Meneliti itu keren dan asyik. Bagaimana tidak, lewat riset dan penelitian, orang bisa mengubah dunia. Nah, sekarang ini banyak remaja yang mencintai dunia riset. Sebagian dari mereka mengikuti Kegiatan Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN) 2019 di bawah bimbingan peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Bisakah mereka mengubah dunia?
Perkemahan ilmiah ini sudah digelar untuk ke-18 kalinya. Pesertanya mulai dari siswa SMP hingga SMA/SMK. Selasa (25/6/2019), sebagian dari mereka diajak ke kawasan rumah adat Osing di Desa Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur. Di sana, mereka mengitari bagian depan dan belakang desa itu.
Kelompok yang terdiri dari lima remaja putri dan dua remaja putra itu sedang meriset tanaman yang ada di permukiman adat masyarakat Osing. Mereka coba mengidentifikasi sejumlah tanaman obat yang dipakai secara turun-temurun oleh masyarakat Osing.
Tak puas dengan jenis tanaman yang ada di bagian depan permukiman, mereka menyusuri sungai jernih di belakang kampung. Hamparan pepohonan besar dan kecil menyejukkan membuat suasana penelitian makin asyik.
Rivaldi A Makahinda, siswa kelas XII SMAK Theodorus, Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara, mencoba mendekati tanaman yang menarik hatinya. Ia bergegas mengeluarkan telepon pintar yang baru saja diinstal aplikasi PlantSnap. Tinggal memotret tanaman, hasil identifikasi jenis tanaman pun keluar.
”Sebelum berangkat ke lapangan, kami dikasih tahu pembimbing ada aplikasi untuk mengidentifikasi tanaman. Jadi seru nih berburu tanaman obat dan jadi tahu berbagai jenis tanaman berkhasiat,” ujar Rivaldi.
Bagi anak muda ini, sejumlah tanaman di sana tampak asing. Ketika ditanya isi kantong plastik yang berisi beragam jenis daun yang diyakini penduduk setempat berkhasiat untuk obat dan kesehatan, mereka tak langsung bisa mengenali. Mereka antara lain memetik daun katuk, daun kelor, dan daun pepaya.
Rivaldi mengatakan, ide penelitian ditawarkan pembimbing dari beragam potensi yang ada di kawasan rumah adat Osing yang juga dikenal sebagai salah satu destinasi wisata di Banyuwangi. ”Kami tanya juga masyarakat di sini tanaman yang biasa dipakai untuk obat. Nanti kami identifikasi lagi manfaat tanaman tersebut bagi manusia. Kan, siapa tahu nanti bisa dikembangkan jadi obat herbal yang baik,” ujar Rivaldi.
Masih di Desa Kemiren, satu kelompok lainnya dengan tekun duduk lesehan sambil mendengarkan penjelasan M Edy Saputro, Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Kemiren. Fitri, siswa MAN 3 Jembrana, Bali, menuturkan, mereka tertarik untuk menggali informasi soal bahan pembuatan rumah adat dan jenis kayu yang digunakan. Rumah kayu dibangun dari kayu kelapa serta kayu bendo. Dulu, kayu bendo mudah didapat, tetapi kini sudah mulai langka.
Pengalaman
Bagi Fitri, mengikuti PIRN sangat menyenangkan. ”Seru, ya, bisa meneliti langsung. Apalagi ini bersama-sama teman dari berbagai daerah,” ujar Fitri.
Tak hanya di Desa Kemiren, penelitian lapangan oleh siswa juga disebar ke beberapa tempat. Ada yang meneliti di Mal Pelayanan Publik yang menjadi tempat pelayanan satu atap Pemkab Banyuwangi untuk masyarakat yang ingin mengurus berbagai hal.
lainnya ke Banyuwangi Agro Expo yang memiliki potensi pertanian, atau ke Desa Gombengsari Kalipuro yang terkenal sebagai sentra kopi dan kerajinan bambu. Yang terjauh ke Bangsring Under Water yang dikenal dengan keberhasilan konservasi lautnya.
Luthfia Eka Hapsari, siswa SMAN 1 Gemolong, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, yang aktif di ekstrakurikuler Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) mengatakan, kelompoknya tertarik meneliti potensi bambu yang ada di Desa Gombengsari.
”Awalnya, ada banyak ide yang sesuai potensi di Desa. Ada yang mau riset soal susu. Lalu kami browsing untuk riset bambu. Ternyata bambu bisa dibuat masker arang untuk kulit. Yang sudah ada dari batok kelapa. Seru pas diskusi karena banyak masukan,” ujar Luthfia.
Kegiatan PIRN XVIII yang digelar LIPI dan Pemkab Banyuwangi berlangsung pada 24-29 Juni 2019 saat siswa libur. Pada tahap awal, peserta dikenalkan dengan tahapan penelitian, lalu peserta melakukan riset ke lapangan selama satu minggu, mengolah hasil riset, dan mempresentasikannya.
”Sejak dini siswa mesti senang dulu nih dengan riset. Nah, di PIRN ini kegiatan riset dibuat menyenangkan karena dengan bimbingan peneliti LIPI, peserta mendesain riset yang menarik minat mereka. Lalu mereka diajar untuk bisa menganalisis temuan di lapangan dan nanti mempresentasikannya,” tutur Sekretaris Utama LIPI Nur Tri Aries Suestiningtyas.