Magang Jadi Wartawan Tak Terlupakan
Pengalaman magang menjadi jurnalis di ”Kompas” membuat para mahasiswa lebih memahami cara kerja jurnalis secara langsung. Proses belajar sambil praktik ini jauh lebih efektif dibandingkan belajar dulu baru praktik.
Momen kepala panas untuk menggali inspirasi hingga dini hari, dikejar tenggat, hingga melancong ke sana kemari menjumpai narasumber hanyalah sebagian kecil pengalaman yang dicicipi mahasiswa magang sebagai jurnalis di Kompas. Empat bulan mencicipi dunia jurnalistik menjadi pengalaman berkesan tak terlupakan.
Nikolaus Daritan (23), mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, sebelumnya tak pernah membayangkan bisa menjadi bagian dari Redaksi Kompas. Pasalnya, jurusan yang dia ambil di kampus jauh dari industri media. Ternyata, garis takdir mengizinkan Niko, panggilan akrabnya, untuk belajar dan meningkatkan kualitas diri di PT Kompas Media Nusantara, perusahaan media yang sudah dikenalnya sejak belia.
”Sesaat menjadi bagian dari Redaksi Kompas merupakan pengalaman eksklusif bagi perjalanan pribadi saya,” ujarnya, Kamis (4/1/2024), di Jakarta. Niko menjalani masa magang di harian Kompas, khususnya di Desk Budaya, pada periode September-Desember 2023.
Tahun 2023 seharusnya menjadi tahun bagi Niko untuk menuntaskan statusnya sebagai mahasiswa strata 1. Meski dihujani pertanyaan-pertanyaan tentang kelulusan kuliah serta media sosial yang dibanjiri unggahan foto-foto wisuda teman-teman, sementara isi dalam akun media sosialnya ”hanya” menampilkan foto layar koran elektronik yang memuat tulisannya setiap minggu, Niko merasa bangga.
”Inilah yang menjadi kebanggaan besar versi saya. Dari pengalaman menjadi seorang wartawan dan latar belakang di dunia pendidikan, saya memetik pelajaran bahwa dunia pers dan dunia pendidikan mempunyai titik kesamaan. Dengan semangat mengedukasi dan menginformasi, arah pers dan pendidikan adalah berharap dapat membangunkan, mengubah dan menyadarkan,” ujarnya.
Sesaat menjadi bagian dari Redaksi Kompas merupakan pengalaman eksklusif bagi perjalanan pribadi saya.
Belum lama ini Niko mengetahui fakta bahwa Jakob Oetama, salah seorang pendiri Kompas, memberangkatkan mimpinya dari keinginannya menjadi seorang guru. Hal itu membuat dia GR (gede rasa) bahwa garis takdirnya dan Jakob Oetama mempunyai satu kemiripan. ”Membuat saya percaya diri untuk menjadi seorang yang besar dan rendah hati di kemudian hari,” ungkapnya lagi.
Aurelia Giacinta Tamirin, mahasiswa Jurusan Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, pun merasakan hal serupa. Empat bulan magang di harian Kompas membuatnya benar-benar merasakan kehidupan jurnalis.
”Selama magang sebagai jurnalis di harian Kompas, aku selalu diberi kesempatan untuk turun lapangan. Mulai dari liputan ke festival musik, konser K-pop, peluncuran film atau album, wawancara artis internasional, dan lain-lain. Pengalaman ini berharga banget karena ngebuat aku bisa betul-betul merasakan kehidupan seorang ’jurnalis’ dan kenalan dengan orang-orang dari media lain,” ungkap Aurel.
Meski demikian, bukan berarti perjalanan magangnya mulus-mulus saja alias tanpa tantangan. Sebagai mahasiswa jurusan kriminologi, menulis artikel berita sangat berbeda dari aktivitasnya sehari-hari yang lebih banyak menulis esai ilmiah.
”Bisa dibilang, aku belajar dari nol! Tapi, beruntung banget karena mas dan mbak di Desk Budaya, termasuk mentorku, tetap kasih aku banyak kepercayaan dibarengi feedback yang konstruktif di setiap tulisanku. Walaupun jarak usia antara aku dan mayoritas mas mbak di desk cukup jauh alias seperti 'beda generasi', tetepngerasa nyaman karena mereka selalu suportif dan apresiatif dengan ide-ide yang aku berikan serta perkembanganku,” kata Aurel.
Salah satu ”tantangan” yang paling memorable selama magang adalah saat HP miliknya dicolongorang di tengah liputan di lapangan. Ia panik karena rekaman wawancaranya ada di HP itu. Walau akhirnya HP tetap hilang tak ketemu, ia bersyukur karena waktu itu ada teman magang dan panitia yang membantu.
”Pokoknya, pengalaman magang di harian Kompas sangat berkesan deh buat aku! Aku jadi banyak banget belajar hard maupun soft skill-ku, mulai dari menulis, riset, komunikasi untuk wawancara, time management, problem solving, hingga melatih kreativitas ketika brainstorming ide-ide tulisan,” ujarnya.
Baca juga : Meraup Pengalaman Magang Kerja
Cara kerja jurnalis
Bagi Alethea Pricila Sianturi, mahasiswa Program Studi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara, pengalaman magang di Kompas membuat dia lebih memahami cara kerja jurnalis secara langsung. Pengalaman tersebut membuatnya memiliki pengetahuan baru di bidang jurnalistik. ”Selama magang, banyak pengalaman yang saya dapatkan. Salah satunya mendapat kesempatan meliput berbagai festival musik selama tiga hari. Saya juga berkesempatan bertemu langsung dan wawancara beberapa artis dan publik figur,” katanya.
Selain pengalaman dan ilmu, senior-senior yang ada di Desk Budaya tempatnya magang juga seru dan asyik. Mereka sangat menyambut kehadiran anak magang. ”Setiap Senin, kami mengadakan rapat mingguan, di situlah momen anak magang dan senior dapat berkumpul. Kami bertukar pikiran seputar topik yang akan dibawakan, mereka juga memberikan berbagai feedback untuk pengerjaan artikel kami,” ujarnya.
Oleh karena itu, memiliki kesempatan bergabung menjadi journalist intern di Kompas adalah pengalaman yang tidak dapat dilupakan. ”Terima kasih untuk Kompas, mas dan mbak semua yang ada di Desk Budaya karena menerima saya dengan hangat,” kata Ale.
Aghniya Fitri Kamila, juga mahasiswa Jurusan Kriminolagi FISIP UI, menuturkan, selama magang pengalaman dan kemampuan barunya meningkat. ”Aku jadi sadar kalau ketika nulis liputan, nggak cukup untuk menempatkan diri sebagai penulis, tapi juga pembaca,” katanya.
Oleh karena itu, memiliki kesempatan bergabung jadi journalist intern di Kompas adalah pengalaman yang tidak dapat dilupakan.
Ia memberikan contoh ketika mendapat tugas menulis tentang kimchi. ”Aku dapat masukan untuk jelasin dulu kimchi itu apa. Sebagai penulis, aku bisa aja merasa itu common sense dan semisal mereka nggak tahu, mereka bisa cari tahu sendiri tentang itu. Tapi ketika nempatin diri sebagai pembaca, aku mau apa yang aku baca bisa lengkap dan juga bantu ketidaktahuanku sebelumnya. Itu adalah salah satu kesadaran yang untungnya aku dapat di masa awal magang,” ungkapnya.
Dari segi soft skill, ia merasa kemampuan basa-basinya meningkat. Hal ini seiring dengan keberaniannya untuk memulai obrolan dengan orang baru.
Nia juga senang setiap kali dilibatkan membantu liputan bersama wartawan lain karena bisa belajar langsung cara wawancara dan membangun rapport dengan narasumber. Menurut dia, proses belajar sambil praktik ini jauh lebih efektif dibandingkan belajar dulu baru praktik.
”Aku nggak memungkiri ada kesulitan selama magang. Apalagi, di saat yang sama aku juga sedang mengerjakan skripsi sambil ambil mata kuliah dan ikut studi independen. Salah satu kesulitan adalah mengatur fokus yang sesuai masing-masing kegiatan. Misalnya, ketika aku baru selesai menulis liputan dan ingin lanjut mengerjakan skripsi, ada fase kagok dalam penulisannya,” katanya.
Berakhirnya masa magang menimbulkan rasa kehilangan. Hal itu diungkapkan Niko. Namun, dia yakin, pelajaran, pengalaman, dan peristiwa yang terbangun akan melekat pada dirinya.
”Saya kehilangan momen kepala panas untuk menggali inspirasi hingga dini hari, dikejar tenggat, melancong ke sana-sini menjumpai narasumber, saya masih mau berjumpa dengan lebih banyak lagi orang dengan kisah-kisah dan pemikiran yang unik, menarik, dan inspiratif,” ujarnya.
Meski belum jelas ke mana jalan nasib akan membawanya di masa depan, Niko memiliki keinginan besar untuk bekerja bersama wartawan-wartawan hebat yang dia jumpai selama magang. ”Tetapi, jika takdir membuat saya menggembalakan manusia-manusia kecil nantinya, janji saya pada Kompas, saya akan menempa orang hebat yang nantinya akan dimuat dalam koran Kompas,” katanya.
Dia berharap Kompas tetap bersinar dan tetap menjaga kewarasan masyarakat di tengah kepentingan yang semakin buas dan berani. ”Izinkan saya bangga, bahwa saya pernah menjadi bagian dari Kompas,” ujar Niko.