Remaja, Tubuh, dan Kesehatan Reproduksi
Kini, semakin banyak remaja yang mengunggah bagian tubuh pribadinya ke media sosial. Apa yang perlu dilakukan untuk mencegahnya?
Akibat tidak paham soal kesehatan reproduksi dan literasi digital, banyak remaja rela mengirim foto tubuhnya yang paling pribadi kepada sang pacar. Kemudian sang pacar mengirimnya ke berbagai grup di media sosial. Jika itu terjadi, mereka akan menanggung malu sepanjang hidup.
"Di daerah asal saya, banyak remaja menganggap lumrah saja memegang tubuh lawan bicara dan mengomentarinya, kenapa begini kenapa begitu," kata Deva Berlian Algifahry, siswa kelas 10 MIPA SMA Negeri 1 Balong, Ponorogo, Jawa Timur.
Deva mengatakan, beberapa temannya pernah berusaha memegang bagian tubuhnya yang sangat pribadi, namun ia tidak pernah memberi kesempatan atau membalasnya. Dia tahu tindakan itu tidak benar. Biasanya, ia akan berusaha memberi tahu bahwa tindakan itu tidak benar.
Deva punya kesadaran seperti itu karena dia paham soal kesehatan reproduksi. Maklum, dia adalah salah satu kader kesehatan reproduksi untuk teman-teman sebayanya. Karena itu, di antara teman-temannya di sekolah, Deva dianggap paling mengerti soal kesehatan reproduksi sehingga menjadi tempat bertanya.
Sabtu-Minggu (18-19/1/2020), Deva menjadi salah satu peserta Sebaya Gvrls Camp 2020 di Kaligriya, Sleman, DI Yogyakarta yang diikuti 50-an remaja perempuan (15-18 tahun) dari 10 SMP/SMA di DI Yogyakarta, Klaten, dan Ponorogo. Kegiatan itu digelar untuk memberi pemahaman terkait Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Mereka belajar soal bagaimana menjaga keamanan diri, mempromosikan kegiatan dan isu kesehatan reproduksi lewat dunia digital, serta berdiskusi dengan teman-teman mereka dari berbagai kota soal HKSR.
Selama ini, di tengah kehidupan yang makin terbuka, remaja tetap kesulitan mendapatkan informasi HKRS yang benar. Hal ini terjadi lantaran sebagian besar orangtua dan guru masih menganggap tabu membicarakan soal kesehatan reproduksi. Akibatnya, remaja kebingungan bahkan dengan tubuhnya sendiri
Deva menuturkan, selama menjadi kader HKSR, ia pernah menemukan seorang temannya yang tak tahu sama sekali soal organ reproduksi. Deva dengan sabar menjelaskan dan mengirim informasi yang dapat dibaca si teman dengan leluasa.
"Awalnya, dia tak tahu apa-apa dan tahu tahu harus bertanya kepada siapa. Dia banyak bertanya baik secara langsung maupun via telepon kepada saya. Sekarang dia sudah banyak tahu dan paham serta menyadari pentingnya menjaga kesehatan HKSR," ujar Deva senang.
Deva juga bercerita, ada juga teman yang bertanya soal pap (post a picture) dan apakah boleh mengirim foto sangat pribadi kepada pacar. Deva biasanya bertanya, untuk apa kirim foto dan apa gunanya. Dari situ, Deva kemudian menjelaskan hal sangat pribadi bukan hal yang boleh difoto lalu dikirim kepada orang terkasih sekalipun.
"Banyak yang tak menyadari foto sangat pribadi itu bisa jatuh ke tangan orang lain juga dan bisa dengan mudah menyebar ke mana-mana. Sangat merugikan. Maka dari itu, biasanya saya larang," tutur Deva prihatin.
Peserta lainnya, Awalyn Axnya Julicha Purbiyani dari SMK Kesehatan Rahani Husana, Klaten menuturkan, dia tertarik ikut menjadi kader karena pengalaman pribadi. Sejak pertama kali mendapat menstruasi hingga sekarang, dia selalu kesakitan saat datang bulan, sampai-sampai dia tak bisa masuk sekolah.
"Sekarang saya paham soal kesehatan reproduksi. Di sini belajar, di sekolah pun belajar tentang hal itu terus. Saya tahu mengapa saya luar biasa kesakitan tiap kali menstruasi dating. Saya juga paham mengapa ada yang tidak kesakitan sama sekali," ujar Awalyn.
Menurut Awalyn, informasi yang dia dapat selama menjadi kader di sekolah dan tenaga medis, selalu sama. Dia tak sungkan bercerita kepada ibunya bahkan tak malu memberi tahu soal HKSR kepada teman-teman sebayanya. Kini, dia dapat menerima kondisi dirinya yang mengalami masalah terkait menstruasi.
"Tetap sakit, tetapi sekarang sudah tahu apa sebabnya. Hal itu terkait dengan elastisitas selaput dara dan bentuk lubangnya yang berbeda-beda setiap orang. Dapat obat juga dari dokter sehingga sakitnya berkurang dan saya tetap dapat beraktivitas seperti biasa," ucap Awalyn riang.
Di antara mereka ada juga mahasiswa yang bukan hanya sebagai peserta perkemahan tetapi juga bertugas mengawasi dan menjaga adik-adik kadernya. Seperti Nur Aini Widyawati, mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Solo.
Dia semula ikut menjadi kader karena teman-temannya. Namun, satu persatu mereka tak aktif lagi karena berbagai urusan. "Saya kira selepas SMA, sudah selesai. Ternyata saya tetap sering dipanggil ikut berbagai kegiatan, sampai sekarang," ujar Aini.
Pindah Planet
Di acara itu, peserta diajak nonton film sepanjang 30 menit berjudul Pindah Planet. Film itu bercerita tentang para siswa SMP yang mulai berpacaran dan diminta mengirim foto sangat pribadi.
"Film itu dibuat berdasarkan hasil riset yang kami temui di beberapa kota. Banyak siswa berpacaran dan menganggap saling mengirim foto sangat pribadi adalah hal biasa. Kami prihatin, banyak pelajar perempuan menganggap handphone adalah teman terdekat sehingga tak menyadari handphone bisa juga menjadi sumber masalah," kata Dian Herdiany, produser film Pindah Planet.
Judul Pindah Planet diambil karena banyak siswa menjawab memilih pindah planet saja jika ketahuan mengirim foto pribadi dan foto itu tersebar ke mana-mana.
"Banyak isu terkait remaja dan HKSR tetapi kami angkat beberapa saja yang sangat dekat dan akrab di antara remaja," kata sutradara film tersebut Agung Sentausa.
Film itu berkisah tentang persahabatan dua remaja SMP yakni Tia (Allya Syakila Saffana) dan Mirta (Ecclesia Audi) yang memasuki dunia pubertas. Mirta menghadapi menstruasi pertama dan cinta pertama. Sementara itu, Tia berusaha keluar dari ancaman pacarnya. Di sekolah mereka menghadapi guru yang sering kali menekan murid-muridnya.
"Senang sekali dapat berperan di film itu. Ceritanya sangat dibutuhkan remaja sekarang," kata Allya yang kini kelas XI SMAN 9 Yogyakarta.
Selain belajar memahami HKSR, peserta juga diajak belajar untuk mengatasi kegalauan. Kesehatan reproduksi dan kegalauan menjadi isu penting di kalangan remaja. Jika tidak diatasi, akan mendatangkan masalah.