Menjelang Imlek, permainan barongsai selalu menarik perhatian masyarakat. Di beberapa tempat, banyak anak muda yang terlibat dalam komunitas barongsai.
Oleh
LUKI AULIA
·6 menit baca
Salah satu barongsai jatuh dari tiang saat tengah berusaha melompat ke tiang lain. Tabuh tambur, gong, dan simbal pertunjukan grup barongsai Kong Ha Lion Dance Troupe di Mal Living World, Alam Sutera, Tangerang Selatan, Jumat lalu, terhenti sejenak. Setelah dua pemain dipapah ke belakang panggung, dua barongsai kuning segera menggantikan posisi mereka dan berinteraksi menarik perhatian penonton.
Barongsai emas naik ke tiang dan memulai tarian lagi. Para pemainnya lihai meliuk-liukkan badan barongsai dan melompat-lompat dari tiang ke tiang, berdiri dengan kaki belakang, dan tidur-tiduran di tombak sambil mengayunkan kaki. Barongsai juga berakting seperti takut dan gemetar ketika menyadari berada di tempat tinggi.
Sebagai aksi terakhir, barongsai mengambil daun yang ditempelkan pada tiang paling tinggi dekat panggung lalu meletakkannya di tiang tengah. Setelah itu, barongsai emas turun dari tiang dan kembali ke belakang panggung. Untung saja tidak ada yang jatuh dari tiang lagi.
“Ini permainan dua orang. Kadang-kadang salah satu kelelahan di sekolah atau mungkin sedang ada pikiran sehingga tidak konsentrasi. Risiko kecelakaan selalu ada,” kata Manager Kong Ha Lion Dance Troupe Andrean Wijaya.
Kecelakaan bisa dihindari, kata Andrean, selama anggota atau pemain rajin rutin latihan setiap minggu sehingga gerakannya bisa selaras dengan rekannya. Salah satu pemain barongsai, Ricky Syahputra (21), mengaku tidak mudah bermain di pijakan tiang yang tinggi. “Butuh banyak belajar dan pengalaman,” kata Ricky yang sudah bermain barongsai selama 7 tahun itu.
Bagi Ricky, permainan barongsai itu hobi. Ricky yang beragama Islam itu sudah tertarik dengan barongsai sejak kecil. Ketika melihat orang bermain, semua terlihat sulit. Namun setelah dijalani dan menguasai teknik-tekniknya ternyata tak sesulit yang ia kira. “Pelatih selalu membantu mengarahkan pemain,” ujarnya.
Andrean menjelaskan tidak sulit mempelajari permainan barongsai. Untuk latihan rutin, gerakan yang dilatih adalah teknik dasar seperti posisi kuda-kuda dan musik pengiring pentas. Bagi pemain barongsai, belajar musik pengiring sangat perlu. Tanpa mengetahui alunan musiknya, hasil pentas kurang bagus. “Tapi untuk yang lompat-lompat di atas tiang ini memang sulit dan butuh keberanian,” ujarnya.
Latihan di Kong Ha Hong rutin tiga kali seminggu, ada atau tidak ada pertunjukan. Jika ada pertunjukan, frekuensi latihan ditambah menjadi 5-6 kali seminggu. Banyaknya waktu yang harus dicurahkan untuk barongsai ini, kata Ricky, menjadi tantangan tersendiri karena porsi waktu untuk kegiatan lain pasti berkurang.
“Harus banyak berkorban. Keluarga juga kurang setuju ia bermain barongsai. Buat apa sih, kata mereka,” kata Ricky.
Usaha dan perjuangannya tidak sia-sia. Ricky termasuk salah satu pemain yang berlomba di kejuaraan dunia barongsai di China. Untuk bisa mengikuti kejuaraan, kata Ricky, diperlukan banyak perjuangan dan mengalahkan ego diri sendiri. “Barongsai sudah melekat di hati dan ingin terus main barongsai entah sampai kapan. Kong Ha Hong juga sudah seperti keluarga. Jatuh bangun bersama," ujarnya.
Perjuangan Venesia (20) juga tidak mudah. Seperti halnya Ricky, keluarganya semula juga tidak setuju karena menganggap latihan barongsai melelahkan. "Ngapain sih capek-capek. Apalagi pas dekat Imlek. Keluarga ngeliatnya terus-terusan enggak ada di rumah. Tapi saya bisa ngebuktiin, bisa berkembang, ya sudah jadinya didukunlah sama orangtua," ujarnya.
Selain keluarga, teman-temannya pun terkadang mengejeknya. Itu justru membuat tekadnya semakin kuat untuk belajar barongsai. Venesia pertama kali bergabung dengan Kong Ha Hong dua tahun lalu. Sebagai anggota baru ia banyak diminta untuk memainkan musik.
"Awalnya sih berasa beban. Tapi namanya suka, sudah hobi, jadinya ya bisalah," kata Venesia.
Meski begitu, Venesia terus berlatih musik pengiring dan barongsai. "Beberapa cewek kan enggak pengen capek, ya, jadi ya sudahlah main musik aja. Motivasi aku, bisa mengubah mindset cewek-cewek gitu. Oh, keren nih cewek main barongsai, gitu. Jadi belajarlah," ujarnya.
Venesia sering menonton video barongsai di Youtube sambil mempelajari gerakan-gerakan tariannya. Seperti halnya Ricky, Venesia menganggap waktu juga menjadi tantangannya. Meski begitu, karena lebih banyak bermain musik ia tidak merasa lelah sehingga tidak mengganggu kegiatan sehari-hari. “Banyak momen menyenangkan dalam barongsai,” ujarnya.
Merekrut anggota
Bagi yang tertarik belajar barongsai, siapa saja boleh ikut. Untuk di Kong Ha Hong, setiap anggota boleh mengajak teman atau saudara untuk ikut. Bahkan kadang-kadang ada juga orang tua yang menghubungi dan mendaftarkan anaknya. Untuk usia anggota, Kong Ha Hong banyak merekrut anak-anak berusia kisaran 9-20 tahun.
“Siapa saja boleh gabung tidak peduli jenis kelamin, agama, keturunan. Tidak harus etnis China. Di sini semua agama ada,” kata Andrean yang berencana mengenalkan barongsai ke sekolah-sekolah sebagai kegiatan ekstrakurikuler.
Arfih Gunawan (38) dari Model Lion Dance Association, gabungan dari berbagai klenteng dan sanggar tari, juga menilai penting mengenalkan kesenian barongsai sejak dini. Apalagi banyak anak-anak mulai dari Sekolah Dasar yang tertarik belajar barongsai dan mempelajari tarian Naga (Liong). Karena mayoritas pemain itu anak-anak sekolah maka latihannya dibuat seminggu sekali di hari Minggu. Menjelang Tahun Baru China, jadwal latihan sampai 4 jam dan karena pertunjukan padat maka harus ada pembagian jadwal bermain.
“Kalau ada show, pemain bergantian karena mereka kan harus sekolah. Butuh banyak orang. Tarian naga butuh 15-17 orang. Barongsai bisa sampai 12 orang,” kata Alfih yang datang dari perguruan kungfu aliran Lo Ban Teng itu.
Permainan barongsai dan Liong ini, lanjut Arfih, menekankan pendidikan olahraga dan kesenian dengan landasan sikap saling menghormati dan menghargai sesama. “Permainan barongsai penting untuk mengisi kegiatan anak-anak. Ini kegiatan olahraga yang positif. Dan supaya anak-anak tidak ikut kegiatan yang negatif,” ujarnya.
Permainan barongsai bukan lagi hanya milik etnis China tetapi sudah menjadi salah satu kesenian Indonesia. Untuk itu, kata Andrean, penting untuk melestarikan barongsai. Baginya, pengakuan dari pemerintah bagi barongsai sebagai cabang olahraga merupakan langkah menuju pelestarian yang lebih baik karena barongsai memiliki filosofi tersendiri.
“Pada zaman dulu, barongsai hanya keluar satu tahun sekali. Dia memangsa apapun yang dilihatnya. Makanya, diciptakanlah tabuh-tabuhan seperti simbal. Kalau Imlek kan banyak petasan juga dan pakai baju merah. Si binatang ini tidak berani. Cuma, akhirnya ini diubah menjadi pembawa keberuntungan dan rezeki,” jelas Andrean.
Oleh karena itu, setiap kali seusai permainan, anggota yang tidak tampil selalu membagikan amplop merah kepada para penonton. Amplop itu diisi uang lalu diberikan pada barongsai yang berkeliling mendekati penonton. Anak-anak berebut mengelus barongsai setelah memasukkan amplop merah ke dalam mulut barongsai. Suara tepuk tangan bergemuruh berlomba dengan musik pengiring barongsai seiring dengan berakhirnya pertunjukan. (*)