Insan industri perfilman telah berupaya menyiasati pembatasan sosial di masa pandemi Covid-19 ini. Di lain sisi, kuliah perfilman masih memerlukan terobosan dalam kegiatan belajar-mengajarnya.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·5 menit baca
Produksi film pada umumnya melibatkan orang banyak, yang di masa pandemi ini justru sebijaknya tidak dilakukan. Kendala ini juga terjadi di kampus jurusan perfilman, yang kuliahnya memerlukan kegiatan praktik, tak cukup dilakukan melalui kuliah daring.
Berbulan-bulan masa pandemi Covid-19 terjadi, sejumlah produksi film, baik film pendek maupun video klip, mulai kembali dijalankan. Tentu saja produksi itu berupaya menegakkan protokol kesehatan produksi audio dan video yang dikeluarkan Badan Perfilman Indonesia.
Seperti yang pernah dilaporkan Kompas pada edisi 14 Juni 2020, sutradara Upie Guava terlihat memimpin produksi video klip grup band Noah berjudul ”Kala Cinta Menggoda”. Dia mengarahkan vokalis Ariel melalui aplikasi Zoom dari lokasi berbeda. Tak terlihat kerumunan kru di lokasi pengambilan gambar, seperti layaknya produksi video klip.
Upie mengirim satu sampai dua awak produksi ke lokasi pengambilan gambar, yang berlangsung di Jakarta dan Bandung. Peraga dalam video, juga para personel band direkam adegannya secara bergantian. ”Gue lagi bikin karya yang berbeda. Bukan terkekang, gue malah pengin menghasilkan video klip unik,” ujar Upie ketika itu.
Aplikasi konferensi video dan koneksi internet yang stabil seolah menjadi ”penyelamat” bagi produksi produk audio dan visual. Meskipun demikian, aplikasi konferensi video tak bisa maksimal dipakai di ranah kuliah perfilman.
”Melihat kondisi di Jakarta dan Tangerang, yang pembatasan sosial masih diberlakukan, kuliah online masih dilanjutkan. Ini berdampak bagi kami yang biasanya mengajar praktik,” kata Putri Sarah Amelia, dalam diskusi secara daring bertajuk Error 404: Not Found pada Minggu (29/11/2020), yang diadakan komunitas Kolektif Film.
Putri adalah pengajar tetap di jurusan perfilman Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan juga di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) di Tangerang, Banten. Dia juga sutradara film pendek, yang salah satunya berjudul Jemari Menari di Atas Luka-luka, yang menjadi nomine film pendek terbaik ajang Festival Film Indonesia 2020.
Dia menceritakan, Kampus IKJ memutuskan untuk tidak memproduksi film selama masa pandemi ini. Kuliah yang berlangsung secara daring umumnya menekankan pada penyusunan konsep dan desain produksi film.
”Saya tetap bikin praktik kecil di mata kuliah penyutradraan drama. Kru yang terlibat kecil, satu sampai dua orang saja, yang tidak berkerumun. Jadi masih amanlah,” ujarnya. Sementara di mata kuliah penyutradaraan pemain, proses casting berlangsung secara online.
Di Kampus UMN, yang kebetulan berlokasi di zona lebih aman dari penyebaran Covid-19, shooting masih memungkinkan. Namun, Putri tetap membatasi kerumunan, yaitu tidak lebih dari 10 awak.
Karena keterbatasan itu, konsep produksi dan jalan cerita harus dimantapkan terlebih dulu sebelum memulai pengambilan gambar. Konsep film sebaiknya menyesuaikan pembatasan jumlah awak yang bekerja. Lokasi pengambilan gambar juga menjadi pertimbangan penting. Shooting di zona hijau sangat disarankan.
”Belum terlihat apakah berhasil atau tidak. Yang mau dicapai adalah proses kolaborasinya,” ujarnya.
Penilaian
Putri mengatakan, semula Kampus UMN sudah merencanakan memulai pengambilan gambar di awal semester lalu. Rupanya, pandemi dan aturan pembatasan sosial masih terjadi. Sementara, perkuliahan harus tetap berlangsung. Oleh karena itu, dia harus memutar otak merancang gaya perkuliahan yang dirasa tepat.
Pematangan konsep dan desain produksi dipilih sebagai salah satu cara mengisi waktu kuliah. Pembuatan storyboard, misalnya, tidak diwujudkan melalui shooting langsung, tetapi dibuat animasi. Animasi itulah yang menjadi salah satu aspek penilaian.
”Cara ini memang awalnya agak membingungkan mahasiswa karena animasi bukan jadi minat utama mahasiswa film. Tapi kami melihatnya pada proses logika penyuntingannya karena dalam storyboard itu mencerminkan arah filmnya yang mereka rancang,” ujar Putri.
Putri menduga, kendala lain yang mungkin dihadapi mahasiswanya adalah berkurangnya proses brainstorming. ”Anak-anak IKJ ini sepertinya kangen ngumpul (sesama mahasiswa). Biasanya dari kumpul-kumpul itu, kan, kepikiran mau bikin apa. Itu yang sekarang enggak bisa,” lanjutnya.
Pembatasan serupa juga dilakukan di lingkungan Kampus Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Semarang, Jateng. Program studi film dan TV di kampus itu berkomposisi 40 persen teori dan 60 lainnya praktik. Karena praktik tak bisa berjalan maksimal selama pandemi, para pengajar dihadapkan pada kendala menilai kinerja mahasiswanya.
”Kami mencari cara bagaimana menilai kinerja mahasiswa jika tidak ada proyek film yang bisa selesai. Akhirnya diputuskan menilai berdasarkan tugas-tugas tertulis yang mereka kerjakan ketika membangun proyek film. Ada seorang mahasiswa yang dinilai berdasarkan tugas akhirnya sebagai publisis film ketika magang di sebuah perusahaan,” kata Tunggul Banjaransari, dosen di kampus tersebut.
Di kampus itu, tugas akhir berupa film rata-rata belum bisa terwujud karena keburu terkendala pandemi Covid-19. Pembuktian hasil kuliah mahasiswa perfilman di kampus itu, ujar Tunggul, baru sampai pada level pengembangan proyek film, belum di tahap produksi.
Di tengah keterbatasan itu, film pendek karya mahasiswa Tunggul keluar sebagai pemenang Film Terbaik Pilihan Juri di ajang Semester Pendek 2020 yang digelar Kolektif Film. Film pendek tersebut berjudul Maria Ado’e karya sutradara Gleinda Stevany.
Pada 28-29 November, Kolektif Film menggelar festival film mahasiswa yang mereka beri nama Semester Pendek. Selama dua hari, mereka memutarkan 22 film finalis secara online. Selain Maria Ado’e, juri memilih film Rumah di Belakang Rumah (disutradarai Indra Hermawan) dan Fitrah (Yulinda Dwi Andriyani) sebagai pemenang. Sementara film favorit penonton adalah Deux (David Leonardo).
Ajang festival film Eropa, Europe on Screen 2020, yang juga berlangsung hingga akhir November itu, juga memilih tiga proyek film Indonesia yang mendapat hadiah tambahan dana produksi dalam program Short Film Pitching Project.
Ketiga proyek itu adalah Seseorang yang Menutupi Layar (dikerjakan oleh Nashiru Setiawan dan Arfan Adhi Perdana dari Malang, Jatim), Bicycle with Thief (Vicky Sumbodo dan Jeremy Randolpf dari Tangerang, Banten), dan Kepada Istriku (Patrick Warnanda dan Robert Darmawan dari Jakarta).
Nauval Yazid, salah satu pengarah festival tersebut, menyebutkan, tahun ini, ada 170 proyek film yang didaftarkan. Tiga proyek film yang menang itu harus rampung menjadi film dan akan ditayangkan di ajang Europe on Screen tahun 2021.