Cerita dari Kampus: Yang Muda Yang Rajin Investasi
Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga. Ajaran yang sifatnya guyon itu tidak akan jadi pegangan para mahasiswa yang rajin berinvestasi.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga. Ajaran yang sifatnya guyon itu tidak akan jadi pegangan para mahasiswa yang rajin berinvestasi. Buat mereka, kalau di masa tua mau kaya raya, ya, harus rajin investasi sejak usia muda.
Bagi Laurensius Calvin, mahasiswa Jurusan Teknik Geofisika Universitas Pertamina, Jakarta, ”irit demi masa depan tak tercekit” menjadi prinsip hidup. Selama enam bulan terakhir, sebagian besar uang hasil pekerjaan sampingannya sebagai event organizer (penyelenggara acara) dialokasikan untuk berinvestasi lewat sebuah laman daring. Ia mulai tertarik investasi di situ gara-gara cerita teman kuliahnya tentang penting dan serunya berinvestasi sejak dini.
”Aku punya uang hasil kerja sampingan yang enggak mau dibelanjakan, tapi juga enggak mau didiamkan saja. Temanku mengajak investasi kecil-kecilan, terus dia cerita serba-serbi investasi karena kebetulan dia lagi main (investasi),” ucap Calvin, Senin (21/10/2019).
Tak ingin terburu-buru berinvestasi setelah mendengar cerita kawannya, ia mencari informasi tentang medium investasi yang mudah dan tepercaya. Ia menemukan dua laman daring untuk membeli ”tiket” layaknya saham di perusahaan tertentu. Bermula dari investasi kecil-kecilan, ia mulai menambah informasi medium investasi lain yang legal di Indonesia. Podcast atau video Youtube menjadi referensi yang menjelaskan cara bijak agar anak muda bisa berinvestasi.
”Ternyata investasi bukan hal yang jauh dari jangkauan anak muda. Kita harus cari tahu dulu jenis investasi yang cocok buat kita. Setelah itu, kita bisa membuat uang kita bergerak,” kata Calvin, yang mengaku senang uangnya bertambah meski baru sedikit.
Usia kepala dua dianggap sebagai masa keemasan karena menjadi masa paling produktif. Ini yang menggerakkan Eriska, mahasiswi semester akhir Jurusan Strategic Communication Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang, untuk mulai berinvestasi. Sudah satu tahun terakhir ini Eriska memutar uangnya dengan membeli tabungan emas berbasis daring lewat Pegadaian. Dalam jangka panjang, ia ingin membeli properti dengan uang pribadi.
Tabungan emas dipilih sebagai bentuk investasi yang menurut dia aman. Kemudahan yang ditawarkan investasi berbasis daring membuatnya tidak ragu dan tidak kesulitan saat menanam uang. Ia bisa bebas membeli dan menjual emas tanpa nilai minimum dalam satu kanal.
”Gue bukan orang yang rapi (menyusun keuangan), kalau nabung emas bisa langsung beli dan jual di Pegadaian. Biasanya beli saat harga sedang turun, lalu jual saat tinggi. Toh, jelas juga ada buku tabungan emasnya. Dari awal buka tabungan sudah berbasis daring,” ujarnya.
Eriska juga berinvestasi bersama pasangan untuk berlibur. Karena membutuhkan uang dengan waktu lebih cepat, ia memilih model investasi lain, yakni aplikasi peer to peer lending atau jasa penghubung pinjaman. Jenis investasi ini membuatnya perlu lebih teliti memilih peminjam mana yang akan ia pinjamkan uang. Opsi peminjaman diberikan dengan rentang waktu dan persentase bunga yang beragam.
”Awalnya ingin ke Bali, jadi coba cari tahu aplikasi yang bisa cepat kembali uangnya untuk modal berlibur. Semuanya berbasis daring, jadi mau enggak mau percaya saja. Kalau peminjam telat bayar langsung dikabari via surel, setiap hari juga ada grafiknya. Jadi transparan,” ceritanya.
Investasi bukan proyek sehari semalam. Mahasiswa yang berinvestasi juga harus bisa mencari waktu untuk memantau uang yang mereka tanam. Seperti yang dilakukan Rizky Akbar Farizi Arief (20), mahasiswa Jurusan Cyber Security Bina Nusantara University. Ia sudah berinvestasi sejak 2018 untuk mengumpulkan tabungan masa depannya.
”Butuh waktu banyak juga karena melakukan analisis makro dan teknikal. Gue pantau terus tuh statistik, data harga, dan indikator lainnya,” ujarnya.
Saat ini, ia menggunakan empat instrumen investasi, yakni bitcoin, logam mulia, properti, dan sekuritas. Meski bitcoin memiliki risiko paling tinggi, Farizi mengaku paling menggemari instrumen ini karena memiliki tingkat perputaran uang yang lebih cepat dibandingkan instrumen lain. ”Harganya sudah naik empat kali dari pertama main,” ujarnya.
Investasi juga melatihnya untuk menjadi pebisnis ulung. Setelah bermain bitcoin, ia jadi lebih mampu menghitung potensi keuntungan dan berani mengambil risiko. Ia juga jadi lebih memahami ekonomi tingkat makro dan mikro yang sekiranya dapat memengaruhi harga atau statistik instrumen investasinya.
Selain menambah penghasilan, investasi juga melatih cara berpikir kritis sejak usia dini. Analisis mendalam diperlukan untuk memilih instrumen investasi yang tepat. Pastikan uangmu jadi untung, bukan buntung! (*)