SOSRO DIHARJO (75) termenung, memandang sisa-sisa kebakaran yang melanda rumahnya, Senin (6/2) sore. Pecahan genting tersebar di mana-mana, dan sisa ranjang kayu yang terbakar terlihat teronggok di dalam kamar tidur. Sosro memungut selimut warna merah yang sudah terbakar separuhnya, lalu menunjukkan televisi yang diungsikan dari tempatnya untuk menghindari kebakaran.
Rumah Sosro di RT 02 RW 20 Dusun Rewulu Wetan, Desa Sidokarto, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terbakar pada Minggu (5/2) sekitar pukul 11.00. Kebakaran melalap satu kamar tidur, ruang tengah, dan dapur rumah itu. "Saat kebakaran terjadi, saya sedang kerja bakti di masjid," kata Sosro.
Kebakaran di rumah Sosro memancing perhatian, karena menjadi "pembuka" rangkaian kebakaran yang terjadi di Sleman dalam waktu berdekatan selama hari Minggu. Total ada delapan tempat di Sleman yang mengalami kebakaran pada hari itu. Lokasi kebakaran itu tersebar di dua desa yakni Desa Sidokarto, Kecamatan Godean, dan Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping.
Sesudah kebakaran di rumah Sosro, sekitar 30 menit kemudian terjadi kebakaran di gudang kayu milik Giyono Pranoto (63) di RT 04 RW 21 Dusun Rewulu Wetan. Sekitar pukul 13.15, kebakaran ketiga muncul di rumah Suparman (48) di RT yang sama dengan gudang milik Giyono. Jarak lokasi kebakaran pertama, kedua, dan ketiga relatif dekat, hanya beberapa ratus meter.
Kurang dari satu jam setelah kebakaran ketiga, terjadi kebakaran keempat di rumah kayu milik Hargo (56) di RT 03 RW 13 Dusun Wirokraman, Desa Sidokarto. Jarak lokasi keempat ini dengan lokasi pertama, kedua, dan ketiga lebih jauh yakni sekitar satu kilometer.
Peristiwa kebakaran kembali muncul sekitar pukul 16.30 di gudang kayu milik Purwadi (55) di RT 03 RW 03 Dusun Mejing Lor, Desa Ambarketawang. Kebakaran kelima ini hampir bersamaan dengan kebakaran keenam di bangunan kandang ayam di RT 03 RW 03 Dusun Mejing Lor. Lokasi kebakaran kelima dan keenam ini sangat dekat, hanya beberapa puluh meter.
Sekitar satu jam kemudian, terjadi kebakaran ketujuh di gudang barang bekas milik Putut Wiryawan (58) di RT 02 RW 08 Dusun Mejing Kidul. Putut merupakan Pemimpin Redaksi Harian Bernas, koran lokal di Yogyakarta, yang juga mantan anggota DPRD DIY. Jarak rumah Putut dan lokasi kebakaran keenam dan ketujuh juga dekat, hanya ratusan meter.
Kebakaran terakhir muncul di rumah di RT 3 RW 11 Dusun Gamping Lor, Desa Ambarketawang, sekitar pukul 18.00. Jarak lokasi kebakaran terakhir dengan rumah Putut sekitar satu kilometer.
Mencurigakan
Meskipun tidak menimbulkan korban jiwa dan luka, kebakaran yang terjadi dalam waktu berdekatan itu memunculkan tanda tanya. Apalagi, sebelum terjadinya kebakaran, warga melihat ada orang yang berperilaku mencurigakan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah DIY, Komisaris Besar Frans Tjahyono, mengatakan, polisi memang menerima informasi adanya orang mencurigakan di dekat lokasi kebakaran. Namun, polisi belum bisa memastikan apakah ada unsur kesengajaan dalam rangkaian kebakaran itu.
"Kami melakukan pendalaman terhadap dugaan ada orang yang melakukan tindakan pembakaran,” kata Frans. Hingga Selasa (7/2) siang, polisi belum berhasil mengungkap penyebab rangkaian kebakaran tersebut, termasuk apakah benar ada pelaku yang sengaja melakukan pembakaran.
Frans mengatakan, polisi belum menemukan keterkaitan atau hubungan di antara pemilik bangunan yang terbakar, sehingga pola kejadian itu belum tampak jelas.
Namun, bila dilihat dari lokasi kebakaran, baik di Desa Sidokarto maupun Ambarketawang, rangkaian kebakaran itu sebenarnya membentuk pola tertentu. Di setiap desa, kebakaran diawali di tiga tempat yang lokasinya berdekatan, lalu disusul di satu tempat yang jaraknya lebih jauh. Namun, pola semacam ini tentu saja belum cukup untuk mengungkap penyebab rangkaian kebakaran secara tuntas.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Soeprapto, mengatakan, rangkaian kebakaran itu bisa jadi disebabkan oleh perilaku satu atau sekelompok pelaku yang sedang berkonflik dengan pihak lain, dan ingin menunjukkan kekuatan mereka. Namun dia menilai, peristiwa itu tidak berkait dengan masalah sosial politik, seperti pemilihan kepala daerah (pilkada). Saat ini, Sleman tidak sedang menjalani pilkada.
“Kalaupun peristiwa ini dianggap teror, hal ini tidak berkaitan dengan pilkada, apalagi dengan masalah nasional yang sedang terjadi,” kata Soeprapto.