengan banyak orang yang ternyata satu keturunan. "Saya sih nggak hapal satu per satu, tapi setiap lebaran ketemu lagi dan bisa kenalan lagi he he he."
Setiap Lebaran, Nurin mengikuti empat acara Lebaran Trah, baik trah dari pihak ibu maupun bapak. "Jadi setiap mudik, lumayan sibuk. Pagi lebaran di trah bapak, sore di trah ibu."
Menurutnya, Lebaran Trah dari garis bapak sedikit berbeda dengan Lebaran Trah dari garis ibu. Lebaran Trah dari garis bapak biasanya agak formal. Ada acara ceramah, pengumuman, dan ikrar syawalan, yakni semacam sungkem massal kepada sesepuh. Soalnya, kalau ratusan orang sungkem satu-persatu pasti bikin si mbah dan pakdhe-budhe kecapekan.
"Di keluarga bapak, Lebaran Trah pakai bahasa jawa halus dan bikin orang yang besar di Jakarta seperti saya \'roaming\'. Kalau di keluarga ibu, Lebaran Trah ada musik, nyanyi-nyanyi, doorprize. Pokoknya fun banget deh. Tapi dua-duanya terasa banget lebarannya," cerita Nurin, lulusan jurusan psikologi dari Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo.
Dini (30), Dhian Arie Arthati (36), dan Ari Purnomo Aji (22) juga menikmati acara Lebaran Trah di keluarga besar masing-masing. Dini yang tinggal di Malang dan Dhian dari Cirebon setiap tahun berupaya keras untuk mudik ke Yogyakarta untuk ikut Lebaran Trah Kartomo. Hal yang sama dilakoni Ari. Ia mau berpayah-payah menyetir mobil belasan jam dari Jakarta ke Malang demi ikut Lebaran Trah di keluarga besarnya.
Bagi Dini pertemuan trah itu penting sekali di zaman sekarang ketika anggota keluarga besar hidup terpencar-pencar di banyak daerah. “Pertemuan trah bisa merekatkan hubungan keluarga apalagi di antara anak-anak muda. Tali silaturahmi tidak putus. Tradisi begini cuma ada di Yogya. Di Jawa Timur tidak ada,” kata Dini.
Sementara itu, Ari mengaku selalu merasa terkesan setiap ikut Lebaran Trah. "Saya bisa kangen-kangenan dengan kedua orangtua, kakak, keponakan dan pakde-budhe, tante, om, dan sepupu yang jumlahnya 30-an orang," ujar Ari, alumnus Jurusan Teknik Industri Politeknik Negeri Madiun.
Lebaran Trah di keluarga Ari diisi dengan acara sungkeman berantai dimulai dari yang paling tua dan berputar ke yang paling muda. Setelah itu baru mereka makan bersama dengan menu lontong-opor dan aneka jajanan.
Pada Lebaran Trah Kartomo yang diikuti Dini dan Dhian, acara diisi dengan penuturan silsilah keluarga, sungkeman, dan penyampaian berita pernikahan, kelahiran, maupun kematian. "Selalu ada ada informasi terbaru yang diumumkan oleh para orangtua atau sesepuh setiap tahun," ujar Dhian.
Setelah pertemuan dan pengumuman yang resmi selesai, acara Lebaran Trah Kartomo diisi dengan permainan-permainan yang bertujuan mengingatkan kembali nama-nama anggota keluarga besar. "Biar lebih seru kita pinginnya pertemuan trah Kartomo ke depan diisi dengan outbond dan menginap di vila,” kata Buwana Indra (25).
Kapan nikah
Dalam setiap Lebaran Trah, biasanya ada acara bebas. Nah, saat acara bebas inilah para orang tua kerap menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang kadang bikin anak muda jadi serba salah. Dwi Juli Sapta Rahita (22), mahasiswa semester delapan Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Surabaya, menceritakan, setiap Lebaran Trah di keluarga ibunya di Sumenep, ia selalu mendapat pertanyaan kapan lulus kuliah?
Laki-laki bertubuh kurus itu juga selalu ditanya kenapa rambutnya gondrong terus? "Saya jawab, kalau rambut saya dipotong nanti bisa turun hujan," ujarnya sambil terbahak.
Dulu waktu kuliah ditanya kapan lulus? Setelah lulus ditanya kapan kerja? Setelah lulus kuliah dan kerja, ditanya kapan nikah?
Pertanyaan "seram" biasa diperoleh Nurin pada Lebaran Trah. "Dulu waktu kuliah ditanya kapan lulus? Setelah lulus ditanya kapan kerja? Karena saya sudah lulus kuliah dan kerja, pertanyaan yang datang ke saya, ya kapan nikah? Ha ha ha."
Seperti Nurin, Ari juga sering ditanya kapan nikah. Saking seringnya, dia mengaku sudah kebal dengan pertanyaan itu. "Dalam hati saya, bekerja baru sebulan masak sudah mikir nikah ha ha ha," cerita Ari.
Meski sering serba salah mendapat pertanyaan ngeri-ngeri sedap itu, Ari mengaku selalu berusaha menjawabnya dengan senyuman. Kalau senyuman tidak mempan, dia akan menjawab dengan guyonan.
Nah, untuk para jomblo yang tidak tahan dengan pertanyaan kapan nikah, sebaiknya memilih ngumpul dengan sesama anak muda di acara bebas pada Lebaran Trah. Mau jawab apa coba, wong masih jomblo. (BSW)