Mudik yang Dirindukan Gen Z
Ingatan tentang mudik selalu menyenangkan dan penuh hal baru. Sebuah momen tak terlupakan dan tetap dinanti.
Bagi Generasi Z (Gen Z) yang kebanyakan lahir di kota perantauan orangtua mereka, tradisi mudik adalah kegiatan tahunan yang ditunggu-tunggu. Meski begitu, dalam berbagai kisah, Gen Z memiliki makna tersendiri tentang mudik.
Salah satunya seperti yang dirasakan Casmita Yosa Kusmara (22). Baginya, ingatan tentang mudik selalu menyenangkan dan penuh hal baru setiap tahunnya. Sebab, sejak kecil ia sangat akrab dengan tradisi mudik ke kampung kedua orangtua di Garut dan Kuningan, Jawa Barat.
”Menurut gue, mudik itu momentum buat recall memori-memori masa kecil, ya, karena merasakan gimana keseruannya, macet-macetnya, capeknya, dan momen ketika di kampung,” ungkap mahasiswa yang akrab disapa Yosa itu, Rabu (3/4/2024).
Selain ajang silaturahmi, mudik juga dirasakan sebagai ajang melepas penat dari berbagai kegiatan di kota tinggal atau tempat kuliah. Seperti bagi Nabila Yuniar (21). Baginya, mudik menjadi wadah untuk melepas sejenak rasa lelah dengan berkumpul bersama saudara-saudara.
Menurut gue, mudik itu momentum buat recallmemori-memori masa kecil, ya, karena merasakan gimana keseruannya, macet-macetnya, capeknya, dan momen ketika di kampung.
”Mudik itu jadi ajang recharge energi sih. Setiap hari, kan, ketemunya temen-temen, terus pas mudik tuhngerasain akhirnya ngumpul ramean sama keluarga besar yang jarang ketemu dan cerita-cerita banyak dan seru!” ungkapnya, Rabu (3/4/2024).
Bertemu keluarga besar dan mengukir kenangan-kenangan adalah hal menyenangkan untuknya. Misalnya, suasana ramai saat ia dan keluarga besar menginap bersama di satu rumah, tarawih bersama, liburan keluarga, hingga persiapan-persiapan sebelum dan sesudah mudik.
Baca juga: Mudik Lebih Awal Dapat Diskon Tarif Tol hingga 20 Persen
Senada dengan Yosa dan Nabila, Rifqi Feliantyto (22) juga merasakan hal tersebut. Terlebih, dia lahir di kota asal yang sama dengan orangtuanya di Kota Tegal, Jawa Tengah. Baginya, mudik Lebaran menjadi momen untuk lebih mengenal identitas, keluarga, dan kampung halamannya.
Ada pula yang merasa ”tidak punya kampung”, tetapi mudik tetap jadi ajang silaturahmi untuk mengenal keluarga besar pihak ayah dan ibu. Seperti yang dirasakan oleh Satrio Yudistiano (22). Ia lahir di Bogor dan rutin mudik Lebaran ke daerah asal orangtuanya di Cilegon, Banten.
”Gue sendiri masih tinggal sama orangtua dan enggak punya kampung, jadi mudik ini lebih ke ajang orangtua melepas kangen sama keluarga besarnya dan ajang silaturahmi juga bagi sepupu-sepupu,” ujar mahasiswa teknik mesin Universitas Pembangunan Jakarta itu, Rabu (3/4/2024).
Macet, kuliner, dan THR
Mudik ternyata tak hanya soal perjalanan fisik. Bagi Gen Z, mudik menjadi ajang perjalanan yang mendekatkan dengan keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga besar, di kampung halaman.
Mereka yang tak pernah berjalan-jalan atau berinteraksi secara langsung dengan keluarga diakrabkan dalam satu mobil selama perjalanan mudik. Ini sebagaimana kisah Yosa yang selalu merasakan kedekatan dengan keluarganya selama perjalanan mudik.
”Perjalanan mudik, kan, cukup panjang, ya. Jadi, yang biasanya di rumah kumpul sendiri-sendiri di dalam satu mobil kita bareng-bareng. Jadi, bisa banyak ngobrol dan bercanda,” tuturnya.
Selain itu, menurut Yosa, kenangan lain yang masih dinikmatinya hingga saat ini adalah soal kuliner khas daerah bersama keluarga besar. Saat mudik ke Garut, ia tak pernah absen menikmati es goyobod, juga tak pernah absen mencoba kuliner Tasikmalaya, seperti rujak kangkung, nasi kasreng, dan kwecang.
”Karena kuliner ini cukup khas dan enggak kita temukan di daerah kita, cuma ada di kampung halaman bokap sama nyokap,” ungkap mahasiswa Universitas Padjadjaran ini.
Baca juga: Mudik Lebaran, Ini Rekomendasi 4 Tempat Makan Empal Gentong di Cirebon
Selain kuliner, yang sangat terekam jelas dalam ingatan mudik anak-anak Gen Z adalah suasana macet. Perjalanan mudik Lebaran seolah satu paket dengan peristiwa kemacetan.
Nabila yang mudik ke Pacitan dan Probolinggo, Jawa Timur, merasa lekat dengan kemacetan. Hal itu pula yang membuat keluarganya selalu memutuskan untuk memutar lewat jalan daerah yang lebih kecil. Ini menjadi kenangan khas bagi Nabila saat melewati rute yang tak biasa itu. ”Apalagi kalo udah malem, wah kayak memacu adrenalin!” serunya.
Rifqi juga memiliki pengalaman buruk tentang macet Lebaran, seperti saat Brexit 2016. Ia dan keluarga tidak secara langsung terjebak dalam tol tersebut, tetapi tetap terkena imbasnya sehingga harus berada di jalanan selama 26 jam.
Apalagi kalo udah malem, wah kayak memacu adrenalin!
”Sebenarnya sudah memutar arah lewat Puncak, Bogor, menghindari kemacetan Brexit yang rame di berita, tapi tetap, ya, terjebak juga selama 26 jam,” tuturnya saat kembali mengingat peristiwa besar saat itu, Rabu (3/4/2024).
Namun, perasaan resah dan lelah saat bermacet-macetan di perjalanan selalu terbayar dengan suasana ramai keluarga yang telah menunggu di kampung. Ramai-ramai berkumpul dan menjadi ajang berbagi tunjangan hari raya (THR).
”Tentu saja ini (THR) bagian yang tak terlupakannya,” canda Rifqi.
Menguras energi
Meski identik dengan segala hal yang menyenangkan, mudik dalam dunia mahasiswa yang penuh kegiatan terkadang menjadi hal yang dikesampingkan. Hal ini sebagaimana yang dirasakan Yudis. ”Untuk sekarang ini sangat drain energy (menguras energi),” ujarnya.
Hal itu disebabkan, menurut Yudis, selain harus memikirkan silaturahmi keluarga yang satu tahun sekali, kesibukan kampus, seperti ujian tengah semester (UTS) dan organisasi, juga terkadang membuat pikiran tidak tenang.
Meski begitu, Yudis melihat hal itu terkadang hanya bisa dipikirkan dalam benak saja. Sebab, ia merasa tak memiliki hak untuk menolak. Terlebih mudik hanya dijalankan satu tahun sekali.
Sependapat dengan Yudis, Nabila juga melihat hal tersebut banyak terjadi pada teman-temannya. Mahasiswa semester akhir yang tengah mengejar bimbingan skripsi tak mendapat libur panjang. Begitu juga dengan mahasiswa yang berstatus anak rantau.
”Karena kita juga sudah besar, jadi faktor eksternal buat tidak mudik itu makin banyak, ya,” ujar mahasiswi Universitas Pembangunan Negeri Veteran Yogyakarta (UPNVJ) itu.
Dilema identitas soal tempat asal dan rasa kewajiban untuk pulang kampung menjadi lebih terasa bagi Gen Z saat mereka didera kesibukan. Meski begitu, mudik tetap menjadi momen yang tidak terlupakan dan tetap dinantikan.
-Hasil kolaborasi dengan intern harian Kompas, Kamila Meilina, mahasiswa Antropologi Sosial Universitas Indonesia.