Generasi Muda Berjuang Memberdayakan Masyarakat Sekitarnya
Generasi muda mempunyai banyak energi untuk mengembangkan potensi daerahnya. Selain itu, mereka bisa menggandeng masyarakat sekitarnya untuk berwirausaha sosial.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
Anak muda juga bisa peka melihat potensi-potensi yang ada di daerah. Mereka mampu memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk menciptakan sesuatu dengan nilai tambah. Ya, anak muda bisa berkontribusi terhadap sesama dan sekitarnya.
Beberapa contoh anak muda yang melakukan hal itu terlihat dari 10 tim finalis Young Changemakers Social Enterprise Academy 2.0: Female Socio-techpreneur Edition (YCSEA) pada 2020. Acara ini merupakan kolaborasi antara @america dan Campaign.com.
Pendiri bersama Gumi Bamboo dari Lombok, Nusa Tenggara Barat, I Wayan Juliantara (27), menceritakan, Gumi Bamboo merupakan sebuah usaha yang memproduksi sedotan, alat makan, dan produk rumahan lainnya dari bambu. Mereka mempekerjakan lebih kurang 50 perempuan setempat yang dulu bekerja sebagai petambang batu.
”Kami melihat adanya kebutuhan sedotan bambu sebagai suvenir, apalagi ini momentum bagus dengan adanya pembatasan plastik sekali pakai. Sekarang, hasil produksi kami sudah diekspor hingga ke 14 negara, seperti Singapura, Swiss, Belgia, Inggris, Portugal, Peru, dan Australia,” kata Juliantara di sela-sela acara, Kamis (12/3/2020), di Jakarta.
Menurut Juliantara, Gumi Bamboo yang berdiri sejak 2017 mampu memproduksi sekitar 30.000 sedotan dan 100 set alat makan untuk ekspor dalam satu bulan. Bambu tersebut kebanyakan diambil dari hutan masyarakat di Desa Karang Sidemen. Namun, tidak jarang mereka juga membeli bambu dari petani-petani setempat.
”Para petani awalnya menganggap bambu sebagai hama dan sering membakarnya. Sekarang mereka mulai menjualnya kepada kami,” ujarnya.
Semangat untuk membangun komunitas setempat juga terlihat dari Nichoa Chocolate, sebuah usaha kecil dari Magelang, Jawa Tengah. Nichoa Chocolate memproduksi pangan sehat dari cokelat sekaligus memberdayakan sekitar 30 petani perempuan di Desa Bigaran.
”Kami membuat cokelat untuk ibu menyusui dan ibu hamil sekaligus membantu mengangkat petani cokelat dari kemiskinan. Sebagai seorang bidan di daerah, saya sering mendapati ibu hamil tidak nyaman mengonsumsi makanan tambahan untuk ibu hamil,” tutur Andri Setyowati (27), pendiri Nichoa Chocolate.
Sejauh ini, Nichoa Chocolate telah memproduksi enam varian rasa cokelat, yaitu dua jenis untuk ibu hamil dan menyusui serta empat jenis cokelat yang sehat. Mereka berkonsultasi dengan para ahli gizi dari gizigo.id terkait komposisi kandungan dalam cokelat. Menurut rencana, mereka juga akan menciptakan cokelat yang aman untuk penderita diabetes dan penderita penyakit imunitas.
”Kami baru mulai membuka usaha pada akhir 2019. Saat ini, kapasitas produksi kami 100-200 buah cokelat per hari untuk semua varian rasa. Satu buah cokelat seharga Rp 33.000 dengan ukuran 90 gram,” kata Lufthans Arstipendy (30), pendiri bersama Nichoa Chocolate.
Sumber daya manusia
Selain pemanfaatan sumber daya alam, sejumlah kelompok anak muda juga mengupayakan pemberdayaan sumber daya manusia. Kampung Marketer dari Purbalingga, Jawa Tengah, salah satunya.
Kampung Marketer adalah semacam biro penyalur tenaga kerja di bidang pemasaran digital. Kampung Marketer didirikan oleh Nofi Bayu Darmawan pada 2017 dengan tujuan untuk mengurangi pengangguran dan urbanisasi.
”Kampung Marketer melatih para pemuda di desa untuk menjadi customer service, advertiser, dan copywriter. Kami telah melatih sekitar 900 pemuda dan bekerja di lebih dari 20 kantor di desa-desa, antara lain Desa Tamansari, Kertanegara, Tunjungmuli, Kramat, dan Rajawana,” kata Evaluator Kampung Marketer Umu Khoirunnisa (25).
Umu menjelaskan, para pemuda tersebut akan dihubungkan dengan sekitar 280 pelaku usaha daring dari sejumlah kota di bidang kosmetik, busana, dan obat-obatan herbal. Mereka kemudian akan bekerja dalam periode waktu tertentu kepada satu pelaku usaha.
”Mereka bisa memperoleh gaji pokok sekitar Rp 600.000 per bulan. Namun, banyak juga yang mendapatkan gaji Rp 1 juta-Rp 3 juta. Gaji itu lumayan cukup karena mereka bisa bekerja di kantor yang kami sediakan dan kebanyakan tinggal di rumah orangtua,” tuturnya.
Dalam kompetensi Young Changemakers Social Enterprise Academy 2.0: Female Socio-techpreneur Edition (YCSEA) pada 2020, Kampung Marketer keluar sebagai pemenang utama. Kampung Marketer unggul dalam inovasi untuk mengurangi pengangguran, laju urbanisasi, dan menciptakan wirausaha muda di desa. Mereka mendapatkan hadiah sebesar Rp 25 juta.
Nichoa Chocolate meraih juara kedua dan Mooi Papua memperoleh juara ketiga. Mooi Papua membuat produk kesehatan dan kecantikan tubuh dari bahan alami tanah Papua dan memberdayakan mama-mama Papua.
”Ketiga tim ini sebenarnya memiliki tingkat solidaritas yang sama kuat. Kejelasan konsep bisnis dan tingkat impact yang dihasilkan. Beberapa tim memiliki impact yang lebih kuat. Terakhir, konektivitas permasalahan yang ada dengan solusi yang tepat,” ujar Cultural Affairs Specialist @america United States Embassy Jakarta Rosalina Ramadhanni, salah satu juri.