Kak Seto memperoleh energinya dari berinteraksi dengan anak-anak. Jika tak aktif, ia malah mudah sakit seperti pegal-pegal dan masuk angin. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia itu juga masih kuat ”push-up” 80 kali.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·2 menit baca
Meski mengaku berusia senja, Seto Mulyadi (70) alias Kak Seto masih sangat aktif, mulai dari menulis artikel, mengajar, hingga berolahraga. Ia, misalnya, menerima surat keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebagai guru besar bidang psikologi di Jakarta, Senin (15/11/2021).
”Alhamdulillah, saya mulai dari guru kecil. Sekarang, jadi guru besar,” kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia itu sambil tertawa. Ia sudah mengajar murid-murid TK pada tahun 1970 dilanjutkan SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi.
”Saya sudah 51 tahun mengabdikan diri bagi dunia anak. Jadi dosen mulai tahun 1981. Dapat gelar doktor tahun 1993. Guru besar mimpi saya dari dulu,” ujarnya. Pengajar di Universitas Gunadarma Jakarta itu semakin semangat saat berinteraksi, terutama dengan anak-anak.
”Kalau enggak gerak, malah gampang sakit. Pegal-pegal dan masuk angin. Saya masih kuat push-up 80 kali, koprol, sampai parkour naik ke atas genteng,” ujarnya seraya tersenyum. Kak Seto menilai semua anak cerdas dengan potensi yang berbeda-beda.
”Ibarat warna indah aneka bunga di taman sari keluarga, bahkan Indonesia. Kadang, pendidikan mengungkung mereka dalam satu warna saja,” katanya. Tak semua anak berbakat menjadi Albert Einstein. Sebagian dari mereka juga bisa menjadi Ludwig van Beethoven, Pablo Picasso, atau Cristiano Ronaldo.
”Enggak hanya insinyur, pengacara, dan dokter. Penari, aktor, dan musisi juga bisa sukses. Mohon orangtua dan pendidik mengembangkan minat anak yang berlainan,” katanya. Ia meminta kurikulum dibenahi untuk anak-anak. Bukan sebaliknya, mengubah anak-anak untuk kurikulum.