Perumus Gerakan Sabang Merauke, Ayu Kartika Dewi, mengalami banyak kegagalan dalam hidupnya. Tahun lalu, dia membagi cerita kegagalannya, lalu mengajak orang lain juga bercerita.
Oleh
DENTY NASTITIE PIAWAI
·5 menit baca
”Tidak ada manusia gagal, yang ada adalah manusia yang pernah mengalami kegagalan,” kata Ayu Kartika Dewi saat menjadi pembicara di Kompas Institute, Jakarta, Kamis (20/2/2020). Dengan semangat untuk merayakan dan menormalisasi kegagalan, Ayu membagikan kiat-kiat untuk bertahan, bersikap persistent, hingga akhirnya menjadi kekuatan memulihkan diri.
Berbicara di hadapan sekitar 50 peserta seminar kognisi yang berjudul ”How to Build Resilience And Fail Mindfully Through Collaborative Leadership”, perumus gerakan Sabang Merauke itu tampil percaya diri. Ia mengenakan pakaian berwarna cerah, kontras dengan pengalaman-pengalaman ”pahit” kegagalan yang pernah dialami.
”Silakan berikan saya satu kata, apa pun itu. Dari kata itu, saya akan menceritakan pengalaman kegagalan yang pernah saya alami. Enggak usah takut bertanya, toh semua sudah ada di Youtube saya,” kata Staf Khusus Presiden Joko Widodo dan Direktur Pelaksana Indika Foundation itu mengundang tawa peserta yang hadir.
Beberapa orang kemudian melontarkan pertanyaan mengenai pengalaman Ayu gagal di bidang pendidikan, persahabatan, pekerjaan, asmara, hingga saat berlatih bela diri. ”Sebelum saya kuliah MBA di Universitas Duke, Amerika Serikat, saya sepuluh kali gagal beasiswa. Mendaftar di Universitas Harvard dua kali, ditolak dua kali pula. Pernah ada seseorang yang curhat kalau ia ditolak beasiswa dan merasa gagal. Ketika saya tanya, ternyata baru dua kali mencoba,” tuturnya.
Ketika mengenyam pendidikan di Amerika Serikat, Ayu juga kesulitan untuk menjalin persahabatan karena mempunyai budaya berbeda. ”Teman-teman sering ngajak saa party, padahal saya tidak merokok dan minum alkohol. Bahkan, untuk berteman saja saya kesulitan,” katanya.
Saat di Amerika, ia juga berkali-kali ditolak saat mendaftarkan magang. Saat masuk dunia kerja, Ayu juga sempat dianggap tidak mengerjakan pekerjaan dengan baik oleh perusahaan tempatnya bekerja di Singapura sehingga gagal mendapatkan tawaran pekerjaan penuh. Sementara saat berlatih bela diri, Ayu pernah mengalami cedera jempol kanan yang membuatnya kesulitan beraktivitas.
Pengalaman gagal membina hubungan rumah tangga juga pernah dialami. Ayu menikah pada 2011. Ketika resmi bercerai pada 2016, Ayu harus berjuang keras untuk memulihkan diri. Hal paling mengganggu terutama berkaitan dengan pandangan orang lain terhadap statusnya. ”Dulu, untuk mengeluarkan kata ’cerai’, saya malu sekali. Makanya, saya paling tidak suka kalau disuruh tukar KTP di pintu masuk kantor. Di KTP saya ada tulisan ’cerai hidup’, kenapa sih harus ada tulisan itu,” tutur Ayu.
Dari pengalaman itu, Ayu menyadari bahwa dalam proses pemulihan diri ada dua hal yang dialami seseorang. Pertama adalah merasakan berbagai emosi, seperti sedih dan merasa gagal. Kedua, memikirkan pandangan orang lain terhadap diri sendiri saat mengalami suatu peristiwa.
”Kalau kita masih memikirkan pandangan orang lain, kita akan berusaha menyembunyikan atau menutup-nutupi sesuatu. Hal itu yang membuat kita kesulitan untuk mengatasi situasi pertama, yaitu bagaimana kita mengatasi kegagalan itu sendiri,” ujarnya.
Pada 2019, Ayu kemudian untuk pertama kali berani membagikan kisah kegagalannya kepada orang lain. Kisah kegagalan itu ia rekam dan siarkan melalui channel Youtube ”Perempuan Gagal”. Dalam channel tersebut, Ayu mengundang teman-temannya, kebanyakan adalah perempuan, untuk berbagi kisah kegagalan mereka. Di antara tamu yang menjadi pembicara antara lain pembawa acara televisi Widya Saputra dan Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim. Sama seperti Ayu, tokoh yang diundang bercerita tentang kegagalan dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam siaran itu, Ayu mengajak siapa saja menyadari bahwa kegagalan merupakan hal biasa dalam kehidupan. ”Cerita-cerita kesuksesan memang menginspirasi. Akan tetapi, cerita-cerita kegagalan membuat orang untuk bangkit, melanjutkan kehidupan,” katanya.
Setelah menayangkan episode Perempuan Gagal, Ayu mendapatkan banyak respons. Seorang penonton, yang selama 14 tahun memendam keinginan untuk mendaftar kuliah PhD, misalnya, akhirnya berani untuk mendaftar. ”Dia selama ini takut mendaftar karena takut gagal. Padahal, kita, kan, enggak pernah tahu kalau kita tidak mencoba,” kata Ayu.
Ketika mengalami kegagalan, Ayu mengatakan, ada tiga hal yang harus dihindari seseorang, yakni mempersonalisasi kesalahan, merasakan kehidupan hancur, dan merasakan bahwa selamanya seseorang akan menderita. ”Padahal tidak ada manusia gagal, yang ada adalah manusia yang penah mengalami kegagalan. Kita semua pernah mengalami kegagalan, dan itu baik-baik saja. Itu akan berlalu. Kita sering salah mengira bahwa bangkit itu adalah seseorang yang sudah melupakan. Padahal, move on itu berarti kita bisa membicarakan sesuatu tanpa rasa sakit,” kata Ayu.
Untuk bisa bangkit dari kegagalan, Ayu terbiasa memetakan emosi dan persoalan menjadi diagram. ”Kalau ada persoalan yang bikin stres dan kita punya kemampuan mengubahnya, kita harus cari solusi. Kalau ada hal yang bikin stres dan kita tidak bisa mengubahnya, ya sudah kita harus berdamai. Sementara kalau ada hal yang tidak bikin stres, dan tidak bisa diubah, lupakan saja. Ngapain dipikirin,” tutur Ayu.
Dari kebiasaan memetakan persoalan dan emosi ini, Ayu bisa lebih fokus untuk mengurus hal-hal yang memang bisa diubah. Dalam keseharian, ia juga menerapkan mindfulness atau keadaan sadar dan mawas pada sesautu. Setiap malam, sebelum tidur, Ayu terbiasa menulis lima catatan syukur dan bermeditasi selama 5-10 menit. Ayu juga berlatih yoga, bela diri, dan stand up comedy untuk menambah nilai dirinya. Kebiasaan-kebiasaan itulah yang membentuk Ayu sekarang.
Ayu mengatakan, ketika mengalami kegagalan, seseorang biasanya bertindak berdasarkan emosi yang dirasakan. Padahal, di antara emosi dan respons atau tindakan selalu ada jeda yang dapat dimanfaatkan seseorang untuk menimbang sesuatu. Jeda itulah yang seharusnya dimanfaatkan untuk membuat pilihan tindakan-tindakan yang akan dilakukan. ”Kegagalan mengajarkan manusia untuk mengetahui mana yang salah dan mana yang harus diperbaiki. Orang yang tidak pernah gagal adalah orang-orang yang tidak pernah melakukan sesuatu dalam hidupnya,” katanya. (*)