Ungkapkan Rasamu Lewat Puisi
Dengan puisi, kita bisa mengungkapkan segala rasa.
Menulis puisi menjadi salah satu cara untuk berekspresi. Segala macam perasaan bisa dituangkan dalam deretan kata-kata yang indah dan penuh makna. Kepingan kenangan pun akan terus terpenjara dalam ingatan apabila sudah menjadi puisi.
Setiap penulis puisi memiliki maksud dan tujuan tertentu dalam menulis puisi. Ada yang ingin menceritakan pengalaman pribadi, ingin mengungkapkan keresahan, atau menyampaikan pesan tersembunyi. Di sisi lain, ada juga yang menulis puisi tanpa ada maksud tertentu.
Di Jakarta, terdapat komunitas yang mewadahi anak muda untuk dapat mengenal puisi lebih dekat dan menjadi tempat untuk saling berdiskusi mengenai puisi, yaitu Kelas Puisi. Sewaktu mengadakan temu anggota bulanan di Dikusi Kopi, Jalan Halimun, Jakarta Selatan, Minggu (23/2/2020), anggota komunitas yang hadir masing-masing diminta membuat sebuah puisi yang bertemakan “Aku”.
Setelah diberi waktu selama 20 menit untuk menulis puisi, mereka bergegas memilih tempat menyendiri untuk mencari inspirasi. Ada yang menyendiri di sudut ruangan, ada yang menulis di parkiran motor, atau di samping pos satpam. Selanjutnya, para anggota komunitas membacakan puisi yang sudah ditulis, sedangkan anggota lainnya bisa memberi tanggapan.
Salah satu puisi yang dibacakan dari salah satu peserta yang berjudul “Kebun” mengundang banyak pertanyaan. Glind (21) sang penulis puisi, mahasiswa Jurusan Fisika, Universitas Indraprasta, Jakarta mengibaratkan tubuhnya terdiri atas banyak hal, sadar atau tidak sadar tubuh terus akan tumbuh, dan jika sampainya pada masanya akan mati.
Sejak di bangku SMA, Glind rutin menulis puisi. Semakin banyak puisi-puisi yang dibaca, Glind semakin penasaran dengan setiap cerita yang ada di balik puisi tersebut dan ingin mengenalnya lebih jauh.
“Puisi punya susunan yang kompleks, lewat puisi kita kaya dilempar ke tempat lain. Contohnya, puisi Aku karya Chairil Anwar, lewat puisi itu ia bercerita merasa dipinggirkan dan kita pembacanya kaya disuruh ikut ada di sana,” kata Glind.
Menurut Glind, puisi itu ibarat album foto. Ketika ia menulis puisi, Glind ingin mengabadikan setiap momen yang pernah ia alami. “Suatu saat ketika saya baca puisi-puisi itu lagi, saya mengingat itu pas kejadian apa dan lagi ngapain,” katanya.
Walaupun sudah mulai menulis sejak SD, Rizka (19), mahasiswa Jurusan Biologi, Universitas Negeri Jakarta, Jakarta Timur yang merupakan anggota Komunitas Kelas Puisi Jakarta ini mulai giat menulis ketika SMA. Namun, sewaktu menulis puisinya ia bingung tentang cara menulis puisi yang benar dan mau dibawa ke mana puisinya.
Setelah mengikuti Kelas Puisi, Rizka semakin mengerti bagaimana teknik menulis puisi yang benar. Baginya, menulis puisi adalah cara untuk menjelaskan dirinya sedang merasakan apa, sedang dimana, dan lewat puisi juga ia coba menggambarkan tentang dirinya sendiri.
“Karena aku sendiri cuma bisa jujur lewat puisi. Karena kalau di cerpen atau tulisan lain itu aku bisa ubah itu jadi cerita apa saja, tapi di medium itu saya ga bisa jujur. Dan cuma lewat puisi rasanya baru bisa jujur,” kata Rizka.
Bagi Rizka, menulis puisi ketika diminta lebih deg-degan dibanding menulis puisi karena keinginan sendiri. Selain merasa canggung, Rizka khawatir puisinya tidak sesuai tema yang ditentukan. Lewat puisi ia mencoba jujur tentang apa yang ia rasakan. “Kalau Rendra itu berkata anjing, maka ia akan bilang sejujurnya anjing, dan jika ia berkata payudara, maka ia akan terus terang bilang payudara," katanya.
Membuat buku
Penulis muda Nadhifa Allya Tsana atau yang lebih dikenal dengan nama pena Rintik Sedu, memiliki cerita menarik ketika mulai menulis puisi. Kini, puisi bukan lagi sekedar karya yang disimpan, Tsana sudah membukukan puisinya. Buku terbaru karya Tsana berjudul Buku Minta Dibanting, yang berisi kutipan-kutipan ungkapan perasaan jomblo kesepian. Buku ini cukup menarik, karena setiap lembarnya dibuat seperti kartu pos yang bisa disobek dan diberikan ke teman kita.
Berawal dari seringnya mendengarkan cerita kegalauan temannya saat SMP, Tsana mencoba menuliskannya dalam sebuah buku catatan. Lama kelamaan cerita itu bisa menjadi puisi. Dari situlah muncul ide-ide menulis puisi yang kemudian diunggah ke media sosial. Beberapa kali tulisannya di medsos dikritik dan dianggap sampah oleh teman-temannya. Tak kehilangan akal, Tsana menggunakan nama samaran Rintik Sendu untuk mengunggah karya-karyanya.
Tsana, mahasiswa Jurusan Teknik Elektromedik, Politeknik Kesehatan Jakarta ini sering mencuri waktu menulis puisi keika sedang berada di angkutan umum. Hingga kini, dia masih setia dengan angkutan umum untuk bepergian ke mana saja.
“Biasanya ide itu datang dari sekitar aku, jadi tentang apapun yang dekat dari aku, misalnya suasana di jalan, tentang apa yang lagi dipikirin, atau kadang orang yang lagi pacaran di bis, itu lucu aku tulis,” kata Tsana.
Menurutnya, semua orang bebas untuk menuangkan isi pikirannya lewat sebuah puisi, mau itu bagus atau tidak, biarkan setiap tulisan menemukan pembacanya masing-masing. “Buat aku sendiri, enggak ada puisi yang jelek. Si penulis boleh aja mengklaim apa yang ia tulis itu adalah puisi, jadi ga ada patokan,” ungkap perempuan penggemar Joko Pinurbo tersebut.
Nah, mulai sekarang ungkapkan perasaanmu lewat puisi supaya untaian kata-kata bisa lebih bermakna. (*)