Alien Child dan Suara Hati Mereka yang Teralienasi
Alien Child, duo musisi kakak beradik asal Bali, mulai menegaskan jejak kaki dalam dunia musik Indonesia. Band ini mengklaim, musiknya memberi ruang bagi mereka yang merasa terasingkan.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
Dua tahun belakangan, duo musisi kakak beradik asal Bali mulai menegaskan jejak kaki dalam dunia musik Indonesia. Alien Child, begitu sebutan mereka, berhasil memancing euforia ratusan penonton yang ada di di M Bloc Space, Jakarta, Jumat (13/3/2020).
Penonton pun terbuai dalam nyanyian dan dentuman lagu-lagu pop elektro ciptaan mereka sendiri, termasuk enam lagu dari album baru Euphoria, seperti ”Side Effects”, ”All the Bright Places”, dan ”Euphoria”. Penampilan Alien Child, yang terdiri dari Aya Maranda (19) dan Lala Maranda (18), itu merupakan rangkaian Euphoria Jakarta Showcase Tour 2020 selama 6-18 Maret 2020.
”Alien Child bisa dibilang tentang cinta karena cinta ada di mana-mana, termasuk soal isu sosial, ras lain, bahkan makanan.... Nama Alien Child sendiri bukan mengenai alien luar angkasa, tetapi safe place untuk orang-orang yang terasingkan dan teralienasi sehingga memiliki ruang untuk menjadi diri sendiri,” kata Lala.
Kedua musisi ini diundang Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menghadiri UN75 Youth Plenary dan ECOSOC Youth Forum selama 31 Maret-2 April 2020 di New York, Amerika Serikat. Forum ini adalah wadah bagi pemuda seluruh dunia untuk berbagi ide dan solusi guna mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
”Kami enggak menyangka bisa mendapatkan kesempatan itu karena akan berkolaborasi dengan musisi lain dari Afrika dan Amerika. Akan tetapi, undangan ini ditunda akibat penyebaran pandemi Covid-19,” kata Aya.
Kamar tidur
Darah musik telah mengalir sejak kedua kakak beradik perempuan ini lahir di Bali dan kemudian tinggal di Kanada selama 11 tahun. Lala belajar musik sejak usia enam tahun langsung dari ibunya, penyanyi opera Henny Janawati. Sementara Aya belajar biola sejak tiga tahun serta gitar dan piano ketika duduk di bangku SMP.
Aya dan Lala sering mengikuti lomba yang berkaitan dengan musik. Pada 2013, mereka kembali ke Indonesia dan membentuk duo musik bernama BTMDG berdasarkan nama kampung halaman Desa Batumadeg, Nusa Penida, Bali, setahun kemudian. BTMDG kerap menyoroti isu sosial, seperti feminisme, lingkungan, bahkan sampah. Setelah itu, mereka berganti nama menjadi Alien Child.
”Album pertama Alien Child berjudul Take Off (2018) tidak dibuat di studio, hanya di kamar tidur kami, tetapi yang melakukan mixing orang lain. Untuk album Euphoria (2020) ini, kami memproduksi semuanya sendiri dan albumnya juga dibuat di kamar kami dan ruang keluarga,” tutur Aya yang mengidolakan Tyler, the Creator.
Lala menambahkan, album Euphoria sebagai album kedua terdengar lebih matang karena mereka telah yakin akan menekuni genre pop elektro. ”Kami sudah bereksperimen dan nyaman dengan genre ini, kami juga bisa menggabungkan genre apa pun ke dalam genre ini, termasuk EDM dan opera,” ujarnya.
Gegar budaya
Ada cerita pahit di balik awal mula Aya dan Lala terjun ke industri musik profesional. Setelah tinggal selama 11 tahun di Kanada, keduanya mengalami gegar budaya ketika kembali ke Indonesia. Mereka tidak terbiasa hidup dalam sistem sosial budaya Timur, gaya hidup setempat, dan pendekatan kurikulum sekolah di Indonesia.
”Sebagai contoh, kami bersaudara perempuan, kalau di Bali ada anggapan keluarga yang tidak punya anak laki-laki maka belum lengkap. Selain itu, banyak orang yang tidak percaya kami ada talenta atau power untuk melakukan sesuatu karena kami perempuan. Kami harus tinggal di rumah. Dulu kami tidak bisa ngomong apa-apa, sedih sekali,” tutur Aya.
Mereka akhirnya menjadikan pengalaman hidup dan kritik sosial mereka dalam bentuk lagu. Salah satu lagu lama mereka, ”Hometown” misalnya, membahas pemberdayaan masyarakat di Nusa Penida.
”Sebenarnya sebelumnya belum ada ide bentuk duo atau buat musik, tetapi pas pindah mengalami culture shock, terus bingung mau ngapain. Ya sudah daripada mengeluh, kami menjadikan musik sebagai diari, mulai dari bikin lagu dari sana, mulai dari BTMDG yang sekarang berubah nama menjadi Alien Child,” kata Lala.
Ketut Suarma, ayah Aya dan Lala, mengatakan mendukung pilihan kedua anaknya untuk terjun ke dunia musik setelah melihat sendiri musik menjadi alat penyembuh gegar budaya yang dialami anak-anaknya. ”Mereka belajar otodidak dan mengeksplorasi musik sendiri. Sebagai orangtua, saya juga awalnya tidak percaya dan pas diperlihatkan baru tahu,” ujarnya.
Setelah berjuang bersama selama bertahun-tahun, kakak beradik ini juga mendapat hikmah baru. Mereka jadi belajar dari satu sama lain dalam konteks hubungan kerja. ”Selama tujuh tahun terakhir, aku belajar untuk mendengarkan pendapat orang lain dan Aya belajar untuk mendengarkan perasaan orang lain,” ucap Lala.